Jung Taehyung tersenyum menyeringai. “Jangan pergi?”
Ruangan bernuansa sederhana hitam-putih yang nampak glamor dan luksurius ini masih terasa hangat semenjak Taehyung memasukkan daksanya ke sini. Bahkan, alas tilam milik Jiya masih tetap menjadi tempat ternyaman bagi adam tersebut untuk mempertahankan kehangatan—dalam arti busuk bahwa pria setan ini sedang asyik membuat katastrofe di jihat Jiya.
Taehyung puas, senang, dan merasa menang.
Kim Jiya lantas mengulas senyum tipis tak bermakna—mungkin bagi Taehyung, itu kurva elok yang bermakna bagus. Sorot netra inferno sekaligus eden tak dapat terelakkan. Taehyung candu dengan itu. Senyuman kesukaannya—well, secara general, semua soal Jiya memang jadi kesukaan Jung Taehyung. “Ya. Don't ever leave me,” balasnya.
Persuasi singkat itu sontak saja kembali membuat Taehyung membanggakan prestisenya. Dia pikir, Kim Jiya mencoba untuk membuka mintakat lebar-lebar untuk membiarkan jelmaan iblis ini masuk menebarkan afeksi dan gemirang lagi. Maka, setelah dapat diktum final Jiya, Taehyung kembali menjatuhkan ludahnya pada epidermis Jiya—lagi, lagi, dan lagi; setan bejad-keparat-biadab ini memang tidak akan pernah berhenti mempermainkan atma dan daksa si munafik cantik.
Jiya perlahan memejamkan matanya. Lelah. Serebrum abnormal untuk sementara waktu. Taehyung tahu sekali bahwa perempuan munafik ini tidak akan pernah sanggup untuk memberikan sanggahan maupun pemberontakan padanya jika Taehyung sudah mulai berprilaku bejad.
Perlahan-lahan, diam-diam tanpa menimbulkan bahana yang barangkali dapat mengusik prilaku bejad Taehyung, tangan kiri Jiya mencoba mencapai sebuah benda haram yang selalu tertidur pulas di dalam nakas kenya tersebut. Mencoba melawan rasa sedap yang mendetonasi, Kim Jiya bergerak impulsif menindih tubuh bedegap Taehyung dan memosisikan benda haram itu tepat di kerangka pelindung serebrum adam tersebut. “Setan kau setan, Jung!”
Taehyung terkesiap. Namun, senyumannya malah makin melebar. Sinting.
“Oho! Your Majesty? Jadi, kamu menyuruhku untuk jangan pergi lantaran kamu berkarsa ingin membunuhku, ya?” Ia menjeda. Adam tersebut masih asyik memublikasikan kekehan imbesilnya. Sinting. “Tapi, aku tidak merasakan kehadiran malaikat pencabut nyawa—ngomong-ngomong. Pasti dia tahu kalau kamu cuma main-main—dan jelas itu buang-buang waktu lantaran ada nyawa lain yang mesti dicabut,” canda Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌ㅡ𝐒𝐢𝐧𝐚𝐭𝐫𝐚 [✓]
Romance[ 𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝. ] Ketika netra saling bersitatap kembali, varietas perasaan eksentrik sontak bersarang dalam serebrum dan sanubari. Turbulensi saraf menyerang, katastrofe melanda. Dalam rengkuhan relasi absurd itu, Jung Taehyung dan Kim Jiya m...