Bagian 3 : JK Itu Siapa?

7.1K 276 40
                                    

Sayup-sayup kudengar suara bude Ajeng memanggil namaku. Aku sangat lemas tidak bertenaga untuk sekedar membuka mata. Alhasil aku menggerakkan bibirku sedikit untuk mengeluarkan suara.

“Laper banget ... Tuhan, apa gue mau mati sekarang, ya?”

“Astaghfirullah.” Itu adalah suara bude Ajeng yang kedengaran kaget.

“Nduk, kamu udah sadar?”

Aku heran, kenapa bude Ajeng bertanya begitu padaku. Astaga, apa tadi aku pingsan? Aku tidak ingat sama sekali.

“Emangnya tadi Ay pingsan, ya, Bude?” tanyaku belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi. Yang kuingat tadi aku masih di acara pernikahan dan semuanya berakhir gelap gulita.

“Iya, Aysha, kamu pingsan. Sebentar, ya, Bude panggil ayah kamu.”

Bude Ajeng pun pergi. Aku menghela napas panjang, kenapa bude Ajeng pergi. Padahal setidaknya berikan aku makanan dulu, agar aku tidak mati kelaparan.

“Aysha laper, dia pingsan karena kelaparan lho, Zid.”

“Aysha lapar, Mbakyu?”

“Iya, kamu bawakan makanan ini.”

Aku tersenyum mendengar bude ku berbicara pada ayah. Akhirnya, sebentar lagi aku bisa makan.

Perlahan aku mulai mencium bau minyak kayu putih di dekat hidungku. Oh tidak, ini agak panas, apa bude menempelkan minyak itu tepat di kulitku, ya.

“Aysha, maafin ayah ya, Nak. Kamu bangun sekarang, ini ada makanan. Kamu harus makan, kamu pingsan tadi bikin ayah panik,” kata ayah sambil menyuguhkan sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauknya.

Aku tersenyum lebar. Walaupun masih lemas, aku segera mengambil sepiring makanan pemberian ayah.

“Bismillah dulu.”

Apa aku tidak salah lihat, itu di sebelah ayah, dia Reyhan, suamiku.

Aku mengerjapkan mata berulang, sambil menggelengkan kepala. Mungkin saja aku salah lihat.

“Em, ayah tinggal, ya. Biar Reyhan yang menemani kamu.” Ayah pergi begitu saja tanpa menunggu aku mengiakan.

Saat itu, aku melihat Reyhan menatap ke arahku dengan sedikit terkejut. Pupil matanya melebar. Sesaat kemudian dia menunduk.

Aku melihatnya mengalihkan pandangannya cepat. Situasi itu membuatku sangat kikuk.

“Em....”

“Udah bismillah nya?” tanya Reyhan kembali menatapku walau tidak fokus.

Aku menggeleng.

“Baca bismillah dan doa makan jangan lupa, supaya makanan yang masuk ke perut kamu bisa tercerna dengan baik dan memberikan kebaikan,” terang Reyhan.

Aku kira Reyhan mau mengatakan kalau tidak berdoa, setan akan ikut makan. Tanpa sadar aku sering memberi makan setan.

“Bismika allahumma ahya—”

Reyhan menutup mulutku dengan ujung telunjuk. Dia mau apa, sih. Sekarang waktu seolah berhenti. Aku menatap matanya, dia pun menatap mataku lebih jelas.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang