kalian pasti tahu gimana ngehargain penulis kan?
10 vote for next chapter.
¤¤¤¤¤
Akibat kemarin gue lupa sama jadwal cuci darah, kini gue berbaring di bangsal VIP ruang kamboja nomor 2 di rumah sakit Jaladara.
Dokter Hanif yang udah nanganin gue sejak dulu pun cuma bisa menghela nafasnya melihat kelakuan pasiennya yang sulit untuk diberitahu.
"yang penting kan sekarang saya sudah disini dok, lain kali janji gak bakalan lupa lagi." ujarku
Dokter Hanif menatapku kesal "plis deh, lo udah ngomong kayak gitu berapa kali coba? sampai bosen gue dengernya."
gue menunjukkan tanda peace sign, tanda berdamai disertai wajah tak berdosa "tapi beneran dok, gak ada yang perlu di khawatirin."
Dokter Hanif menghela nafasnya "tolong ya, jangan sampai kamu kelewatan buat cuci darah lagi. keadaan kamu bisa langsung ngedrop, kamu tau itu kan?"
gue ngangguk paham, kalau dokter Hanif sudah berbicara menggunakan saya-kamu itu artinya ia sedang serius. Dan baru saja dokter Hanif hendak pergi, gue pun kembali bertanya "kalau misalnya saya gak dapat donor dalam waktu dekat, berapa lama saya bisa bertahan dok?"
Dokter Hanif berbalik dan memberikan senyuman simpul, takut melukai hati pasiennya sehingga membuat semangat untuk hidup jadi berkurang.
"istirahat ya, jangan lupa minum obat dan rutin cuci darah sesuai jadwal." ujar dokter Hanif sebelum akhirnya benar benar pergi keluar dari ruangan rawat ku
mendengar jawaban dari dokter Hanif ngebuat gue semakin yakin bahwa waktu gue tinggal sedikit.
*****
Mentari sedang sibuk bercakap dengan ibu panti setelah sejam yang lalu tiba di panti asuhan Belift. berulang kali ia mengecek jam di ponselnya, dan melirik ke pintu utama menunggu kedatangan Jay.
pria itu telah berjanji bahwa hari ini ia akan datang ke panti asuhan Belift, namun nyatanya hingga jam 10 siang jay masih belum menampakkan dirinya.
"sekali lagi makasih ya nak sudah mau menyempatkan diri untuk kesini, sering sering kesini ya nak mentari." ujar bu Mila sang pemilik panti
"sama sama bu, nanti saya usahakan." ujar Mentari
"ibuuuu, kak Arumi datang!" ujar anak bernama Juju, berusia 7 tahun yang telah buta sejak lahir
"jangan lari lari, nanti kamu jatuh nak." ujar ibu Mila
seorang gadis cantik tampak datang dibelakang Juju, menggandeng tangan anak kecil itu dengan tongkat di tangan kanannya.
"nak Arumi, sudah lama ya. apa kabar?" tanya bu Mila
Arumi pun mendudukkan dirinya dibantu bu Mila, mereka berdua tampak dekat.
"baik bu, ibu juga apa kabar?" tanya Arumi diikuti dengan senyuman manisnya
"baik nak, kamu habis darimana?"
Arumi tampak tersenyum tipis "jenguk Bima bu, kangen."
bu Mila terkekeh kecil, namun Mentari tahu bahwa dibalik kekehan itu ada luka yang disembunyikan rapat rapat.
"sudah 2 tahun ya, gak kerasa waktu berjalan dengan cepat. oh iya kenalin nak, ini ada nak Mentari." ujar bu Mila memperkenalkan Mentari kepada Arumi
"halo, aku Arumi." ujarnya
"gue Mentari, salken ya." balasku
"bu Mila, Daffa demam lagi bu." ujar bu Shinta yang membantu bu Mila di panti tiba tiba datang berbisik ke arah bu Mila