7. 'Orang Baik'

288 82 4
                                    

"Apa tujuannya? Kenapa setelah membakar, mereka memadamkannya?" Arluke berpikir keras di meja kerjanya.

Tak lama, pintu ruangannya diketuk dan seorang pria berambut honeyblonde masuk.

"Count, saya memiliki laporan" Zigar menunduk hormat sebelum berkata.

"Katakanlah" Arluke memangku pelipisnya di meja.

"Kami menemukan dua mayat pria tak terlalu jauh didalam hutan. Kami menduga, keduanya adalah penyihir. Salah satu penyihir tidak memiliki kepala, sedangkan yang satunya mati tertembak di dahi. Kami juga menemukan simbol budak di pipi penyihir yang mati tertembak" Zigar menjelaskan.

"Mati? Hanya dua?" Arluke bertanya untuk memastikan.

"Ya, Count. Kami hanya menemukan 2 mayat yang bisa diduga sebagai tersangka kebakaran mansion Duke Andalas" jawab Zigar.

Arluke menghela nafas. "Ini aneh, tidak mungkin dua penyihir yang merupakan budak, bisa membakar dan membuat hujan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Jika penyihir itu budak, maka mereka tidak akan sekuat itu. Juga, apa tujuan mereka, membakar kemudian memadamkannya?"

Zigar ikut berpikir. "Sepertinya, hal ini tidak melibatkan satu pihak saja"

"Ya, itulah satu satunya jawaban. Ada dua pihak, dan dua pihak itu pasti bermusuhan. Salah satu pihak merencanakan sesuatu, sedangkan pihak yang lain ingin menggagalkan rencana itu. Dan sepertinya, salah satu pihak memiliki kekuatan yang cukup besar. Mereka bisa membuat hujan dan menangkap dua penyihir dalam sekejap" Arluke akhirnya mencapai suatu kesimpulan.

"Tapi, salah satu penyihir itu sepertinya kepalanya meledak. Bukankah itu terjadi ketika seorang budak berkhianat?"

"Itu berarti pihak lain juga sedang mencari informasi.. Sepertinya kita entah bagaimana terlibat dalam konflik dua pihak yang kuat" Arluke menghela nafas berat.

Dia kemudian berdiri. "Selidiki, senjata api jenis apa yang menembak salah satu penyihir itu. Minta bantuan kepala inspektur jika perlu. Aku harus berbicara dengan Duke sekarang" perintah Arluke sebelum pergi.

"Lelahnya~" Lavia membiarkan tubuhnya jatuh diatas ranjang.

Sementara itu, Elena datang membawakan secangkir teh hangat untuk Lavia.

"Jadi, Tuan itu meninggalkan anda di tengah tengah kencan, nyonya?" Elena duduk di tepi ranjang sambil bertanya.

Lavia meminum tehnya kemudian melirik Elena kesal. "Aku bukan dicampakkan, tapi dia yang memiliki urusan mendadak"

Elena tertawa. "Hahaha tentu saja nyonya, saya juga tau. Pasti karena mansion Duke Andalas tiba tiba terbakar kan?"

Lavia mendengus dan kembali tengkurap di ranjangnya. Dia benar benar tak ingin mengingat kesialan itu.

"Aku sudah mengurusnya dan mengirim penyebab kebakaran itu ke neraka" kesal Lavia.

"Benarkah? Nyonya, kenapa anda tidak mengajak saya?" Elena manyun, merasa dikhianati.

"Gorza dan Wolf sudah lebih dari cukup. Anak kecil sepertimu itu tugasnya cukup menyiapkan teh untukku saja. Aku akan menyimpanmu dibawah ketiakku selamanya" Livia berkata acuh.

"Nyonya...! Yang benar saja?"

Livia membalikkan tubuhnya dan tidur terlentang. "Kenapa? Kau itu si bungsu, tak memiliki pengalaman sama sekali. Aku membuatmu menjadi murid terakhirku untuk melayaniku sampai hari tuaku nanti, bukan untuk mengirimmu ke ladang mayat" jelasnya lagi.

The metamorphosis of a villainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang