Part 17

12.8K 1.3K 26
                                    

"Kak Sha—" Brian yang muncul di tiba-tiba di dalam kamar Shayna terhenti melihat Alvin yang sedang menghapus air mata kakaknya.

Tadinya Brian berniat mencari komik di ruang koleksi milik Shayna. Saat membuka pintu kamar, Brian malah tidak menemukan Shayna.

Jadi ia kira Shayna sedang berada di kamar mandi. "Oh maafkeun hamba mengganggu waktu intim Yang Mulia." Dan adik Shayna itu langsung berlari secepat mungkin keluar setelah mengejek kakaknya.

Sepeninggalan Brian, keadaan mereka menjadi canggung. Padahal sejauh ini mereka selalu biasa saja. Menggenggam tangan sampai usapan atau kecupan di kening tidak pernah membuat Shayna ataupun Alvin canggung.

Tapi berkat Brian, semua jadi berubah. "Tunggu di bawah aja. Gue mau beres-beres dulu kak." Tangan Shayna menarik turun jemari Alvin yang masih bertengger di wajahnya.

"Oh iya, sama bisa kita beli kenang-kenangan buat Shonya hari ini? Gue lagi cuti juga hari ini." tanya Alvin sebelum ia beranjak dari kamar Shayna.

"Iya, tunggu aja dulu di bawah."

Shayna memijit pelipisnya pelan ketika suara pintu ditutup terdengar. 

Jika difikir-fikir, Shayna sudah terlampau baik untuk semua permintaan tidak masuk akal ini. Ia mulai mengurutkan apa yang terjadi dengannya.


Pertama. Gue nerima aja dijodoh-jodohin gitu. Padahal ketemu Kak Alvin aja jarang. Kenal deket nggak. Tapi kemarin karna papa mohon-mohon banget sih.


Shayna kini malah menyalahkan ayahnya. Ia mengingat jelas ketika pembicaraan ini pertama kali ia dengar dan saat itu ayahnya mengeluarkan tatapan memohon yang tak pernah Shayna lihat sebelumnya.


Kedua. Gue ga sengaja denger keadaan keluarga dia. Bahkan gue ngerti keadaan Alvin yang harus jadi tulang punggung. Gue bantu buat ngurangin beban dia dengan ga banyak milih yang aneh-aneh buat perlengkapan gue. Bahkan gue sampe motong budget!


Sekarang Shayna kesal. Mungkin lebih baik ia meminta semua yang mahal dan membuat susah Alvin sekalian jika seperti ini akhirnya.


Ketiga. Walaupun gue belum selesai kuliah. Gue berbesar hati nerima pernikahan yang dadakan ini. Padahal semua cuma karna wasiat. Gue juga ga ada ngeluh. Karna emang niat awalnya cuma mau nolong.


Berbagai fikiran Shayna mencuat begitu sana. Kenapa niat baiknya malah terasa akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri?

Alvin sudah keluar dan menyisakan dirinya sendirian di dalam kamar. Sesaat mata Shayna membulat. Jika Alvin sedari tadi sudah berada di kamarnya, apa Alvin melihat kertas coret-coretannya? 

Shayna buru-buru berlari menuju kasurnya. Ketika melihat kertas itu masih tergeletak pada tempatnya, Shayna bisa bernafas lega.

Sejauh ini menurut Shayna, Alvin tak perlu tau sejauh mana Shayna sadar akan hubungan Alvin dengan Dinda dulu. Karena Shayna sudah terlalu lelah. Semakin ia memikirkannya maka Shayna akan merasa semakin tidak yakin akan pilihannya sendiri.

Ia akan percaya jika Alvin mengatakan tidak memiliki perasaan lebih untuk Dinda dan bisa menghargai keberadaanya sebagai istri Alvin kelak.

Selagi menunggu Shayna yang tengah bersiap, Alvin kembali turun ke lantai bawah. Ia menemukan Ibu Shayna yang kini berada di ruang makan bersama anak bungsunya. 

Coba Dulu Shay! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang