Bagian Kesembilan -Kenangan tentangnya

1 0 0
                                    

Vivi menghempaskan tubuhnya ke kasur empuknya, menghela napas sejenak, memejamkan matanya, teringat perkataan Darren tadi siang. Sebenarnya selama menjalin hubungan dengan Darren, dia merasa Darren benar-benar tulus mencintainya, dia juga tidak percaya bahwa Darren mempermainkan perasaannya, tapi kenyataan berkata lain, termasuk kenyataan penyebab orangtuanya yang meninggal, membuatnya semakin membenci Darren dan melawan kata hatinya.

Padahal dia tahu bagaimana Darren berjuang untuk merubah kebiasaan buruknya demi dirinya, Darren juga sudah membantunya mengatasi traumanya, merubah pandangannya tentang gelap, dan gemuruh hujan, menjadi pemandangan yang indah.

Saat sedang memikirkan kenangan yang sudah dilewatinya bersama Darren, Vivi pun tertidur.

Keesokan harinya, Vivi berangkat sekolah pagi-pagi sekali, dan disapa oleh Boy di parkiran sepeda.

"Pagi Vi, sorry ya tadi ga berangkat bareng, yuk ke kelas,"Boy yang sejak tadi duduk menunggu kehadiran Vivi, berdiri dengan wajah sumringah

"Ga ada Darren disini, jadi plis ga usah drama, gue ga suka,"cibir Vivi, tapi Boy tak mempedulikannya, dia berjalan berdampingan dengan Vivi.

Ini hari kedua sejak mereka memutuskan berpacaran di depan Darren, hingga menyebabkan banyak gosip tidak enak yang terdengar di telinga Vivi, beberapa mengatakan Vivi matre, beberapa mengatakan Vivi playgirl, dan lain-lainnya, tapi Vivi tidak peduli apa kata mereka, yang penting baginya dia bisa membuat Darren merasakan sakit yang sama seperti luka yang udah diberikan Darren padanya.

Sesampainya di kelas, setelah manaruh tas dan duduk di kursinya, Carla tiba-tiba datang menghampirinya.

"Vi ikut gue sekarang, gue mau ngomong,"Carla menarik tangan Vivi, dengan cepat dia berdiri, mengikuti Carla, tanpa sempat bertanya padanya. Carla membawa Vivi ke dalam ruangan yang biasa dipakai sebagai aula berkumpul untuk rapat guru, seminar, dan lain-lain, bisa dibilang sebagai ruangan multifungsi.

"Kenapa sih La, lo pagi-pagi udah narik-narik tangan gue, sehari ga ketemu aja, kangen lo sama gue?"

"Jelasin ke gue sekarang!"perintah Carla.

"Jelasin apaan?ga ngerti deh gue, oh iya...gimana keadaan lo?lo udah sembuh?kemarin kan kata lo masuk angin, makanya jangan kebanyakan makan angin hahaha..."Vivi tertawa lebar.

"Vi, jangan mengalihkan pembicaraan ya, gue minta lo jelasin ke gue, kenapa lo bisa pacaran sama Boy?lo kan tau, Boy gimana, dia bad boy Vi, lo juga tau dia pembully, lo sendiri yang cerita ke gue, terus kenapa lo bisa pacaran sama dia?dia ga lebih baik dari Darren, dia bahkan lebih buruk daripada Darren,"tuding Carla, setengah berteriak karena marah.

"Lo tenang dulu ya, gue jelasin, kenapa gue milih Boy, karena gue mau coba move on, gue mau belajar melupakan Darren dan cuma Boy yang bisa bantu gue, lagipula gue udah ga suka sama Darren, gue benci sama dia,"

"Bohong, lo bisa bilang gitu, tapi mata lo ga bisa bohong Vi, kenapa harus Boy, kenapa ga yang lain?kenapa harus dia?Vi...yang gue bilang di telpon waktu itu, kalo Boy beneran tulus sama lo, itu cuma candaan doang Vi, gue ga serius, Vi lo harus putus dari Boy, gue ga mau lo kenapa-kenapa,"wajah Carla memelas, emosinya sudah sedikit menurun.

"Gue ga apa-apa kok La, lo ga usah khawatir, tenang aja, gue baik-baik aja kok, kenapa gue milih Boy karena dia mencintai gue, dan kata orang dicintai lebih baik daripada mencintai, makanya gue nerima dia,"Vivi tersenyum kaku.

"Terserah lo deh Vi, pokoknya gue tetep ga setuju lo sama Boy, kalo ada apa-apa kabarin gue, lo harus hati-hati sama dia ya,"pesan Carla, membuat Vivi kembali tersenyum, merasa begitu beruntung mempunyai sahabat seperti Carla yang selalu menceramahinya.

"Iya, ya udah, balik ke kelas yuk, bentar lagi mulai pelajarannya,"ajak Vivi, diikuti anggukan dari Carla.

Bel tanda masuk sekolah berbunyi saat Vivi dan Carla tiba di kelas. Bu Ros masuk ke kelas, memberikan materi dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa-siswi di kelas.

Selama pelajaran berlangsung, Carla terus saja merasa gelisah, dia memutuskan untuk mengirim pesan singkat dari handphonenya yang ditaruh di kolong meja secara diam-diam pada Gio.

Gio ada berita gawat, Vivi menerima Boy jadi pacarnya, gue ga tenang nih, gimana caranya cari bukti yang menunjukan kalo Darren itu ga salah, bantuin dong...gue ga mau Vivi menyesal dan terlambat sadar.

Gio yang sedang menyalin tulisan di papan tulis, merasakan getaran di saku celananya, segera di mengambil handphonenya, menaruhnya di kolong meja, tertara nama Lala di layar hanpdhonenya, dia membuka isi pesan singkat itu.

Tak lama kemudian, Carla menerima balasan dari Gio.

Gue juga tau berita itu, nanti kita omongin di kantin, jadi nanti makan bareng gue ya ok 😉

"Dih...apaan sih ini orang, nyari kesempatan dalam kesempitan aja, ga tau gue lagi cemas apa,"Carla berceloteh sendiri, dengan suara yang setengah berbisik, sambil menepuk jidatnya pelan, dan tersenyum kecil.

Dua jam sudah pelajaran berlangsung, waktu istirahat tiba. Seperti yang sudah dijanjikan oleh Gio, dia mengajak Carla untuk ke kantin bersama. Sesampainya di kantin, mereka mulai membicarakan masalah yang terjadi antara kedua sahabat mereka.

"Jadi gimana nih Gio?lo tau sendiri kan gimana sih Boy, gue ga mau yah...temen gue yang polos itu jadi korban,"

Gio mengangkat bahunya,"Yah...gimana lagi, saran gue sih, mendingan kita tunggu aja, tapi emang Vivi ga cerita apa-apa ke lo?bukannya biasanya dia suka curhat gitu,"

"Ga ada, tadi dia cuma bilang kalo cuma Boy yang bisa bantu dia untuk move on dari Darren, dan kenapa dia milih Boy, karena Boy cinta sama dia, gue sih ga tau persis gimana sih Boy, tapi dari cerita orang-orang aja, gue udah cukup tau kalo dia bukan cowok baik-baik,"tuding Carla kesal, matanya sedikit menyipit.

"Gue sih masih yakin, kalo Vivi dan Darren masih saling cinta, tapi Vivi benci sama Darren, karena dia udah mempermainkan perasannya, selain itu dia juga menyalahkan Darren atas kematian orangtuanya, padahal prasangka dia itu cuma didengar dari mulut Boy doang, yang belum tentu semuanya benar,"lanjut Carla dengan nafas tak beraturan karena emosi

"Iya sih, arrrggghhh..."Gio menggaruk-garukan kepalanya frustasi, sementara Carla menghela nafas berat

"Ya udah begini aja, kita liat perkembangannya dulu, sambil kita pikirin gimana caranya menyatukan mereka kembali, gue juga kasian soalnya sama Darren, dia galau tiap hari, tiap malam minggu dateng ke rumah gue dan Kenny, gue salut juga sih sama dia, mau berusaha berubah sampe begitu demi Vivi, terus yah...waktu gue sama Kenny merokok di teras, dia memilih makan permen daripada rokok, sebenarnya Vivi itu ga layak buat dia,"

"Heh...apa lo bilang, minta dihajar ya,"protes Carla, matanya melotot tajam

Bad Boy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang