Jehan mengayuh sepedanya menyusuri jalanan yang cukup ramai saat ini. Pandangannya terkesan kosong namun ia berusaha untuk segera sadar sebelum terjadi sesuatu hal yang buruk nanti. Membelokkan setir kesebuah kedai Tteokbokki yang selalu didatanginya selepas sekolah. Mengambil kerja part time di kedai ini setiap hari kamis sebagai selingan di resto semalam.
Jehan memarkirkan sepedanya lalu turun dan segera masuk melewati pintu belakang. Ketika ia sampai di dalam dirinya mendapati perempuan paruh baya yang tengah sibuk meracik beberapa piring serta membungkus pesanan Tteokbokki sendirian di sana.
Jehan menarik senyum di bibirnya lalu melangkah menghampiri beliau "Annyeong, Bi"
Perempuan itu membalik badan lantas memandang gadis berambut sebahu dengan wajah berbinar di depannya "Oh, Jehan-ah sudah datang nak. Syukurlah kau tiba tepat waktu sekali"
Jehan terkekeh "Sepertinya perasaan kita terhubung dengan baik. Sampai Jehan bisa datang tepat waktu saat Bibi kesulitan melayani mereka semua sendirian"
Perempuan paruh baya itu menyenggol bahu Jehan "Kau ini...tapi memang benar sih" Kekehnya yang dibalas serupa oleh Jehan "Ya sudah kamu beristirahat dan makanlah terlebih dahulu sebelum bekerja. Bibi akan sangat sedih jika kamu sampai sakit atau bahkan pingsan nanti"
Jehan tersenyum "Jehan tidak lelah, Bi. Aku juga masih kenyang"
"Benarkah? K sudah makan di kantin atau membawa bekal?"
Jehan meringis "Tidak, Jehan hari ini tidak ke kantin dan memilih untuk menghabiskan waktu di kelas untuk tidur dan belajar lalu ke kemudian pergi ke perpustakaan membaca buku. Tapi tadi Jehan sempat memakan snack jadi masih kenyang sampai sekarang" balasnya diiringi dengan kekehan sembari menggaruk tengkuknya.
Bibi Lee adalah pemilik kedai Tteokbokki yang cukup terkenal di daerah Gijang. Merintis usahanya sendiri setelah suaminya meninggal dunia dua tahun lalu. Beliau hidup sendiri tanpa seorang anak. Namun, berkat Jehan bekerja part time di sini membuat Bibi Lee seperti bekerja bersama putrinya. Yah, perempuan dengan umur kisaran kepala lima itu sudah menganggap Jehan seperti anaknya sendiri.
Sebaliknya bagi Jehan Bibi Lee adalah sosok ibu keduanya saat ia membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah dan menghibur diri. Tawa tulus yang jarang dirinya perlihatkan setelah kepergian sang ibu. Dia bersyukur dapat bertemu dengan sosok hebat seperti Bibi Lee ketika dirinya pernah kabur dari rumah dan berakhir berteduh saat hujan di kedainya dulu.
Setelah mendengar pengakuannya Bibi Lee menghela nafas lalu mencubit pipi Jehan karena merasa gemas "Makanlah dulu nak sebelum bekerja"
Jehan tersenyum seraya menggeleng pelan "Nanti saja Bi jika Jehan sudah benar-benar merasa lapar akan langsung makan"
"Hm...baiklah kalau begitu Bibi tidak akan memaksamu lagi. Tapi jangan memaksakan diri jika kamu sudah merasa lapar atau lelah"
Jehan mengangguk sebagai balasan lantas meletakkan tasnya di kursi seraya menggulung lengan hoodienya hingga ke siku dan mulai meraih nampan yang telah terisi beberapa piring tteokbokki di sana. Jehan mulai melangkah keluar dan mengantarnya kepada pembeli di depan.
Jehan bekerja dengan senang tanpa merasa lelah ataupun susah. Dirinya benar-benar menikmatinya dan melupakan masalah hidup di tempat ini sejenak. Nyatanya menyibukkan diri dan melupakan sejenak masalahnya memang bukan pilihan yang buruk.
Sampai tidak terasa satu jam berlalu seiring hari berganti semakin sore. Jehan melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul empat sore. Ia kembali masuk ke dapur menemukan Bibi Lee yang tengah mengelap keramik meja dari noda saus serta minyak. Perempuan prauh baya itupun menoleh saat mengetahui Jehan sudah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
Fiksi PenggemarRyu Jimin dipertemukan dengan seorang gadis yang berhasil menghentikan aksi bunuh dirinya. Pertemuan yang tak disengaja tersebut membuat mereka saling mengetahui problematik kehidupan satu sama lain. Dari hal terkecil hingga menguak kebenaran yang s...