1. Satu - Berjuta Rasanya.

10 1 0
                                    

Tita menarik nafasnya lega. Siang itu rasanya menjadi hari terbaik baginya. Namanya terpampang pada pengumuman yang ditempel di mading fakultasnya. Ia berhasil melewati tahap demi tahap untuk meraih beasiswa bergengsi yang ditawarkan oleh universitas tempat ia berkuliah. Tercatat setiap tahunnya hanya tiga orang saja yang bisa mendapatkannya. Rupanya semesta memang sedang berpihak padanya.

Sambil berjalan meninggalkan gedung fakultasnya, Tita menuju kearah coffee shop favoritnya yang berada di seberang kampus. Siang begini pasti ramai, pikirnya. Tapi tak masalah, tentu ia akan memilih lantai dua sebagai tempat untuk menyendiri. Tita suka menyendiri. Bukan berarti ia introvert, hanya saja ia sedang ingin sendiri. Tak ditemani siapapun.

Tita membuka pintu coffee shop itu, disambut barista yang cukup mengenal dan menghafal namanya. Barista itu tersenyum kearahnya.

"Welcome back, Mbak Tita." Mas Rio, barista sekaligus owner coffee shop itu menyapanya.

"Eh Mas Rio. Ah ya, tumben disini? Lagi nggak kuliah?" Rionara Raditya. Rio adalah seniornya, mantan ketua bem fakultas yang sama dengan Tita. Usianya terpaut empat tahun dari Tita, kini Rio sedang menjalani studi pascasarjana. Di kampus yang sama pula dengan Tita, sama seperti saat dirinya meraih gelar sarjana.

"Enggak nih, kebetulan kosong aja. Tita sendiri aja?"

"Iya nih mas, temen-temen lagi sibuk sendiri-sendiri." Jawab Tita seraya tertawa kecil.

Mas Rio ikut tertawa melihatnya, enggan melanjutkan pertanyaan karena merasa tak enak dengan Tita. Ia memutuskan mengganti topik pembicaraan. "Kalo gitu seperti biasa ya? greentea frappucino with extra caramel syrup?"

"Iya mas. Ukurannya large ya." Tita meraih tas ransel coklat miliknya. Membuka dan mengeluarkan tiga lembar uang sepuluh ribuan. Kemudian ia menyerahkan kepada Mas Rio yang kebetulan juga bertugas menjadi kasir.

"Nih red velvet cake kesukaan kamu. Sebagai bonus. Have a nice day, Tita." Mas Rio menyerahkan nampan berisi sepiring red velvet cake dan greentea frappucino milik Tita. Tita kehilangan kata-kata. Mas Rio tersenyum kepadanya. Terlihat jelas lesung pipit di pipinya. Kemudian ia mengambil uang Tita dan melanjutkan lagi membuat pesanan berikutnya.

"Mas Rio, thanks a lot. Have a nice day, too. Makasih banyak untuk bonusnya." Tita mengangkat nampan hitam legam itu dan berjalan ke lantai dua di coffee shop milik Mas Rio. Satu-satunya coffee shop yang ramai di wilayah sekitar kampusnya.

Tita memilih duduk didekat jendela. Syukurlah siang itu lantai dua tak seramai biasanya. Tita datang di saat yang tepat.  Dan kali ini moodnya sedang bagus. Bibirnya berulang kali membentuk senyum, pertanda hatinya bahagia.

***

Aldo mengetik pesan singkat pada kekasihnya, mengabari kalau hari ini akan telat menjemput tak seperti biasanya. Mendadak ada rapat internal dengan dosen pembimbing dan rekan satu laboratoriumnya. Perasaannya khawatir. Ada terbesit rasa tak enak. Berharap kekasihnya mengerti dan memahami bahwa di tahun terakhirnya ini segala hal bisa berjalan dengan lancar dan baik. Seperti yang seharusnya telah direncanakan untuk lulus tepat waktu.

Lima menit, sepuluh menit, tak terasa sudah tiga puluh menit waktu berjalan setelah Aldo menekan tombol kirim pada pesan singkat yang ia kirim pada kekasihnya. Kekasihnya belum membalas. Pikirnya ia sibuk, tak sempat membuka handphone. Tak berpikir macam-macam, seperti yang selalu ia lakukan.

Aldo berjalan ke lantai empat departemennya. Sambil membawa tumpukan kertas yang berisi laporan miliknya, Aldo berjalan perlahan. Menyusuri satu demi satu anak tangga.

"Eh do, murung amat. Karena jadwal meeting yang mendadak ya?" Laki-laki itu menepuk bahu Aldo. Aldo yang setengah melamun, merasa kaget. Rupanya teman satu laboratoriumnya, Kemal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang