28 Melamar

1.5K 147 27
                                    

Bismillah,

Ruang tengah langsung hening. Hasti dan Alfi menatap Azwar. Jantung Alfi berdegup keras, jika Azwar mengucapkan satu nama habislah sudah suasana yang tadinya menyenangkan ini.

Hasti bangkit, melepas kacamatanya dan menatap Azwar. "Kamu?! Mau ngelamar siapa?!"

Azwar sekarang berdiri gelisah. Satu tangannya mencengkram tali tas punggungnya. Keningnya tiba-tiba berkeringat. Dia tadi spontan mengucapkan keinginannya, karena sekilas mendengar topik pembicaraan Alfi dan Hasti. Pikirannya penuh, apalagi setelah kedatangannya ke rumah Widati.

"Bukannya kamu masih sekolah spesialis? Dulu kamu bilang mau nikah kalo udah selesai spesialis?" Hasti terlihat tidak puas karena Azwar tidak menjawab.

"Ehm, saya ... saya ...." Azwar tercekat.

Alfi mendekat, menghampiri Hasti yang sekarang berdiri di hadapan adiknya. Lelaki itu berdehem, memancing Azwar untuk menatapnya. Ketika tatapan mereka bertemu, Alfi menggeleng. Dia ingin memberitahu Azwar untuk tidak mengatakannya pada Hasti.

Azwar mengerutkan kening. Dia mengerti maksud Alfi, tapi di dalam hati dia pun bertanya apakah Alfi tahu siapa yang akan dilamarnya. Kalau lelaki itu tahu, bagaimana bisa?

"Azwar, ditanyain kok diem aja?! Setahu Mama kamu udah lama nggak punya pacar, perempuan mana yang bisa bikin kamu tobat?"

"Dia, ehm ... dia memang istimewa, Ma," gumam Azwar.

Alfi langsung menggeleng lagi, menatap Azwar tajam. Rahasia Azwar tidak mungkin dibuka sekarang. Alfi tidak mengkhawatirkan dirinya, tapi reaksi Hasti ketika mengetahui perempuan yang dicintai Azwar. Perang antara keluarganya dengan keluarga Yoga masih memanas. Jika Azwar menyebut nama Amanda sekarang, Alfi yakin Mamanya akan langsung menolak.

"Ma, mungkin Azwar masih perlu waktu untuk cerita siapa ceweknya," kata Alfi.

Mama bergeming, matanya masih menelisik ekspresi gelisah Azwar. "Tapi nggak biasanya bocah satu ini serius sama cewek, Al, biasanya cuma main-main aja. Mama sih nggak keberatan kalo Azwar memang mau nikah, itu artinya dia sudah sembuh dari penyakit playboynya. Mama cuma nggak mau dia milih perempuan model Naira," tutur Mama.

Alfi langsung menghela napas. Ternyata Mamanya masih trauma. Pengkhianatan Naira dan Yoga menyakiti banyak orang, Hasti, Azwar dan Alfi tentunya. Ini membuat lelaki berambut lurus itu semakin kesal setiap kali nama Naira diucapkan.

"Calonnya nggak kaya Mbak Naira, kok, Ma," elak Azwar.

Alfi langsung meremas rambutnya. Dia cemas Azwar akan bertindak bodoh malam ini. "Ma, kita bicarakan besok aja lagi gimana? Ini udah malem, Mama mesti istirahat. Lagian Azwar kayanya perlu ngelurusin otaknya dulu," kata Alfi sambil menatap Azwar geram.

"Iya, tapi Mama penasaran. Pasti Azwar sudah merencanakan ini."

"Ma, Mas Alfi bener. Kayanya saya belum siap membahas ini, saya mau mikir-mikir lagi, Ma. Lagian sekolah spesialis saya masih perlu biaya banyak, nanti kalo sudah siap saya akan cerita sama Mama."

Alfi menghembuskan napas lega mendengar perkataan Azwar. Paling tidak dia punya waktu untuk ikut memikirkan jalan keluar dari masalah Azwar. Dia tidak membenci Amanda, bahkan gadis itu sepertinya calon yang tepat untuk Azwar. Masalahnya, waktu untuk membicarakan Amanda bukan sekarang.

"Piye to, War? Tadi mau ngelamar, sekarang mau mikir dulu. Kamu memang masih labil, wes dipikir dulu yang mateng. Mama siap ngelamar kalo emang ceweknya baik-baik. Tapi kalo seperti Naira, jangan harap Mama setuju. Nggak bakalan."

Mama berbalik, meninggalkan Alfi dan Azwar yang saling menatap. Keduanya kemudian menghembuskan napas. Alfi diam beberapa saat, kemudian ikut berbalik. Rasanya dia pun perlu beristirahat dan memikirkan banyak hal.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang