"Jadi Hacker?" tanya Aya sekali lagi.
Arjuna mengangguk, "Ya, kita akan jadi Hacker."
"Bukannya itu pekerjaan jahat?" tanya Aya terdengar hati-hati.
"Itu jika yang salah menggunakan kecerdasannya," jawab Arjuna dengan mantap.
"Hm, terus caranya gimana? Lo pernah jadi Hacker sebelumnya?" cicit Aya.
"Lo tau? Gue sama teman-teman Gue itu Hacker. Kita berlima Hacker. Dulu, pas SMP, kita gunain kecerdasan itu untuk mencuri akun Game Online. Tapi, pas kita sadar itu salah, akhirnya kita berubah. Kita menggunakan kemampuan Hacker kita itu untuk mengembalikan akun orang dan juga membantu memecahkan masalah-masalah," jelas Arjuna panjang lebar.
Aya menatap takjub, "Ternyata Lo sama temen-temen bobrok Lo itu keren juga, ya?" Aya menggeleng kagum, "Takjub Gue."
"Dont judge people by the cover."
Aya mendelik, "Gaya."
"Terus pertama rencana kita apa?" tanya Aya
"Jadi, Lo mau nih, kita kerjasama?"
Aya berpikir, "Kayaknya bukan kerjasama deh, lebih tepatnya Lo yang bantuin Gue, Makasih, lho."
Arjuna tersenyum tipis. "Ya."
"Terus rencana awalnya gimana?"
"Besok aja kita rencanain di sekolah, mendingan sekarang Lo pulang. Nanti Bokap Lo nyariin," ucap Arjuna.
Aya mengehala napas. "Iya, dicariin untuk dimarahin."
Arjuna mengusap bahu Aya, "Jangan payah gini. Gimana Lo mau ngehadapin masalah Lo kalau Lo kayak gini?"
Aya menatap Arjuna lalu tersenyum. "Bisa!" Aya menyemangati dirinya sendiri.
"Pasti bisa!" timpal Arjuna. "Yuk, pulang."
🍂🍂🍂
"Shut, Aya? Gimana?" tanya Arjuna berbisik sambil menopang kaki Aya.
"Rumah Gue kayaknya sepi deh," ucap Aya melihat Arjuna yang erada di bawah.
Mereka berdua sekarang sedang melihat rumah Aya dari samping halaman. Dengan Aya yang menginjak telapak tangan Arjuna.
"Yaudah, masuk, gih!" perintah Arjuna. "Tangan Gue udah mulai sakit, badan Lo berat banget."
Aya melotot. "Enak aja, Lo!" protesnya.
"Yaudah cepetan naik," suruh Arjuna.
"Iya, iya, sebentar." Aya pun lebih memanjatkan dinding lagi. Hingga sampai di atas dinding. Kenapa tidak lewat depan saja? Karena untuk berjaga-jaga kalau di rumahnya ada papanya.
"Oke, Jun! Thanks, ya!" Aya tersenyum.
Arjuna hanya menjawab dengan gerakan tangan 'ok' setelah itu pun Aya loncat untuk memasuki rumahnya.
"Semoga aja, Papa emang beneran di luar." Aya terus saja merapalkan doa. Ia takut papanya marah melihat ia pulang jam 05.30
Lebih takut lagi, jika papanya mengetahui kalau ia bolos di jam sekolah. Setelah sampai di depan pintu, Aya memegang kenop pintu dengan gemetar. Perlahan tapi pasti, ia membuka kenop pintu itu dengan perlahan.
Ruang tamunya gelap. Aya bisa bernapas lega, karena kemungkinan besar papanya belum pulang.
Aya pun menutup pintu dan melangkah hendak menuju kamarnya. Belum sempat sampai di kamar, pintu ruang tamu tiba-tiba menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERITAN BATIN [TELAH TERBIT] ✔
Ficção AdolescenteSemua orang hanya bisa mendengarkan, bukan bantu menyelesaikan. Lantas, untuk apa bercerita kepada dirimu? -Ardelia Khanaya Dengan bercerita, luapan emosi keluar sudah. Batin yang selalu disiksa olehmu hanya butuh didengarkan, dengan siapa pun dan...