PROLOG

301 58 15
                                    

"Yakin gak mau gua anter?"

"Yakin Chaa. Masih sore juga."

"Yeuu sore apanya, ini Ba'da Isya, Ai."

Gadis manis berkhimar coklat yang kini tengah memasukan bukunya ke dalam tas tertawa renyah. Setelah semuanya siap, ia menggendong tasnya kemudian berdiri menatap sahabatnya, Acha.

"Udah nggak papa. Gua berani kok."

Acha berdecak, sambil membetulkan hijabnya ia merogoh saku celananya, "Gua telfonin Bang Valid aja ya?"

"Nggak usah Acha!"

"Aii gua tuh khawatir sama lo. Lo tuh satu-satunya temen gua yang lumayan berhati malaikat, satu-satunya yang bisa ngasih pengaruh baik ke gua. Kalau lo kenapa-napa terummhh--"

"Gak boleh mikir yang ngga-ngga ihh!" Aisya melepaskan tangannya dari mulut Acha, setengah mencebik ia berjalan mendahului untuk keluar dari kamar Acha.

"Ai, gua anter deh."

"Ngomong sekali lagi gua ruqyah itu mulut ya."

Detik itu juga Acha terdiam. Setengah tidak rela karena ia betulan khawatir.

Aisya itu bagaikan seorang putri di keluarganya. Biasanya jika hendak keluar rumah pun pasti ada yang mendampingi. Entah itu Uminya atau Abangnya, Valid. Tapi malam ini Umi dan Abi Aisya sedang mengunjungi kerabat di luar kota. Bang Valid, lelaki berotak einstein itu sedang disibukan dengan pekerjaan yang baru didapatnya.

Dan dasarnya Aisya, gadis itu terlalu berhati malaikat. Tak ingin merepotkan siapapun dan selalu ingin melakukan apapun sendiri.

"Ibu, Aisya pamit pulang ya."

Wanita yang dipanggil Ibu oleh Aisya menoleh, "Lho? Nggak diantar Acha aja?"

"Gak mau tuh, ngeyel dibilangin."

Acha menyahut, ingat ya, dia masih tidak terima Aisya menolak tawarannya untuk mengantarnya pulang.

"Aisya berani kok, Bu. Pulang dulu ya keburu malem. Hehe. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam sayang, hati hati yaa!"

"Iyaa Bu."

Setelah mencium tangan Ibu Acha dengan takzim, Aisya segera keluar dari rumah. Cuaca agak mendung, segera ia memakai helm dan menaiki motornya. Semoga ia sampai di rumah sebelum hujan turun.

Semuanya terasa biasa saja, dengan bibir yang tak henti melantunkan dzikir ketenangan Aisya tidak terusik hingga tiba di jalan yang lumayan sepi.

Jantungnya mulai berdegub kencang saat melihat ada beberapa motor yang mengikutinya dari belakang.

Tubuhnya mulai bergetar kecil, jantungnya berdegub seiring dengan ia mencoba mempercepat laju motornya.

Dan hal yang sempat terpikirkan Aisya terjadi. Salah satu motor yang mengikutinya menghalangi jalannya. Ia menarik rem dengan keras, motornya berhenti melaju, dengan wajah panik yang sangat kentara ia menoleh, degupan jantungnya semakin mengeras saat melihat dua motor lagi yang berhenti di belakangnya.

Semua penunggangnya adalah laki-laki, mereka berjumlah 6 orang.

"Maaf, tolong minggir. Saya mau lewat."

"Wih, buru-buru banget cantik."

"Tebak bro, yang ada di dalem baju longgar itu, gimana bentuknya?"

Semuanya tergelak mendengar ucapan kurang ajar dari salah satu dari mereka. Aisya beristighfar dalam hati. Ia menatap sekeliling mencoba mencari celah agar ia dan motornya bisa pergi. Tapi lelaki-lelaki itu bergerak cepat dengan turun dari motor dan mengerubunginya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNPLANNED MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang