Part 10

993 75 32
                                    

Seorang pria muda begitu nyenyak dalam tidurnya setelah begadang semalaman. Ia baru bisa memejamkan mata setelah semua pekerjaannya selesai. Namun tidurnya terusik ketika sebuah benda kenyal menyentuh hampir semua bagian wajahnya. Dan yang paling menyebalkan adalah ketika bibirnya bertemu benda itu berkali - kali.

Pria muda itu menarik leher pelaku pengganggu tidur itu dalam dekapannya. Menenggelamkannya dalam ceruk leher masing - masing tanpa berniat melepasnya sesaatpun. Justru semakin erat hingga membuat sesak pernapasan.

"Hemphh, Hemmph," berontak si pengganggu. Dekapan pun direnggangkan dan si pengganggu bernapas dalam - dalam.

"Kalau meluk kira - kira dong Pah. Pengep Lesti."

Ya, si pengganggu itu Lesti, sedang yang diganggu itu tak lain dan tak bukan adalah sang Papa, Fildan Aksa Mahendra.

Fildan tetap memejamkan matanya, hanya salah satu sudut bibirnya yang terangkat seolah mengejek gadis di hadapannya.

"Papa bangun donk. Pa," Pinta Lesti.

Tetapi Fildan tetap pada posisinya.

"Pa, katanya kalau Lesti bangunin baek - baek Papa bakalan bangun. Udah baek loh itu. Papa..."

Lesti kembali menempelkan pipinya di pipi Fildan, menggerakkannya secara brutal agar ia bangun dari tidurnya.

"Pa."

"Aku adalah pangeran tidur," ucap Fildan.

Lesti tersenyum geli mendengarnya. Pikiran jailnya pun muncul. Lesti mendekatkan wajahnya ke wajah Fildan. Dan memberi lumatan kecil beberapa detik di bibir bawahnyanya.

Fildan pun membuka mata. Tatapan dingin, rahang tegas, dan tanpa ekspresi apapun. Tetap menjadi ciri khasnya meski hatinya dilanda bahagia teramat sangat karena keberadaan Lesti di sisinya. Fildan merentangkan tangannya dan secara otomatis Lesti menghambur memeluknya.

"Kamu itu sudah besar, sudah dewasa. Apa kata suami kamu kalau masih suka nyium Papamu gini hah?."

Lesti menggeleng pelan memejamkan matanya,"dia harus terima kalau cinta Lesti gak cuma buat dia. Dia harus terima kalau cinta Lesti lebih besar ke Papa daripada ke siapapun, bahkan lebih daripada ke diri Lesti sendiri."

"Hem, terimakasih."

"Sama - sama Papa."

"Jadi, apa yang mau dilakukan princess Papa ini pagi - pagi di kamar Papanya?." Fildan membuka mata dan sedikit merunduk menatap mata indah Lesti. "Masih ada beleknya lagi."

"Ih, Papa, itu maskara. Udah cantik gini, enak aja dibilang belekan," ketus Lesti.

"Yayaya, Papamu ini dikelilingi berkas kantor dan senjata, mana kenal yang begitu."

"Kalau gitu, mulai sekarang Papa harus kenal. Karena Papa sudah punya puteri yang dewasa, yang cantik, yang bakal dandan tiap hari, biar Papa terpesona," ucap Lesti dengan lantang.

Fildan menaikkan satu alisnya, "Lagian mau ke sekolah pakai maskara buat apa? Dan kenapa harus Papa yang kamu bikin terpesona?, yang bakal suka sama kamu kan pemuda di luar sana."

"Karena Papa adalah standarisasi pria yang akan menikahi Lesti nanti, kalau gak sehebat Papa, dia harus lebih dari Papa," Jawab Lesti tegas.

Fildan menaikkan dagunya dengan bibir yang sedikit dimanyunkan, "kalau gitu ceritanya, kamu gak akan pernah dapat jodoh Nak. Papamu ini satu - satunya di dunia."

"Aih, gimana dong?. Gak mungkin kan Lesti nikahnya sama Papa?," Lesti sok - sok'an memegang dagunya seolah memikirkan sesuatu.

"Hemm. Kalau begitu, nanti Papa coba cari di pasar, jalanan, atau toilet umum terdekat."

My Sugar Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang