"Tanpa pernikahan?" aku bertanya dengan hati-hati.
Rajendra ikut mendudukan dirinya menghadapku.
"Tidak, kami menikah." aku semakin tercengang mendengar jawaban Rajendra. Maksudnya apa, tolong jangan menjelaskan ini dengan setengah-setengah. Rasanya kepalaku semakin mengepul ingin meledak. Dugaan-dugaan negatif semakin banyak di kepalaku. Apa sekarang aku jadi istri kedua? Ya Alllah, betapa malunya jika aku berstatus seperti itu. Alangkah jahatnya apa yang sudah kukatakan pada Natasha waktu itu jika aku benar-benar seorang istri kedua.
"Bercanda kan?"
Rajendra memandangku serius. Kurasa dia sedang bicara jujur padaku.
"Tidak, itu benar, tenang sebentar saya akan jelaskan," mohon Rajendra padaku.
"Bagaimana aku bisa tenang? Kemarin-kemarin Mas buat aku seolah jadi istri Indosiar, sekarang? Mas bikin aku jadi pelakor Indosiar tanpa sadar, Mas maunya apa sih? Tolong jangan sembunyikan apapun lagi dari aku," kesalku.
"Kamu bukan pelakor, kami sudah bercerai bertahun-tahun lalu, tapi benar kami punya seorang anak perempuan," jawabnya membuatku lega. Paling tidak aku tidak sedang dalam status menjadi pelakor.
"Berapa usianya?
"Dua belas tahun,"
"Dua belas?" ulangku. Sialan! Udah bukan bocah yang bisa dikibulin lagi. Aku tidak menyangka sekarang aku telah menjadi seorang ibu tiri. Anak tiriku berusia dua belas tahun? Berikan aku kesabaran lebih Ya Allah, doaku. Gini amat sih bayar utang empat setengah miliar.
"Dulu saya pikir orang tua kami akan merestui saat kami ketahuan, yah ketahuan sedang melakukan 'itu', kami sengaja membuat ketahuan dan mereka mau tak mau membiarkan kami menikah," ungkap Rajendra mulai menjelaskan.
"Hasilnya?"
"Mereka menikahkan kami, setelahnya mereka tidak peduli, saya dan Natasha masih terlalu muda saat itu, lepas dari orang tua membuat kami kacau, pemikiran kami sama-sama belum matang dan emosi sesaat kami memisahkan kami," lanjutnya dengan nada lirih. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku sama sekali tidak berpengalaman soal ini.
Mau minta cerai juga tidak lucu sama sekali, bisa-bisa aku masuk akun perlambean lagi. Baru saja aku berpikir jika Rajendra adalah pria tepat untuk pernikahan tanpa cinta ini, tampaknya aku harus menarik ucapanku. Satu-satunya agar pernikahan ini bertahan lebih lama adalah aku mulai memahami dan memastikan kejiwaanku baik-baik saja kalau-kalau Rajendra punya kejutan lagi yang bisa saja mengikis mentalku lebih dari ini.
"Dimana anak itu?" tanyaku. Terserah mau seperti apa cerita masa lalu Rajendra dan Natasha. Aku tidak peduli lagi. Lama-lama aku bisa stress memikirkannya.
"Bersama Natasha," jawab Rajendra.
"Boleh besok atau kapan-kapan Aksel bertemu dengannya?" Rajendra diam untuk sesaat.
"Iya,"
"Okey," aku mengangguk tenang, lalu kembali merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dia pun ikut menyusulku kembali berbaring.
"Aksel," panggil Rajendra.
"Hm?"
"Sebenarnya saya sudah menyerah dengan cinta saya pada Natasha, tapi Nara adalah alasan sebenarnya kenapa saya menjadikan kamu tameng atas hubungan saya dan Natasha," ujar Rajendra padaku. Benar, mungkin ada bekas istri, tapi bekas anak tidak akan pernah ada sampai kapanpun.
Lama aku tak menjawab ucapannya. Jadi anak itu bernama Nara? Sesayang itu Rajendra pada anaknya, apa nanti jika kami punya anak dia akan melakukan hal yang sama? Mana mungkin, dia kan tidak mencintaiku. Apa yang nanti harus kujawab pada anakku jika ia bertanya tentang 'Ma kenapa Papa lebih sayang sama Ka Nara?' sakit banget dah bayangin anakku kurang kasih sayang bapaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Damage Sugar Baby
RomanceKegilaan Safira Soraya membuat sahabatnya Akselia Navier dalam masalah besar. Akselia yang notabenenya adalah seorang gadis baik tiba-tiba menjelma menjadi kucing liar yang meresahkan untuk banyak harimau di luar sana. Tapi untungnya, keliaran itu h...