Vote? Harus!!
•
•
Komen? Wajib√Selamat membaca!!
_____________________
Bel istirahat berbunyi membuat seluruh makhluk kelas bersorak bahagia. Hampir dua jam mendengarkan ocehan guru berkumis yang satu ini, membuat seisi kepala Bella hampir pecah. Ralat, bukan Bella saja tetapi seluruh murid kecuali murid yang teladan. Mangkat telat bali edan, canda edan.
"Nggak jelas banget bapak Lo Bel!" Ujar Karin menatap kepergian pak Iwan.
"Dih Gue punya satu aja sangarnya minta di uji coba, apalagi nambah." Balasnya.
"Lagian heran Gue sama pak kumis, nggak bosen apa ngomong terus." Ucap Febi sambil merapikan buku-bukunya.
"AAAAAAAAAA." Bagai singa kelaparan, Nadia menguap tanpa menutup mulutnya. "Dia yang nyerocos mulut Gue yang aus, kantin kuy! Mulut Gue sampe pait dengerin pak Iwan ngoceh."
"Ayok keburu rame." Ajak Bella beranjak mendahului teman-temannya.
"Nggak ikut Bay?" Tanya Nadia pada Bayu yang sedang sibuk menulis di bukunya.
"Enggak, duluan aja." Jawab Bayu yang hanya di beri anggukan oleh Nadia.
Bella dan yang lainnya berjalan secara beriringan menuruni tangga menuju lantai bawah untuk sampai ke kantin sekolah. Bella memutar bola matanya malas melihat tatapan-tatapan mata yang menatapnya dengan sangat intens. Tiga hari tidak berangkat sekolah rasanya sangat nyaman dan tentram, pasalnya jika berangkat ke sekolah ia selalu digibahi oleh orang-orang yang tidak menyukainya, apalagi adik kelasnya yang songong itu. sehingga membuat telinganya memanas.
Brakk!
Seisi mahluk kantin terlonjak kaget ketika Bella menggebrak salah satu meja yang berada di tengah-tengah ruangan kantin. Bahkan Febi pun sampai ngelus dada saking kagetnya.
"Plis deh ya!! Gue emang cantik, tapi Lo semua juga nggak usah lihatin Gue segitunya!!" Bukan Bella namanya jika tidak suka mencari masalah. Ia akan meluapkan segala emosinya kepada semua orang yang sudah mencari masalah pada dirinya.
"Cantik doang tapi sayang, ternyata munafik!" Tiba-tiba dari arah pintu masuk terdengar suara nyaring seseorang.
Tidak terima di katai munafik, Bella melangkah maju mendekati orang tersebut. "Heh bocah! Maksud Lo apa ngatain Gue munafik?!
Syerlin tersenyum. Bukan senyuman yang tulus, melainkan senyuman yang meremehkan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Tadi pagi Lo di anterin Azka kan?!"
Nyali yang sebelumnya sangat berani bahkan melawan, kini berubah menjadi gugup dan tidak tenang. Bagaimana Syerlin bisa tau kalau tadi pagi Bella berangkat bareng Azka? Padahal tadi Bella hanya turun di halte sekolah.
"Ha-h!?" Sebisa mungkin Bella menepis rasa gugupnya. Bisa gawat jika semua orang mengetahui tentang hubungannya dengan Azka. Apalagi jika kedoknya terbongkar.
Tidak lucu kan jika seorang Bella yang dulu di kenal sangat membenci Azka, kini berangkat bersama. Ralat, diantar lebih tepatnya. Karena Azka sudah lulus satu tahun yang lalu. Bella dan Azka hanya selisih satu tahun saja. Bella memang terkenal berani dengan kakak kelasnya. Jangankan kakak kelas, kepala sekolah saja ia hadapi. Menghina dan mencaci maki Azka di depan orang banyak Adah hobinya dulu, pada saat Azka masih satu sekolah dengannya. Katanya, Azka itu jelek, Azka itu dekil, Azka itu burik, dan makian yang lainnya . Tetapi justru kini malah menjadi bagian dari dalam hidupnya.
Berbeda dengan Azka yang tidak pernah mendengarkan ucapan orang selain ibunya. Dendam tetap ada, tetapi untuk apa dendam pada istrinya sendiri. Baginya, menikah hanyalah sekali dalam seumur hidup. Jadi sebisa mungkin Azka berusaha untuk menghadapi sifat egois Bella. Tapi entahlah.
Dulu memang Azka adalah seorang most wanted di sekolah yang Bella pijak sekarang. Tidak ada, yang tidak mungkin mengenal Azka. Bahkan pedagang kantin pun mengenal sosok Azka yang dinginnya melebihi kutub Utara. Sialnya, mengapa wajahnya tampan? Otaknya juga tidak dapat diragukan lagi. Tidak jarang Azka menyumbangkan piala untuk sekolah.
