••Kedelapan

41 12 6
                                    

"Selamat pagi!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi!"

"Selamat pagi, Akinori."

Sang wira bermarga Konoha tersenyum sebelum kembali mengucap kata, "Aku yakin tadi malam kau tidur larut karena belajar."

'85 persen benar dan 15 persen salah. Karena ketika aku ingin memejamkan mata, kau malah hadir di sana dan membuat ku kepikiran, bodoh,'  batin [Name].

"Iya, aku lelah sekali. Kau sendiri terlihat segar, apakah kau tidur nyenyak?" Tanya [Name] sembari menguap kecil.

'Tidak, aku digentayangi mimpi buruk yang tak pernah ingin kuingat lagi.'

"Ya begitulah. Oh! Sudah hampir jam masuk dan kita harus bergegas," dan saat itu pula Konoha mengaitkan jemarinya pada jemari mungil [Name] agar langkah cepatnya seirama.

[Name] berbohong jika ia tak berdebar, [Name] berbohong jika ia sudah tidak menyukai wira dalam genggam ini. Ia akan selalu mencintainya.

Namun nyatanya hubungan mereka nampak seperti hubungan benci dan cinta. Ia mencintai Akinori, di sisi lain ia membenci sikapnya yang ingin terlihat baik-baik saja. Lalu apa guna ia menjadi kekasih jika pasangannya saja tidak ingin berbagi resah dengannya? Sepertinya memang keputusan bijak untuk mengkandaskan hubungan ini dulu.

"Jangan sampai dehidrasi," ucap Konoha ketika mereka sampai di depan kelas [Name].

Dan [Name] memasang wajah bingung, tak biasanya Akinori mengingatkannya untuk minum air.

"Kau ini bunga, jadi jangan sampai layu."

"Astaga, cheesy sekali," [Name] tertawa, "Baik, aku akan ingat untuk sering minum air. Sampai nanti, semoga lancar!"

ʄ

Dering bel makan siang berdering nyaring ke seluruh penjuru sekolah, [Name] memejamkan matanya erat, menarik napas dalam untuk merileksasi tubuh dan otak yang tegang. Segera ia bangkit dan ke luar dari kelas.

"Semi-san, bagaimana ujian tadi?" Tanya seorang gadis berambut ikal yang merupakan temen sekelas ketika [Name] sudah duduk di salah satu meja kantin dengan bento di tangan.

"Aku ingin menangis saja, ujian tadi membuat kepala ku pening. Bagaimana dengan mu Chiyoko-san?" Keluh [Name] sembari membuka kotak bento dengan nafsu makan rendah.

"Astaga, orang seperti Semi-san bisa frustrasi juga karena ujian. Apa kabar dengan ku? Rasanya ingin menyerah saja, untung setelah ini ujian bahasa," Air mata imajiner turun dari pelupuk mata gadis dengan marga Chiyoko-san itu.

[Name] hanya menanggapi dengan tawa kecil kemudian beralih pada bento di hadapannya, sekelebat pemikiran datang.

'Apa Akinori membawa bekal?'

Ketika ingin melahap brokoli dari makan siangnya, sebuah suara lantang yang familiar terdengar memenuhi kantin.

Suara Bokuto dengan kata-kata favoritnya yaitu "HEY! HEY! HEY!"

Sembari mengunyah, [Name] menoleh mendapati gerombolan Bokuto, Akaashi, Washio juga Akinori memasuki kantin dan mengantre untuk makan siang.

Matanya tak sengaja bertemu dengan milik Akinori, sang wira tersenyum yang membuat matanya membentuk sabit lucu.

Sang puan bertanya tanpa suara pada wira, "Kau tidak membawa bekal?"

Yang dibalas celengan oleh wira, "Aku tidak sempat."

Dan [Name] hanya mengangguk, percakapan tanpa suara mereka usai kala Bokuto menarik Akinori yang tubuhnya sedikit ke luar dari antrean.

Si puan berpikir, nampaknya ia besok harus menyiapkan tiga kotak bekal.

ʄ

Riuh rendah suara bersahutan sepanjang koridor menuju gerbang sekolah, jam pulang membuat sore menjadi sedikit berisik di sekolah.

Ada seorang gadis yang tengah menunggu presensi seorang pemuda jangkung untuk pulang bersama atau lebih tepatnya mengantar ke statiun.

Ketika rambut berwarna khas nya sudah terlihat, senyum merekah pada wajah, "Bagaimana ujian hari pertama tadi?"

Akinori sedikit mengacak rambut dengan  sebelah tangan, tangannya yang lain menggegam tangan mungil [Name], "Sesi pertama sulit sekali, tapi untung saja aku berhasil mengerjakan semua tepat waktu. Bagaimana denganmu?"

"Sama sepertimu, aku tak habis pikir dengan orang yang membuat soal. Dia pikir kita cendekiawan?" Sergah [Name] kesal.

Namun itu terlihat menggemaskan di mata Akinori, tangannya menggenggam erat tangan [Name] yang masih sibuk berkeluh kesah tentang ujian tadi.

Ada hati yang harus ia jaga, ada insan yang harus ia perjuangkan. Kini Akinori sudah berjanji pada dirinya, bahwa dia akan berdamai dengan diri sendiri serta masa lalunya.

Presensi [Name] sering ia hiraukan dulu bahkan membuat hubungan mereka harus kandas.

Ia tak ingin menjadi pengecut, kini ia tak akan lari dari trauma akan masa lalunya.

Ia tau [Name] akan berada di sisinya, menjadi orang yang berada di garis terdepan untuk membantunya.

.

.

.

cen·de·ki·a·wan n 1 orang cerdik pandai; orang intelek

[A/N]

Hi!
It's been a while hasn't it?
Aku minta maaf baru kembali muncul setelah sekian bulan, beberapa waktu ke belakang adalah masa-masa cukup sulit. Bahkan aku sempet berpikir untuk ga ngelanjutin buku ini.

Maaf karena menelantarkan buku ini, apa masih ada yang menunggu buku ini? Jika ada, terima kasih banyak.

Jujur aku suka banget bacain komen kalian meski bisa dihitung jari yang komen, tapi aku ga bohong kalo itu bikin mood aku untuk bikin cerita bertambah.

I think that's all, see you(ू•ᴗ•ू❁)

We Fall Apart [Konoha Akinori x Reader] - On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang