ngeselin!

63 7 1
                                    

"Dipikir-pikir, kayaknya Kakak udah nggak jahat lagi."

"Lo kira, selama ini gue jahat?"

Anya terdiam sebentar. "Bukan jahat, sih. Cuma kurang ramah aja."

Dion menaiki motor, Anya mengikuti di belakang.

"Tau apa lo?"

"Buktinya, selera humor Kakak semakin receh, dan gingsul itu." Anya menunjuk ke arah bibir Dion yang tertutup rapat. "Gingsul itu udah semakin sering keliatan."

Pemuda itu melirik ke arah belakang lewat kaca spion. "Lo sering perhatiin gue? Naksir, hm?"

Anya membuang muka. "Tapi Kakak masih nyebelin!"

"Jadi, lo beneran suka sama gue?"

"Enggak!"

Mendengar jawaban itu Dion menyeringai dibalik helm full face yang dipakainya.

Kedua remaja itu melaju membelah jalanan kota, angin yang bertiup tak membuat mereka mempunyai niat untuk berhenti dan membeli minuman hangat di pinggir jalan.

Sampai di rumah Dion disambut oleh Tama juga Carroline yang duduk di ruang tengah, masing-masing dari mereka memegang ponsel, tampak sangat sibuk.

Sementara Anya sudah masuk melewati pintu belakang seperti biasa. Gadis itu kelelahan, terlihat dari langkah gontainya tadi.

"Gimana rasanya tidur terlantar?" tanya Tama tanpa mengalihkan pandangannya.

Dion mendengus, ayahnya memiliki kepekaan yang luar biasanya. Padahal cowok itu sudah masuk ke rumah tanpa menimbulkan suara. Dion memilih pergi tanpa menjawab pertanyaan Tama.

"Tuli, ya?" sindir Carroline nyaring.

Dion berhenti di depan tangga, sungguh, ia sedang tak mau berdebat hari ini. Pemuda itu menutup matanya lalu mengembuskan napas, berusaha meredam emosi.

"Gak terlantar, kok. Dion ke rumah mama."

Tama membatu, ternyata putranya masih mengingat tempat itu. Rumah pohon dengan sejuta kenangan, Tama yang membuatnya sendiri. Untuk anak dan istrinya, dulu.

Pada akhirnya hanya deheman singkat yang cowok itu dapat sebagai balasan.

Pukul sebelas malam, terdengar beberapa suara dentingan dari dapur. Dion yang sepenuhnya terjaga memutuskan untuk memeriksa apa yang terjadi di lantai bawah. Akan bahaya jika benda-benda itu berbunyi tanpa ada yang mengendalikan, atau yang lebih parah ... ada maling yang berusaha mencuri persediaan mi instan di rumah ini!

Dion melirik sekilas, ada sesuatu yang bergerak-gerak di sana. Apa itu ... oh tidak! Dion tidak percaya makhluk seperti itu! Tetapi, mengapa lampu dapur berkedip terus? Dan aroma aneh apa ini? Melati?

Menelan saliva susah payah, pemuda itu memutuskan untuk mendekat. Mungkin itu bidadari yang tersesat lalu meminjam peralatan dapur untuk memasak karena lapar. Tentu saja! Rumah ini besar, siapa saja bisa tersesat di sini.

Namun, bukan sosok cantik yang ditemuinya, tetapi kelinci dengan wajah seputih kapur sedang berdiri membelakanginya. Anya.

Gadis itu memakai sebuah bando dengan hiasan telinga kelinci dan aroma melati yang tadi menyapa indra penciumannya ternyata berasal lilin aroma terapi di sudut ruangan.

"Eh! Kak Dion ngapain di sini?!" pekik gadis itu terkejut.

"Lo yang ngapain? Itu kenapa muka lo kayak kapur?"

"Ini namanya masker!"

Dion mengangkat bahunya acuh, pemuda itu mengambil tempat di belakang meja pantry, lalu duduk di sana. "Masakin gue juga!"

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang