Siang itu ponselnya berdering. Nomor tidak dikenal. Gadis berambut hitam itu tampak enggan mengangkat teleponnya. Zaman sekarang itu banyak sekali telepon iseng yang ternyata adalah modus penipuan. Itulah yang ia percayai. Panggilan berakhir. Beberapa saat kemudian kembali muncul nomor asing yang baru saja menelponnya. Merasa terganggu dengan panggilan itu sang gadis akhirnya menyerah untuk mengabaikannya."Halo?"
"Benar dengan park sooyoung ?"
Gadis itu menegang sesaat. Sekelumit pikiran negatif langsung muncul begitu saja. Mungkinkah benar kalau prasangkanya tadi tentang penipu akan terjadi padanya?
"Benar. Dengan siapa?"
"Aku jung jaehyun . Aku menemukan dompetmu, makanya menelponmu."
sooyoung sangsi dengan alasan yang dibuat lawan bicara. Namun sayangnya hal itu benar. Ia memang kehilangan dompetnya sejak seminggu yang lalu, dan hal itu tentu saja berdampak pada kehidupannya. Ia jadi berhutang ke sana ke mari untuk biaya makannya seminggu ini. Ia bahkan sudah melaporkannya ke polisi. Berikutnya ia harus mengonfirmasi perihal ini ke polisi. Uh! Memikirkan hal itu sungguh menyebalkan. Biarpun sebenarnya ia lega karena ada yang menemukan dompetnya dan berusaha mengembalikannya.
"Iya. Maaf, apakah anda bisa mengirimkannya padaku?" Tanya sooyoung dengan hati-hati. Sebenarnya agak kurang sopan untuk meminta hal itu pada orang yang bahkan belum pernah ditemui. sooyoung tahu itu. Hanya saja ia terlalu tidak nyaman berurusan dengan hal demikian, berurusan dengan orang asing.
"Kau bisa menemuiku hari ini di RS seoul jam 12. Aku tunggu di kafetaria rumah sakit." Ujarnya tandas. Benar begitulah sekiranya respons yang tepat. Tentu saja apa yang sooyoung mau tidak semudah itu dilakukan. Belum sempat sooyoung menanggapi, panggilan telah berakhir. Benar sekali, persis seperti yang sooyoung perkirakan. Ia harus menemui orang itu.
Helaan napas kasar sooyoung keluarkan. Sungguh ia sangsi dan takut dengan orang yang mengaku menemukan dompetnya itu. Kendati dari suaranya ia bisa menerka bahwa orang itu mungkin lelaki baik dan berusia dewasa muda. Tetap saja, instingnya sebagai perempuan memberinya alarm yang membatasi setiap tindak tanduknya. Sepertinya ia harus mengajak seseorang untuk menemui lelaki di telepon tadi. Jadi setidaknya bisa dijadikan sebagai saksi kalau saja terjadi hal yang tidak diinginkan padanya.
Kenapa harus repot ketemu sih?! Kenapa tidak dia serahkan saja dompetku pada satpam atau polisi? Argh!
sooyoung mengacak-acak frustrasi rambutnya sendiri. Innernya tidak bisa berhenti mengeluh sejak tadi. Kalau saja ia tidak sedang di gedung fakultasnya yang ramai orang ia mungkin sudah berteriak dan mencak-mencak tidak keruan.
"Hah..ckck." sooyoung mendesah disertai decakan. Ia pusing sendiri dengan segala pemikiran skeptisnya itu. Bukan disengaja, ini memang karakternya-Dan sulit untuk mengendalikannya.
"Ada apa dengan desahanmu itu daritadi?" Celetukan seseorang dari belakang punggungnya menarik atensi. sooyoung menoleh lalu matanya mengikuti pergerakan gadis berambut pirang yang memposisikan duduk di seberang mejanya.
"Entahlah.." Jawab sooyoung lesu. Ia sendiri tidak tahu kenapa bisa setidak semangat ini sejak mendapatkan panggilan tadi.
"Oh iya! Yerin, temani aku ke RS seoul ya?" Pinta sooyoung begitu ingat perihal dompetnya itu.
Dengan raut terkejut yerin melempar tanya. "Hah?! Siapa yang sakit?"
"Aku mau menemui orang yang menemukan dompetku."
Yerin menghela lega. "Sudah ketemu ya? Bagus dong." Ia tersenyum senang atas informasi yang baru saja sooyoung sampaikan.
sooyoung menarik sudut bibir kanannya sesaat. "Jangan senang dulu. Kita tidak tahu orang yang menelponku tadi benar menemukannya atau hanya penipu."
KAMU SEDANG MEMBACA
joy in the house
Aléatoirejoy×boys cerita joy dengan para bujang . . . . random storiette oneshoot twoshoot