Hanya saja, Azka itu bukan orang kaya yang bisa memiliki apa yang ingin dimiliki. Ia harus berusaha keras untuk mendapatkan apa yang dia diinginkan. Dulu memang banyak yang membenci dan menghina Azka karena penampilannya. Ia bisa menjadi most wanted karena paras nya dan otak nya. Kadang, banyak siswa lain yang mengatai "miskin aja soksokan!" karena sifatnya yang sangat dingin. Tetapi Azka tidak memikirkan kata-kata orang lain yang membuatnya down. Tujuan hidupnya hanya untuk membahagiakan satu orang yang sudah berjuang susah payah dan berusaha untuk membahagiakan dirinya. Itu dulu, sebelum seseorang itu tiada. Sekarang juga Azka tidak mengerti jalan hidupnya harus ke mana.
"Tau dari mana Lo hah!?" Jawab Bella berusaha menahan emosinya.
"Sayangnya Gue nggak denger ucapan terakhir Lo waktu Azka pergi tadi." Bisik Syerlin tepat di telinga Bella. Lalu melangkah meninggalkan Bella yang sedang menegang.
Bella mengepalkan tangannya, hampir saja ia menonjok punggung Syerlin dari belakang jika Karin tidak mencegat tanganya. "Sabar Bel."
•••||•••
"Maafin aku ya, kemaren malem nggak jadi, kamu nunggu lama?" Tanya Azka lada seorang cewek yang ada di hadapannya. Kini keduanya masih berada di restoran Azka. Sekalian liat keadaan restoran, pumpun nggak ada kelas. Pikir Azka.
Gadis berwajah pucat itu hanya menggeleng. "Enggak kok, kamu kalau sibuk bilang aja. Apalagi sekarang udah punya istri." Jawab Sinta seraya tersenyum. Namun senyumannya tidak seperti senyuman yang biasanya. Entah itu dirinya lelah atau apa.
Azka mengalihkan pandangannya ke samping. "Aku nggak suka, kamu bahas itu."
"Azka, aku tau kamu-" belum sempat selesai Sinta berbicara, Azka sudah memotongnya.
"Sin pliss." Sinta hanya mengangguk paham. Ia sangat mengerti Azka. Bahkan lebih dari mengerti. Azka dan Sinta adalah dua orang yang bersahabat sejak kecil. Mungkin lebih dari sahabat, karena Azka sudah menjatuhkan hatinya untuk Sinta. Tidak berbeda dengan Sinta, dirinya juga menyayangi Azka lebih dari kata sahabat. Namun kedua lebih memilih untuk memendamnya. Apapun keluh kesah Azka pasti ia ceritakan pada Sinta.
"Kemarin ada orang yang daftar kerja di resto kamu, tapi aku tanya dulu sama kamu. Dan nggak langsung aku terima tanpa persetujuan dari kamu." Sinta juga orang yang selama ini membantu usaha Azka. Ia juga sudah menjadi tangan kanan bagi Azka. Dari restoran kecil hingga bercabang, Sinta lah yang setia menemani Azka.
Sinta asli Jogja, rumahnya di Jogja tetanggaan sama almarhum ayahnya Azka. Ayahnya Azka meninggal waktu Azka genap berusia dua tahun. Dulu beliau di tertabrak salah satu pengendara mobil di jalan raya. Karena dulu, pekerjaan nya hanya penjual tisu dan air mineral di setiap jalanan. Hidupnya dulu sangat susah, sampai akhirnya ibunya lah yang menjadi pahlawan keluarga.
Ibunya menjadi asisten rumah tangga untuk menghidupi satu anaknya itu. sialnya mengapa harus di rumah Bella? Azka dan Bella sudah bertemu sejak umur mereka masih dibilang seumur jagung. Dulu Bella sangat-sangat membenci Azka. Orang tuanya selalu memprioritaskan Azka di banding anak kandungnya sendiri. Apalagi jika mendengar ayahnya memuji Azka di hadapannya, rasanya sangat enek bahkan hampir muntah. "Azka yang cowo aja rajin, masa kamu yang cewe males." Kata ayahnya. Hal itu menjadi alasan Bella membenci Azka.
"Terserah kamu aja. Dan jangan lupa buat jaga kesehatan kamu Sin. Aku nggak mau kamu sakit cuma karena ngurusin resto." Azka sangat menyayangi Sinta, ia tidak mau ada hal buruk yang terjadi pada sahabat kecilnya itu. Senang dan susah sudah mereka berdua lalui bersama. Sayangnya takdir hanya meminta mereka untuk menjadi sepasang sahabat saja.
Jangan lupa votmennyaa!!!
Cimacacihh yang udah mampir❣️
Next kah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bellazka
Teen FictionAzka itu dingin. Bella itu bobrok. Bagaimana jika dua manusia yang saling membeci satu sama lain harus disatukan? Apalagi disatukan dalam sebuah ikatan yang sah, seumur hidup sekali. Menikah dengan orang yang sama sekali tidak pernah terpikirkan ole...