My Life

479 59 22
                                    

Hinata hanya tersenyum mendengar celotehan sang putra yang kini masih dalam keadaan kesal bukan main setelah insiden di tepi danau nawi, tempat favorit persinggahan keduanya melepas penat sejenak setelah melewati hari panjang dan melelahkan bagi sang ibu yang berjuang memenuhi kebutuhan. Hinata masih setia mengelus punggung kecil putranya, sesekali terkekeh menimpali akan ketidakterimaan putranya karena kue kuckienya telah dirampas dan dicuri secara paksa.

Dengan masih membenamkan wajah di bahu sang ibu sambil terus mendumel lucu, Bolt yang sedang berada dalam gendongan Hinata hanya bisa menikmati elusan lembut dari tangan halus ibunya yang kini membelai surainya pelan, berjalan bersama menuju tempat kediaman apartemen sederhana mereka di distrik Shinjuku.

"Masih marah hm?," Hinata melihat wajah putranya yang kini menggembung lucu setelah mendengar pertanyaannya, menurunkan Bolt ketika putranya itu memberikan isyarat bahwa ia tak ingin lagi digendong dan lebih memilih berjalan sendiri, Hinata hanya menuruti serta menyamakan tingginya dengan sang putra.

"Bolt ingin belbagi kenapa bulungnya mengambil cemua, Bolt juga masih ingin kue kuki." Memandang wajah cantik ibunya penuh harap, semoga ia mendapatkan ganti rugi atas kelalaiannya, hingga membuat kue yang ia pegang raib diambil semua oleh burung-burung merpati yang terbang berkeliaran di tepi danau.

Hinata hanya terkekeh lalu mengecup seluruh wajah tampan putra kecilnya dari hidung, pipih, kening, mata, dan berakhir di bibir yang sedang mengerucut manyun itu, sangat lucu persis seperti dirinya ketika merajuk, Hinata patut bersyukur sifat dan karakter putranya ini, ialah yang lebih mendominasi, dan sedih ketika melihat ciri fisik dari sang anak yang bahkan tak mempunyai kemiripan sama sekali dengan dirinya, sembilan bulan berjuang seorang diri, bertarung nyawa saat melahirkan tampa ada yang menemani, sempat terbesik dipikirannya tuhan itu tidak adil sama sekali, cemburu?, saaaangat, itulah yang ia rasa, selalu berusaha menepis dan beranggapan bahwa putranya ini hanya dirinyalah yang memiliki. Tak ingin berbagi kasih setelah apa yang ia alami tampa peduli sama sekali pada sosok ayah dari anaknya yang sampai sekarang tidak ia ketahui siapa.

"Ibu janji, nanti setiba di rumah, ibu akan buat, bahkan lebih enak dari kue kuckie yang kita beli di tokoh tadi." Hinata menunjukan jari kelingkingnya pada sang putra sebagai janji pasti, membuat Bolt tak dapat menutupi kegembiraannya dengan membalas tautan jari sang ibu dengan kelingking kecilnya, tak lupa mengembangkan senyum riangnya hingga senyum itu menular pada Hinata yang sudah menahan gemas bukan main.

~•~

Hinata merenggangkan seluruh tubuh yang terasa pegal terutama pada bagian lengan dan pinggang, jam sudah menunjukan pukul satu dinihari, setelah lama berkutat dengan menyelesaikan beberapa dus baju yang harus ia setrika dan rapikan. Pekerjaan sampingan yang ia lakukan demi mengumpulkan pundi-pundi uang untuk menyambung hidup bersama sang anak, meskipun dengan tubuh yang sangat-sangat lelah, tapi Hinata patut bersyukur saat ketika menerima sorteran dari tempat laundry yang tak sanggup menyelesaikan pakaian dari para pelanggan, dan Hinata dengan senang hati akan melakukan pekerjaan apa saja sejauh pekerjaan itu baik, ada harapan dan angan ia panjatkan dalam tiap tetesan keringat yang keluar, berharap sang putra kelak dapat bernasib lebih baik dimasa depan.

Menatap sendu tubuh putranya yang kini sedang tertidur sambil memeluk boneka rubah, kado ulang tahun yang ketiga ia berikan beberapa minggu lalu. Putranya itu tetap bersikeras akan menunggu juga menemaninya sampai selesai, mau tak mau Hinata hanya setuju, lagipula hanya ada mereka berdua dan ia yakin Bolt tidak akan mau tidur tampa dirinya, berakhir sang anak jatuh terlelap karena pekerjaannya yang tak kunjung selesai.

Mengingat kembali ketika waktu makan malam tadi bersama Bolt, terputar jelas dalam ingatan dimana putranya itu bercerita sangat antusias tentang temannya yang mengundang untuk datang ke rumah besarnya yang seperti istana, di mana pada saat itu mengadakan pesta ulang tahun. Terlebih temannya itu mempunyai Tv besar, dimana ia menyaksikan robot robot keren melawan para monster, Hinata hanya menjadi pendengar baik sesekali ikut menimpali.

My Mom Is My HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang