Part 3

75 5 0
                                    

Hujan terus turun dengan derasnya bersamaan dengan suara guntur dan kilatan-kilatan petir.

Off dan Gun terlarut dalam ciumannya yang pertama, di luar pekerjaannya sebagai aktor.
Di tengah kegiatannya tiba-tiba ponsel Gun berdering. Gun yang hendak beranjak meraih ponselnya di hentikan oleh Off dan Off menghentikan bunyi dari ponsel Gun tak lama kemudian ponsel itu berdering menandakan ada pesan masuk.
Gun pikir itu mungkin adiknya. Off tiba-tiba mengangkat tubuh mungil Gun ke atas pangkuannya dan Gun mengalungkan tangannya di leher Off.

Gun sudah terengah kehabisan oksigen namun Off enggan untuk melepas bibirnya dari milik Gun.

"Papii!" Ucap Gun ketika bibirnya masih menyatu dengan milik Off dan memukul pelan pundak Off.
Off hanya terkekeh, mencium bibir Gun singkat lalu memeluknya. Dan Gun memeluk Off juga, menenggelamkan wajahnya di antara pundak dan leher belakang Off.

"Gun."
"Hmm?"
"Aku rindu."
"Kenapa? Kan kita bertemu hampir setiap hari."
"Tapi kadang kau menghindar dariku dan sekarang kau semakin jarang memanggilku Papii." Ucap Off sedih. "Apa sekarang sudah ada yang menggantikan aku? Kau punya Papii baru?" Gun tertawa ringan mendengarnya.
"Hahah tidak, Papii." Ucap Gun dengan semakin mengeratkan pelukannya dengan Off.
"Gun. Jangan pernah berpaling dariku ya." Pinta Off dengan tulus
"Tidak akan." Sekian detik mereka terdiam. "Karena aku tidak pernah jatuh kepadamu." Lanjut Gun membuat Off mendorong tubuh mungil Gun. Off menatap Gun dengan mengerutkan alisnya.
Wajah Off sangat lucu di hadapan Gun walaupun hanya dengan diterangi lilin Gun bisa jelas melihat mata Off penuh dengan kesungguhan.
Gun meletakkan kedua tangannya di pipi Off, menangkupnya dengan lembut.
"Papii, sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu sebagai Papiiku." Ucap Gun dengan lembutnya.
"Lalu kenapa kau berubah?"
"Aku tidak berubah Papii, aku hanya ingin menjaga perasaan Lucy."
"Tapi sekarang aku sudah putus dengan Lucy. Panggil aku Papii lagi ya? Tidak ada perasaan yang harus kita jaga. Cukup kau menjaga perasaanku dan aku akan menjaga perasaanmu."
"Hmmm.." Gun memutar bola matanya berpura-pura berpikir.
"Kenapa harus berpikir dulu?"
"Hmm, aku akan memanggilmu Papii jika kau memberiku uang setiap hari."
"Daai, aku bisa. Kau ingin berapa perhari hah? 1.000 baht? 10.000? Atau 100.000?"
"Serius kau bisa memberiku 100.000 baht per hari?"
"Tidak. Nanti aku bangkrut." Gun tertawa mendengarnya dan Off juga ikut tertawa.

"Kau mengantuk?" Tanya Off kepada orang yang ada di hadapannya.
"Belum."
Off meniup lilin di atas meja dan mengangkat Gun ke pangkuannya.
"Hei, mau kemana? Turunkan aku." Pinta Gun tapi tak Off hiraukan. Off berjalan menuju kamar Gun menyusuri anak tangga dengan penerangan dari ponselnya.
"Ah, aku takut jatuh."
"Tidak akan." Ucap Off dengan tenang yang berhasil melewati anak tangga.
Off masuk ke kamar Gun lalu menutup pintu kamar Gun dan menguncinya lalu Off mencium telinga Gun dan menghempaskan Gun ke atas kasur.

"Papii!" Wajah Gun memanas. Tiba-tiba lampu menyala lagi.
"Auw, Gun. Kau kenapa? Wajahmu memerah." Gun spontan memegang kedua pipinya yang terasa panas.
"Hah? Apa? Tidak."
"Hei, aku bisa melihatnya." Off melompat ke kasur Gun.
"Papii, nanti kasurku bisa rusak."
"Nanti aku belikan lagi." Off meraih tubuh Gun dan memeluknya erat.

"Sudah, kita tidur. Besok aku harus ke kantor pagi-pagi."
"Matikan dulu lampunya."
"kenapa? Kau mau apa?"
"Apa gunanya lampu tidur jika kau menyalakan lampu utama?"
"Ya, ya, ya, ya." Off beranjak berjalan menuju saklar lampu dan mematikannya.

Kini mereka berdua terbaring di atas tempat tidur menatap langit-langit atap yang sama.

"Gun kenapa kau menjaga jarak dariku?"
"Tadi sudah ku jawab pertanyaan itu."
"Tapi ketika aku berpacaran dengan Mook, kau tetap memanggilku Papii dan masih suka menempel-nempel denganku."
"Papii, Lucy dengan P'Mook itu berbeda." Gun memiringkan badannya menghadap Off.
Mereka berhadapan dan matanya bertatapan.
"P'Mook bisa mengerti posisi kita. Tapi Lucy tidak. P'Mook bisa menerima kehadiranku diantara kalian, tapi Lucy tidak."
"Dengan P'Mook aku bisa bertingkah seperti aku dengan sahabatku sendiri, bahkan dia mau menjadi peliharaanku seperti P'Tay dan P'New. Dia mau bersahabat denganku dan dia bahkan menganggapku sebagai adiknya. Aku bukannya ingin membandingkan Lucy dengan orang lain. Tapi memang begitu kenyataannya. Tidakkah kau melihat bagaima cara Lucy menatap ku dan berbiacara padaku? Terkadang aku takut dia akan menerkamku tiba-tiba. Tapi aku tidak bisa menyalahkan Lucy atas perbuatannya, karena aku pikir wajar saja dia begitu karena dia kekasihmu sedangkan aku hanyalah rekan kerjamu." Jawab Gun panjang lebar.
"Tapi untukku kau lebih dari rekan kerja, Gun."
"Ya, untukku juga. Aku sudah menganggapmu sebagai Phi ku sendiri." Sebenarnya Off sedikit sesak ketika mendengarnya. Ia tak puas ketika mengetahui Gun hanya menganggap Off sebagai Phi nya saja. Off kira Gun memiliki perasaan khusus untuk Off.
"Apakah sakit? Ketika aku memiliki seseorang di sampingku? Ketika Lucy bersikap begitu padamu?"
"Hahah, tidak, Papii. Aku justru ikut bahagia jika Papii bahagia dan aku bisa menerima sikap Lucy—yang begitu padaku." Ucap Gun dengan senyuman yang tulus tersungging di bibirnya.
Padahal di dalam hatinya Gun merintih setiap kali mengingat bahwa Off memiliki seseorang di sampingnya.

Love Between OffGunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang