Ciri tak menyadari apa yang memperingatkannya – entah itu sunyi yang tiba-tiba menyelimuti hutan itu bagai bayangan dingin, atau gerakan yang tertangkap sudut matanya. Namun dia bereaksi cepat, naluriah – dengan reaksi yang dipelajarinya di dalam hutan Transriver ketika melarikan diri dari Cintra, dia berpacu melawan kematian. Dia terhempas ke tanah, merangkak di bawah semak kayu juniper dan mematung, tak bergerak. Jangan sampai kuda meringkik, pikirnya.
Di sisi jurang itu sesuatu kembali bergerak; dilihatnya sebuah bayangan bergerak samar-samar, dengan cepat melintasi dedaunan. Seorang elf mengintip hati-hati dari balik semak belukar. Dilemparkannya tudung dari kepalanya, lalu dipandanginya sekelilingnya untuk sesaat, dikoreknya telinga dan lalu dengan cepat dan tanpa suara, mengiringi punggung bukit. Setelahnya, dua orang elf lagi keluar, dan yang lainnya menyusul. Mereka berjumlah banyak. Dalam satu regu. Setengah dari mereka berkuda – yang ini berkuda perlahan, duduk tegak lurus di atas pelana, siaga dan waspada. Untuk sesaat Ciri melihat mereka semua dengan jelas dan teliti dalam diam, mereka menyeberangi celah yang terang benderang di dinding-dinding yang disusun oleh pepohonan, dibingkai dengan hamparan langit – sebelum mereka semua menghilang, tertelan bayangan hutan rimba. Mereka menghilang layaknya hantu. Tak satu kuda pun menghentakkan kakinya maupun mendengus keras. Senjata yang tergantung di tubuh mereka tak berdentang.
Mereka menghilang namun Ciri tak bergerak. Dia tetap berbaring di atas tanah di balik semak juniper, mencoba bernafas sepelan mungkin. Dia tahu bahwa seekor burung atau hewan apapun yang ketakutan akan menyingkap keberadaannya, dan burung maupun hewan mana saja akan ketakutan karena suara atau gerakan apapun – walau yang paling pelan, yang paling hati-hati. Dia bangun hanya setelah hutan hening sempurna dan burung-burung murai kembali berkicau di antara pepohonan di mana para elf menghilang.
Ciri bangkit, hanya untuk merasakan cengkraman yang kuat. Sarung tangan kulit berwarna hitam membekap mulutnya, meredam jerit ketakutannya.
'Diamlah.'
'Geralt?'
'Diamlah, kubilang.'
'Kau melihat mereka?'
'Aku melihat.'
'Itu mereka...' bisiknya. 'Scoia'tael. Benar bukan?'
'Ya. Kembalilah ke kudamu. Awasi langkahmu.'
Mereka berkuda dengan hati-hati dan perlahan menuruni lereng tanpa kembali ke jalan itu; mereka tetap berada di semak belukar. Geralt mengawasi sekitarnya, dia bersiaga. Dia tak mengizinkan Ciri untuk berkuda sendiri; tak diberikannya kekang kuda coklat mudanya pada Ciri; Geralt menuntun kuda itu sendiri.
'Ciri,' ujarnya tiba-tiba. 'Jangan ucapkan sepatah-kata pun tentang apa yang tadi kita lihat. Jangan katakan pada Yarpen, jangan pada Wenck. Jangan katakan pada siapapun. Mengerti?'
'Tidak,' dia merutuk, menundukkan kepalanya. 'Aku tak mengerti. Kenapa aku tak boleh mengatakan apapun? Mereka harus diperingatkan. Kita berada di pihak siapa, Geralt? Pihak siapa yang kita lawan? Siapa kawan dan siapa lawan kita?'
'Kita akan berpisah dengn konvoi besok,' jawabnya setelah diam sejenak. 'Triss hampir pulih. Kita akan mengucapkan selamat tinggal dan meneruskan jalan kita sendiri. Kita punya masalah sendiri, kekhawatiran sendiri dan kesulitan sendiri. Lalu, kuharap, kau akhirnya akan berhenti membelah penghuni dunia ini menjadi kawan dan lawan.'
'Kita harus... netral? Tak acuh, benar begitu? Dan jika mereka menyerang...'
'Mereka takkan menyerang.'
'Dan jika –'
'Dengarkan aku.' Geralt menoleh padanya. 'Kau pikir kenapa begitu banyak jumlah emas dan perak, bantuan rahasia Raja Henselt untuk Aedirn, dikirim oleh rombongan dwarf dan bukannya manusia? Aku melihat sesosok elf mengawasi kita dari atas pohon kemarin. Kudengar mereka melewati perkemahan kita di malam hari. Scoia'tael takkan menyerang para dwarf, Ciri.'

KAMU SEDANG MEMBACA
The Witcher Book 3 - Blood of Elves
Fantasy"Perhatikan tanda-tandanya! Pertanda-pertanda apa ini jadinya, kukabarkan padamu: pertama-tama bumi akan dibanjiri darah Aen Seidhe, Darah para Elf..." Selama lebih dari satu abad, manusia, dwarf, gnome, dan elf telah hidup bersama dalam relatif dam...