18 Permohonan

15K 2.5K 125
                                    


Aku terkejut saat Hendra tiba-tiba ada di toko. Wajahnya benar-benar kusut dan tidak mencerminkan dirinya selama ini. Buat apa dia menggangguku lagi? Setelah sekian lama dia sudah menghilang. Sudah hampir 3 minggu dia memang tidak muncul dan itu membuatku sedikit tenang. Tapi saat ini kehadirannya membuatku kembali menatapnya dengan sinis.

"Mau apa kamu ke sini?"
 Ucapanku itu membuat Hendra yang baru saja menghempaskan tubuhnya di atas sofa langsung menatapku dengan tajam.

"Salah aku ke sini? Aku ini bapaknya Icha, kangen masa nggak boleh."

Aku hanya mendengus sebal mendengar ucapannya itu. Maya sedang cuti sakit hari ini, otomatis aku sendiri. Sedangkan Icha tadi sepulang sekolah diajak Abimanyu pergi bermain. Abi yang memang lebih perhatian jadi sering mengajak Icha pergi kalau dia sudah selesai bertugas. 

"Terserah kamu."
Akhirnya aku mengalah dan memilih untuk meneruskan pekerjaanku di balik mesin jahit. Tapi Hendra kini malah mendekatiku dan menarik kursi di dekatku.

"Ndis, kamu udah pindah dari kontrakan? Kapan hari aku ke sana, udah kosong rumahnya."
Aku hanya menganggukkan kepala tapi tidak menatapnya. Memilih untuk fokus ke baju yang sedang aku jahit.

"Kenapa? Sekarang kamu pindah ke mana?"
Pertanyaan Hendra membuat aku kini menghentikan aktivitasku dan menatapnya. Sebal rasanya di interogasi begini, padahal dia sudah tidak berhak menanyaiku berbagai pertanyaan.

"Urus saja rumah tanggamu sendiri. Sejak memutuskan berselingkuh dariku, apa kamu memikirkan aku dan Icha? Enggak kan? Sekarang kenapa jadi sok peduli?"
 Hendra terkejut dengan jawabanku ini. Biar saja, aku tidak mau dia terus menerus mengusikku.

"Aku udah mau cerai."
Sontak aku menyipitkan mata, mendengar ucapannya itu, tapi aku tetap biasa saja menanggapinya.

"Terus?"

Hendra mengacak rambutnya, lalu menatapku lekat "Ndis, aku hancur. Perusahaanku dalam kebangkrutan, Mama marah besar kepadaku karena aku mengabaikan istriku. Aku kangen sama kamu dan Icha, bisakah kamu lihat penderitaanku ini?"

Bosan. Selalu saja dia merasa yang tersakiti. Sejak dulu, tiap kali ada masalah, dia pasti meratapinya seperti ini.

"Buat apa? Buat apa aku melihat kamu? Kita sudah tidak ada hubungan apapun. Jadi sebelum.."
Ucapanku terhenti saat tiba-tiba dia memelukku begitu saja. Otomatis aku berontak karena dekapannya yang kuat itu.

"Hendra, lepasin aku!"
Aku berteriak tapi Hendra semakin erat mengencangkan pelukannya. Bahkan aku jijik saat dia mulai menciumi leherku. 

"Heeeennnnn....."
Aku sekuat tenaga mendorong Hendra, tapi aku malah terjatuh di atas lantai. Hendra menatap nanar ke arahku, tapi dia masih belum melepaskanku.

"Ndis, ijinkan aku untuk kembali sama kamu. Aku masih sayang..."
Dia kembali ingin meraihku tapi aku berteriak dan menghindar, saat itulah aku melihat sosok Abimanyu yang baru saja masuk ke dalam toko dengan menggendong Icha yang tengah tertidur. Abimanyu langsung membaringkan Icha di atas sofa dan berlari ke arahku. Dia dengan keras menarik Hendra dan mulai melayangkan tinjunya di pipi Hendra membuat Hendra tersungkur. Lalu Abimanyu menghampiriku yang masih terduduk di lantai dengan nafas terengah.

"Kamu tidak apa-apa?"
 Kugelengkan kepala tapi masih shock untuk menjawab. Sedangkan Hendra sudah beranjak berdiri dengan terhuyung.

"Kamu lagi...."
Dia menunjuk Abimanyu, dan kini menatap dengan sinis.

"Kamu nggak bakalan dapatin Gendhis, dia itu cinta mati sama aku. Lihat saja."

******** 

Untung saja Icha tidak terbangun, kata Abi dia kecapekan karena diajakin berenang. Jadi kami akhirnya pulang ke apartemen, aku masih saja diam saat Abi berada di balik kemudi. Merasa tidak enak dengan posisi yang diketahui Abimanyu tadi. Meski itu Hendra yang memaksa. Aku merasa malu.

"Aku nidurin Icha dulu."
Itu yang dibilang Abimanyu saat kami masuk ke dalam apartemen. Aku hanya menganggukkan kepala dan menuju dapur. Ingin memasakkan, sesuatu.

Setelah mencuci semua sayur dan kini mulai mengirisnya, Abimanyu muncul, tapi dia hanya menatapku sekilas dan mengambil air mineral dari dalam kulkas. Dia lalu duduk di depanku yang sedang mengiris wortel.

"Kenapa jadi diam?"

Dia selalu peka seperti itu. Aku menatapnya dan menggelengkan kepala.

"Aku malu."
Abimanyu mengernyitkan kening "Kenapa? Malu karena?"
Aku menghela nafas dan kini mencoba untuk menenangkan hatiku.

"Hendra memaksaku, ingin mencumbuiku dengan terpaksa, aku nggak tahu kalau kamu nggak datang tadi aku....aku...."
Gemetar seluruh tubuhku saat teringat ciuman Hendra tadi yang sangat terasa menjijikkan. Abimanyu langsung beranjak berdiri dan melangkah untuk mendekatiku. Dia bahkan menarikku masuk ke dalam pelukannya.

"Hussst.... tenanglah."
Dia berbisik dan membuatku merasa tenang. Abimanyu lalu menangkup wajahku dengan kedua tangannya.

"Aku akan melindungimu Ndis, apapun yang terjadi itu. Besok, Bunda pulang dari Singapura. Aku akan meminta Bunda menyetujui hubungan kita. Aku yakin, Bunda nggak ada masalah sama kamu."

Ucapannya membuat mataku melebar, aku belum siap kalau harus...

"Mas, tapi kesehatan Ibu butuh perhatian, jangan egois. Aku nggak mau beliau malah makin memikirkan hal ini."
Abimanyu menatapku dengan muram, bahkan dia kini menghela nafasnya. 

"Aku nggak mau Ndis nikah selain sama kamu, dan aku nggak mau diganggu gugat."

"Tapi Mas,..."
Dia tiba-tiba saja menunduk dan sudah mencium bibirku. Membungkamku dan membuat aku terdiam. Tapi kemudian dia melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan bersalah.

"Maaf Ndis, maaf. Aku hanya tidak bisa menahan, karena melihat kamu dan Hendra tadi membuatku cemburu."
Ucapannya membuatku aku tidak bisa mengatakan apapun lagi. Hendra tetap akan menjadi batu sandungan dalam hidupku. Kenapa dia selalu mempersulitku?

Bersambung

Harap maklum ya kondisi hamil gede nih nggak bisa up tiap saat.

Repihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang