Not Paying Attention

7 0 0
                                    

Tiera menatap keluar jendela sekolahnya dengan tatapan datar. Semua pemikiran dan imajinasi berputar - putar di dalam kepalanya bagaikan lagu dalam piano. Namun entah kepada siapa dia harus mengeluarkannya.

"Tiera!" panggil seorang teman Tiera dan berhasil mengagetkan Tiera. Dia adalah Megan, gadis populer yang selalu menjadi sahabat baik Tiera. Namun di mata Tiera, Megan bukanlah orang yang tepat.

Karena...

"Tiera, itu liat ada laki - laki lewat. Sapa dong!" ucap Megan sambil menunjuk seorang lelaki tinggi yang sedang lewat di depan jendela mereka. Tiera hanya menggeleng pelan sambil tertawa kecil.

"Dih, ni anak malah ketawa. Carilah pacar agar dirimu bahagia. Bukannya melamun mulu tiap istirahat terus tiba - tiba menghilang seperti hantu," ucap Megan namun Tiera tetap menggeleng atas pernyataan Megan.

"Kalau orangnya malas seperti aku memang akan gampang?" tanya Tiera dan dibalas oleh decihan Megan. 

"Giliran tugas saja rajin. Sudah ah, aku ke pacar tercintaku saja," ucap Megan sebelum berjalan cepat ke arah pacarnya yang sedang menuju keluar kelas. Tiera kembali menggeleng dengan senyuman kecil di mulutnya.

Sebenarnya, dia tidak ingin mempunyai pacar bukan karena dia malas mencari. Namun banyak sekali pertanyaan di kepalanya yang belum terjawab sama sekali. Maka dari itu, dia harus mencari jawabannya sebelum mendapatkan seseorang untuk dicintai. Karena setelah mendapatkan orang yang dia cintai, dia yakin dia sudah tidak bebas lagi.

Bel pulang sekolah berdering keras. Anak - anak pun segera berlari cepat menuju bus sekolah yang terparkir di depan sekolah. Tidak sabar kembali ke zona nyaman mereka. Termasuk dengan Tiera.

Di dalam bus, Tiera mengeluarkan ponsel dan headset - nya. Sambil mendengarkan lagu, Tiera menghabiskan waktunya untuk melamun sambil menatap keluar jendela bus. Menatap aktivitas tiap manusia yang berlalu lalang sambil bertanya - tanya di dalam kepalanya.

"Benarkah ekspresi itu adalah perasaan mereka yang sebenarnya?" gumam Tiera sambil melihat seorang anak perempuan yang tersenyum sambil memberi uang pada seorang pengemis.

"Tidak selalu. Ada yang tidak tulus, bukan?" ucap seorang laki - laki yang duduk di sebelah Tiera. Namun Tiera tidak menyambut ucapan laki - laki berambut lurus hitam itu. Membuat laki - laki itu mengedikkan bahu tidak peduli. 

Bus pun sampai di rumah Tiera. Tiera segera melepas headset - nya dan segera menuju keluar bus setelah berterima kasih pada supir. Di depan rumahnya, Tiera disambut oleh seorang anak kecil bermata almond indah. Dia segera memeluk kaki Tiera dengan erat.

"Selamat datang kembali, bibi," ucap anak kecil bernama Nana itu sambil menatap Tiera dengan hangat. Sementara kakak Tiera yang merupakan ibu dari Nana hanya menatap interaksi mereka dengan senyum kecil.

"Kak Neria, aku minta dia untuk memanggilku kakak saja," ucap Tiera namun hanya dihadiahi endikan bahu Neria.

Tiera pun segera menuju kamarnya. Berganti baju dan tanpa sadar langsung menatap meja belajarnya yang berantakan.

"Kenapa tidak banyak orang yang peka bahwa perilaku tidak wajar bisa jadi karena masalah mental?" gumam Tiera tiba - tiba. Lalu ia pun duduk di kursi dan memainkan pensil yang berada di depannya sambil melamun.

"Kapan semua pertanyaan ini terjawab?" gumam Tiera lagi.

The Bond in Piano (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang