Bagian Kedelapan (2)

1 0 0
                                    

Darren berdiri mematung di depan rumah Vivi. Dia pun memutuskan untuk berangkat ke sekolah, dan menyerah untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara dia dan Vivi.

Di kantin sekolah, Vivi dan Boy kembali menebarkan kemesraan mereka di depan Darren. Hal itu tentu saja membuat Darren sakit hati, tapi dia berusaha menutupinya.

"Dar, wah...bener-bener yah itu Vivi sama Boy ga punya hati banget sih, mereka kayaknya sengaja deh bikin lo sakit hati, liat aja suap-suapan begitu,"gerutu Gio, sambil menikmati makanannya.

"Udah biarin aja, terserah dia mau ngapain, gue juga udah ga peduli lagi, gue tadi udah coba ngikutin saran kalian, gue datang ke rumahnya untuk jelasin ke dia, tapi dia ga mau dengerin,"Darren menggangkat kedua bahunya sambil terus mengaduk-ngaduk jusnya jeruknya.

"Yang sabar ya Dar, gue yakin suatu saat dia akan nyesel karena udah buat lo menderita begini,"hibur Kenny yang sejak tadi hanya menyimak tanpa berniat ikut campur.

"Ya udah, balik yuk, udah mau bel,"Gio berdiri diikuti oleh Kenny dan Darren.

"Kalian duluan deh, gue mau ke toilet sebentar,"Darren berpisah jalan dengan Gio dan Kenny.

Setelah selesai menuntaskan panggilan alamnya, dia keluar dari toilet, tanpa sengaja dia berpas-pasan dengan Vivi.

"Minggir,"ketus Vivi, Darren memilih diam dan mempersilahkan Vivi untuk melewatinya.

Darren memutar tubuhnya,"Vi,"panggilnya.

Vivi yang dipanggil pun berhenti sejenak, tapi dia tidak membalikan tubuhnya,"Asal lo tau, yang dibilang Boy itu salah, gue memang pernah berpikir untuk bertaruh dengan Boy, tapi gue ga jadi melakukan itu, gue sayang sama lo tulus, dari awal gue liat lo, gue suka sama lo, dan semakin suka waktu gue liat lo berbeda dari cewek lainnya, tapi ternyata gue sepertinya salah menilai lo,"

Saat Darren beranjak pergi, tiba-tiba Vivi memutar tubuhnya, menatap Darren yang sudah memunggunginya,"Dar, gue ga tau omongan yang mana yang bener, lo atau Boy, tapi yang jelas soal itu cukup jadi pelajaran buat gue untuk ga gampang nerima perasaan orang lain, gue udah ga marah sama lo soal itu, tapi gue benci sama bokap lo, karena papa lo yang udah menyebabkan mama dan papa gue meninggal,"

Darren cukup syok mendengar ucapan Vivi, dia berjalan menghampiri Vivi untuk meminta penjelasan dari perkataannya tadi.

"Maksud lo apa?"

"Lo inget kan, cerita gue waktu kita di panti asuhan waktu itu, Boy cerita ke gue kalo dia ga sengaja dengar obrolan lo dengan pembantu lo waktu itu, terus dia nyari panti asuhan yang dimaksud dengan tujuan membantu lo menebus kesalahan papa lo, menolong anak kecil yang orangtuanya meninggal waktu itu, tapi ternyata anak kecil itu gue, lo ngerti kan sekarang maksud gue apa,"cerita Vivi

"Ga...ga mungkin, ini pasti salah paham, ga mungkin papa gue melakukan itu, lo...lo jangan terlalu percaya sama Boy, dia itu sengaja ngarang cerita supaya lo benci sama gue,"Darren meraih tangan Vivi, dan ditepis oleh Vivi.

"Apa untungnya dia melakukan itu Dar, udahlah...gue sekarang udah jadi pacarnya Boy, mendingan lo jauh-jauh dari gue, ga enak diliat sama orang lain, nanti disangkanya yang enggak-enggak lagi,"Vivi pergi meninggalkan Darren, kembali ke kelasnya.

Gue akan cari tahu yang terjadi sebenarnya dari papa, ga mungkin papa ngelakuin semua itu, ini pasti cuma salah satu akal-akalan Boy aja untuk mendapatkan Vivi -batin Darren

***

"Darimana saja kamu Dar,"panggil Papa Darren saat dia ingin menaiki tangga.

"Kenapa udah sore begini baru pulang?"

"Abis main dari rumah temen pa,"balas Darren malas tak berniat menatap papanya

Darren membalikan tubuhnya,"Pa, Darren udah pikirkan baik-baik, Darren ijinin papa nikah lagi, tapi tolong jawab satu pertanyaan Darren,"

"Apa?"kening papa Darren berkerut

"Darren minta papa jujur sama Darren, apakah papa pernah nabrak mobil yang isinya satu keluarga, dua orang dewasa meninggal dan satu lagi korban tabrak lari, anak kecil yang bernama Vivi?"

Dilihatnya wajah papa Darren, terlihat kaget, dia tidak menyangka rahasia yang selama ini disimpannya rapat-rapat, akhirnya terbongkar juga.

"Iya, papa memang pernah menabrak sebuah mobil beberapa tahun yang lalu, kejadiannya saat mama kamu meninggal, tapi papa yakin dan tahu betul kalo nama anaknya itu bukan yang tadi kamu sebutkan, papa memang menabrak keluarga itu, tapi papa juga bertanggung jawab terhadap anak kecil itu,"cerita Galih yang merasa sudah tertangkap basah, terpaksa dia menceritakan semuanya di depan anaknya, supaya anaknya tidak salah paham padanya.

"Waktu itu teman papa seorang polantas yang bertugas malam, sedang berada di sekitar kecelakaan itu, dia yang membantu papa untuk menolong anak itu, dia membawa anak itu ke salah satu panti asuhan yang berada ga jauh dari tempat kecelakaan, nama anak itu Dahlia, papa membiayai semua keperluannya, termasuk sekolahnya, papa juga sering berkunjung ke panti itu, untuk melihat keadaannya, dan sampai sekarang dia masih tinggal di panti itu,"rambutnya yang sedikit beruban, keningnya yang berkerut menandakan usianya yang sudah tak muda lagi, Galih berjalan mendekati anaknya.

"Nak, bukankah papa dulu sering mengajarkan kamu untuk bertanggung jawab atas apapun kesalahan yang kamu lakukan, tidak mungkin papa lari dari kesalahan papa, kecelakaan waktu itu ga bisa dihindarin, papa sudah berusaha mengerem, tapi karena melaju dengan kecepatan tinggi, mobil papa hilang kendali, akhirnya menabrak mobil itu, papa sudah berusaha menebus kesalahan papa, dengan mengurus anak itu, kamu percaya kan sama papa,"

"Ya, Darren percaya sama papa, maaf kalo Darren sudah menuduh papa yang bukan-bukan,"

"Iya, ga apa-apa, papa mengerti, papa yang salah, harusnya dari awal papa cerita ke kamu, cuma waktu itu kamu masih kecil dan kamu juga bersikap dingin ke papa, papa minta maaf kalo papa selama ini ada salah, papa minta maaf karena papa ga bisa menjaga mama kamu dengan baik, maaf karena papa membiarkan kamu terluka sendirian, maaf..."

"Pa...sudahlah...Darren udah ga marah kok sama papa, Darren udah maafin papa, maafin Darren juga karena selama ini berpikir papa ga pernah peduli sama Darren dan mama, dan maaf lagi ya pa, Darren tau semua ini dari Bi Inem,"Darren memotong perkataan papanya, tak sanggup melihat papanya terluka semakin dalam, air mata sudah terbendung di kelopak matanya, kantong matanya yang tebal dan membesar sangat jelas terlihat, menandakan betapa lelahnya dia.

Darren pun memeluk papanya dengan tulus, Galih juga membalas pelukan hangat anak samata wayangnya itu.

"Udah dramanya lah, Darren mau mandi dulu, bau ini hehehe..."Darren melepas pelukan papanya dan terkekeh.

"Iya, kamu bau, abis ngerokok juga ya, inget Dar kamu masih muda, jangan ngerokok, ga baik buat kesehatan kamu, papa ga suka kamu ngerokok dan jadi anak bandel ya, awas aja kamu sampai papa dapat laporan dari sekolah,"tegur papa Darren

"Iya iya, ya udah aku naik dulu ya pa, bye..."balas Darren, diikuti dengan anggukan oleh papanya.

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang