Bagian 4 : Saya Belum Siap

6.9K 261 29
                                    

Reyhan duduk di tepi ranjang sambil sedikit menyingkirkan kelopak bunga yang berserakan di atasnya. "Ini harus dibersihkan. Saya tidak biasa tidur dengan banyak bunga begini," ujarnya.

Aku mengusap wajah. Aku jadi harus membersihkan di saat aku sudah kelelahan. Belum lagi aku masih kesal karena seluruh photocard milikku hilang dibuang bude Ajeng.

"Shit! Padahal aku capek banget!" gerutu ku.

Reyhan menoleh ke arahku. "Kamu tidak boleh mengumpat, Aysha," katanya mengingatkanku.

Aku menutup mulut. Aku lupa suamiku seorang Gus. Tapi dia harus tahu, bahwa wanita yang dinikahinya bukan wanita yang mungkin dia idam-idamkan.

"Mas Rey." Aku duduk di sebelahnya. "Gue mau bicara," kataku serius. "Maksudnya aku!" tekanku yang lama-kelamaan tidak tahan berbicara dengan gaya formal.

Reyhan mengendurkan kerah kemeja putihnya, kemudian dia membuka satu kancing bajunya itu. Aku menelan ludah, apakah dia mau membuka pakaian, aku panik. Tidak mungkin dia mau menerkamku malam ini, kan. Apalagi kita sama-sama belum saling menyesuaikan diri.

Oh tidak. Reyhan berjalan ke arahku dan aku terus mundur.

"Apa pendingin ruangannya tidak nyala?" tanyanya sambil menatapku leluasa.

Bagaimana bisa dia melakukan hal itu. Jangan-jangan dia tidak sepolos yang aku duga. Benar, Aysha, dia adalah laki-laki normal, bukan malaikat tak berhasrat.

Aku lalu mendongakkan kepala, melihat ke arah AC. "Oh iya, gue lupa nyalain!"

Reyhan tampak mengernyit. Tak lama dia mengalihkan pandangan begitu saja dariku.

Alhasil aku tidak jadi bicara, aku malah menyalakan AC setelah itu kehilangan gairah untuk berbicara serius dengannya.

"Mas, gue mandi duluan, ya."

"Ah, sorry, aku mandi dulu, ya, Mas," ulangku sambil mengusap wajah lelah.

"Bukannya kamu mau bicara serius?"

"Em, gak jadi deh."

"Oh ya sudah. Jangan terlalu formal. Biasa saja," ucap Reyhan.

Aku sedikit terkejut. Rupanya Reyhan tak masalah dengan gaya bicaraku.

"Gue mau mandi aja, udah gak tahan pakai baju ini, gerah."

Reyhan tidak menjawab. Aku pun masuk ke kamar mandi begitu saja.

Sambil membersihkan tubuh, aku berpikir. Takdir membawaku menjadi istri seorang Gus. Kalau dibayangkan, aku jadi kasihan dengan Reyhan. Padahal, katanya jodoh itu cerminan.

Dosa apa yang Reyhan lakukan hingga mendapatkan istri yang tidak sepadan.

Ah terserah! Itu sama sekali bukan salahku. Dia sendiri yang mau menerima perjodohan.

Padahal, kalau Reyhan mau, bisa saja dia menolak. Pernikahan pun dijamin tidak akan terjadi. Lain halnya dengan diriku yang dipaksa sekaligus diancam oleh ayah. Daripada pergi ke pesantren, ternyata tidak buruk juga aku menikah. Apalagi Reyhan sangat rupawan.

Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang