Bab 21. Mak Lampir

2.8K 422 9
                                    

Sepulang dari dokter kandungan, Awan mengajak Arabella ke Mal. Kebetulan besok weekend, Awan bilang mereka akan melakukan aktivitas berkencan senormalnya sepasang kekasih.

"Kamu bener-bener aneh hari ini," ujar Arabella ketika dia diajak ke toko pakaian wanita dan disuruh membeli semua pakaian yang disukai.

"Kok aneh?"

"Ya aneh. Kamu ngapain tiba-tiba ngajak aku belanja kayak gini?"

"Ra, tadi Tante Mitra bilang kalau aku harus bikin kamu seneng, biar anak kita ini juga seneng." Awan mengusap perut Arabella.

Arabella terpana mendengar anak kita dari bibir Awan. Rasanya benar-benar nyata, bagaikan punya suami sungguhan.

"Kok malah bengong, sih? Buruan belanja." Awan mendorong tubuh Arabella dari belakang menuju ke dalam toko.

"Mulai sekarang, kamu nggak aku izinin pake baju yang terlalu sexy lagi di kantor. Itu apa coba? Dada ke mana-mana kayak lagi buka pameran aja." Awan mengomel.

Arabella merunduk melihat ke bagian yang Awan maksud. Tidak terlalu terbuka, masih lebih baik dibanding pakaian Laras.

"Cobain ini," suruh Awan sembari memberikan beberapa blus pada Arabella.

Arabella menurut. Sebagai wanita yang terlahir materialistis, tentu sangat senang bila dibelanjakan seperti ini. Awan memilihkan blus berjenis turtle neck yang ketat di tubuh. Dia keluar dari ruang ganti setelah memakainya. "Gimana?" tanyanya.

Awan yang sedang memilih blus lainnya, menoleh. Ekspresinya sedikit kaku saat melihat bagian depan tubuh Arabella yang terlalu menonjol. Blus itu pas di tubuh langsing Arabella, tertutup tapi tetap terlihat sexy. "Coba yang lain," suruhnya.

Arabella masuk lagi ke ruang ganti dan mencoba blus berkerah halter. Blus itu tanpa lengan, ada tali yang melingkari leher dan sedikit bolongan di dada. Arabella suka jenis yang satu ini, dia pun keluar dengan percaya diri. "Bagus nggak?" tanyanya dengan senyum lebar.

Sekali lagi Awan dibuat tertegun. Sekalipun tidak terlalu terbuka, tetap saja sexy di tubuh Arabella. "Langsung beli semua aja, nggak usah dicoba lagi," suruhnya menyerah.

Arabella mengesah. Awan memang aneh. Tiba-tiba saja pria itu tidak bersemangat lagi seperti tadi, padahal dia baru mencoba dua blus. "Serius ini mau dibeli semuanya?" tanyanya setelah keluar membawa banyak pakaian yang tadi Awan pilihkan.

"Iya."

Arabella lebih dulu mendekat pada Awan sebelum pakaian itu diambil alih pegawai toko. "Mahal loh ini satunya," bisiknya.

Awan mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya sebagai jawaban. Dilihatnya Arabella tersenyum dan tanpa ragu mengambil kartu itu untuk dibayarkan ke kasir. Sepertinya bukan Arabella yang senang, malah dia sendiri karena bisa menyenangkan wanitanya.

Selesai dari toko pakaian, Awan mengajak Arabella membeli sepatu. "Kamu lagi hami, jangan pakai yang tinggi-tinggi kayak gitu. Cari sepatu yang nyaman," suruhnya.

"Tapi heels itu identik dengan sekretaris, Wan."

"Kamu udah tinggi," balas Awan.

"Tapi beda rasanya jalan pakai heels dengan sepatu ceper kayak gini."

"Jangan mikirin diri sendiri, anak kita ntar kenapa-kenapa kalau kamu jatuh." Awan berlalu lebih dulu.

Arabella mematung. Sekali lagi Awan membuktikan kalau pria itu serius ingin menjadi Ayah dari bayi yang dikandungnya.

"Ra, buruan!" panggil Awan.

Arabella pun berjalan cepat menyusul pria itu. Dia merangkul lengannya, bergelayut manja.

"Ini gimana?" tanya Awan.

Arabella menggeleng. "Kayak anak sekolah," tolaknya.

Awan menaruh sepatu flat hitam itu ke tempat semula. "Kalau ini?" tanyanya lagi.

"Itu kayak sepatu mau nari balet, Wan. Mana cocok buat ke kantor. Aku pilih sendiri aja." Arabella mengedarkan pandangan. Sampai dia menemukan sepatu yang tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu ceper. Solnya juga besar sehingga akan sangat nyaman di tumit.

"Kok tinggi?"

"Ini nggak tinggi, masih bisalah. Lagian perut aku kan belum gede, jadi nggak terlalu berat." Arabella meyakinkan Awan.

"Ya udah," Awan pun mengangguk.

Pakaian, sepatu, dan sekarang ke Supermarket memborong susu ibu hamil. Arabella sampai shock melihat isi keranjang yang penuh dengan segala kebutuhan untuk ibu hamil.

"Kamu tunggu di sini. Aku mau taruh barang-barang ini ke mobil dulu. Abis itu kita makan, terus nonton."

Arabella mengangguk.

***

Sembari menunggu Awan datang, Arabella berjalan-jalan ke Toko aksesori. Melihat-lihat perhiasan imitasi yang berbentuk unik dan memanjakan mata. Ada satu kalung dengan liontin kupu-kupu yang sangat indah, Arabella langsung mengambilnya untuk melihat dari dekat.

"Kejutan banget ya bisa ketemu sama mantan model ternama yang udah jatuh, sejatuh-jatuhnya." Shinta berdiri di hadapan Arabella dan tersenyum mengejek.

Arabella berupaya tetap tenang, dan mengabaikan Shinta. Dia berpura-pura tidak mengenal wanita itu, fokus pada kalung yang sedang dipegangnya.

"Ya ampun Arabella, Lo udah nggak mampu beli perhiasan asli sekarang? Makanya beli imitasi?" Shinta mengatakannya dengan cukup keras.

Arabella melirik beberapa pengunjung yang memperhatikan mereka. "Mau Lo apa sih? Kalau nggak ada urusan mending pergi deh."

Shinta kembali tersenyum miring. "Oh iya, apa kabar Digo? Lo udah ketemu Bokap dari anak yang Lo kandung ini, kan?" Dengan lagak sombong ditunjuknya perut Arabella.

Arabella menatap Shinta sinis. "Lo nggak berubah ya dari dulu. Masih aja kepo sama hidup orang. Gue udah kayak gini aja masih sirik aja sama hidup gue," ledeknya.

Shinta memasang ekspresi penuh kebencian. Tapi kemudian memberikan ejekan lagi, "kasihan banget ya hidup Lo sekarang. Udah jatuh, tertimpa tangga pula. Kira-kira nanti anak Lo ini mau dititip ke panti asuhan mana? Biar gue bisa jadi donatur buat bantu kehidupannya."

Arabella mengepal kedua tangannya, menatap Shinta makin tajam. Bila harus bertengkar di Mal ini, dia mau-mau saja. Lihat siapa yang akan malu nantinya.

Namun tiba-tiba Awan datang dan merangkul pundak Arabella. "Ada apa sayang?" tanyanya mesra.

Shinta terlihat memandang Awan dengan seksama, dari atas hingga bawah. Penampilan Awan yang mahal, jelas menjadi tanda tanya untuknya. Belum lagi ketampanan pria itu sangat menyita perhatian matanya.

"Nggak papa. Udah yuk, katanya mau nonton." Arabella menaruh kalung tadi ke tempatnya. Padahal tadi dia berniat membelinya, tapi ulah Shinta membuatnya tidak berminat lagi.

Awan mencium pipi Arabella.

Shinta semakin terlihat jealous. Matanya tak beranjak sedikit pun dari pergerakan Awan dan Arabella. Bahkan hingga keduanya sudah berjalan menjauh, dia tetap melihatnya.

"Tadi itu siapa?" tanya Awan.

"Orang sirik," jawab Arabella. "Dia tuh kayak nggak pernah mau lihat hidup aku tenang. Nyebelin emang dari dulu."

"Aku baru tinggal kamu sebentar, kamu udah digangguin sama Mak lampir."

Mendengar itu Arabella tertawa. "Ya ampun, kamu tuh sama banget kayak Lala, suka nyebut dia Mak lampir. Emang mirip sih, hahaha."

"Oh, ya? Berarti aku sama Lala itu sama-sama nggak suka kalau ada yang gangguin kamu."

"Aku beruntung banget punya kalian." Arabella memeluk pinggang Awan.

Awan mencium puncak kepala Arabella. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu sehingga agak pendiam.

***

Secret and the Boss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang