Jilid 53/62

888 8 0
                                    

Kini setelah belasan orang anak buah Tang Hun ikut maju, Kian Bu menjadi marah. Dia masih berdiri diam di tengah-tengah, hanya biji matanya saja yang bergerak sedikit ke kanan kiri dan dia seluruhnya mengandalkan perasaan dan pendengarannya untuk menghadapi serangan yang tak dapat dilihat oleh matanya. Dan setiap kali ada anggota Liong-sim-pang berani bergerak menyerang tubuh, memutarnya dan menggerakkan tangannya, maka penyerang itu tentu akan terpental dan roboh terbanting! Dalam waktu singkat saja, sudah ada enam orang penyerang gelap yang roboh tak mampu bangkit kembali.

Melihat ini, Tang Hun menjadi makin marah. "Serbu! Keroyok bersama-sama dan secara berbareng! Kurung!" teriaknya dan anak buahnya, walau pun kini merasa jeri sekali terhadap Siluman Kecil, mulai mengurung dan atas bentakan majikan mereka yang merupakan perintah, didahului oleh Tang Hun sendiri yang menubruk ke depan sambil menusukkan pedang tipisnya ke arah dada Kian Bu, mereka itu pun menyerang dalam saat yang hampir berbareng.

Tiba-tiba nampak tubuh Kian Bu berkelebat lantas lenyap. Tang Hun dan anak buahnya terheran-heran, akan tetapi keheranan mereka itu hanya sebentar saja karena tiba-tiba seperti kilat menyambar-nyambar, bayangan Kian Bu nampak lagi dan pertama-tama tamparan yang keras sekali mengenai pelipis kiri Tang Hun.

Hwa-i-kongcu mengeluarkan pekik mengerikan dan dia terbanting roboh, tak bergerak lagi karena kepalanya retak oleh tamparan itu, lalu secara berturut-turut, terdengar teriakan-teriakan dan belasan orang itu pun roboh semua. Tidak semua dari mereka tewas, akan tetapi sedikitnya tentu patah tulang lengan atau kaki, dan ketika mereka mampu membuka mata memandang, Siluman Kecil telah tidak berada lagi di dalam ruangan itu!

Memang Siluman Kecil telah keluar dari dalam pondok itu dan di luar dia melihat Kim Sim Nikouw dan Phang Cui Lan telah menantinya.

"Suma-taihiap...!" Cui Lan berseru lirih dan berusaha keras menahan kedua lengannya yang ingin diulurkan ke arah pemuda itu.

Kian Bu menarik napas panjang, memandang kepada Cui Lan dan berkata dengan halus namun agak dingin, "Nona, engkau baik-baik saja, bukan? Ibu, ke manakah Ibu hendak pergi bersama Nona Phang..."

"Kian Bu, dia adalah muridku, oleh karena itu dia ini terhitung sumoi-mu sendiri! Cui Lan, engkau harus menyebut suheng kepada Kian Bu," kata nikouw tua itu dan sekilas pandang saja maklumlah dia bahwa telah terulang kembali riwayat lama antara dia dan Pendekar Super Sakti yang kini diperankan oleh Phang Cui Lan dan Pendekar Siluman Kecil. Seperti juga dia, Cui Lan jatuh cinta setengah mati kepada Kian Bu, akan tetapi seperti Pendekar Super Sakti pula, jelas nampak olehnya bahwa pemuda ini tidak membalas cinta Cui Lan. Maka dia merasa kasihan sekali kepada Cui Lan.

Mendengar ucapan nikouw itu, dengan senyum manis dan wajah berseri Cui Lan lalu menjura kepada Kian Bu sambil berkata, "Suma-suheng, maafkan aku..."

"Sumoi, aku girang sekali engkau menjadi murid Ibu... ehhh, kalian berdua hendak ke manakah dan bagaimana sampai terjatuh ke tangan Hwa-i-kongcu itu?"

Dengan tenang Kim Sim Nikouw lalu menceritakan bahwa Phang Cui Lan telah diangkat anak oleh Gubernur Hok Thian Ki, dan dia sedang mengantar muridnya itu untuk pergi menghadap Gubernur Hok Thian Ki, tetapi di tengah jalan mereka bertemu dengan anak buah Liongsim-pang sampai akhirnya Cui Lan tertawan.

"Karena pinni tidak dapat mengalahkan Hwa-i-kongcu, maka pinni tadinya hendak minta bantuan petugas keamanan yang tentu mau menolong kalau mendengar bahwa puteri angkat gubernur tertawan gerombolan penjahat, tak terduga bertemu denganmu, Kian Bu."

"Berkali-kali sudah saya berhutang budi dan nyawa kepada Taihiap... ehhh..., Suheng, entah bagaimana saya akan dapat membalasnya," terdengar Cui Lan berkata dan suaranya terdengar penuh keharuan. Ingin dia meneriakkan bahwa dia mencinta pemuda itu dan ingin menghambakan diri, menjadi apa pun dia rela asalkan dia dapat mendampingi pemuda ini selama hidupnya.

Baik Kim Sim Nikouw mau pun Kian Bu sendiri maklum akan isi hati dara ini, karenanya nikouw itu hanya menundukkan muka, teringat akan pengalaman hidupnya sendiri. Akhirnya Kian Bu berkata setelah dia berpikir masak-masak.

"Phang-sumoi, memang engkau sudah sepatutnya menjadi puteri gubernur, dan sudah selayaknya menjadi seorang gadis bangsawan yang terhormat. Maka dari itu aku ingin mengucapkan selamat, dan sebaiknya kalau Sumoi melanjutkan perjalanan bersama Ibu, dan aku akan mengawal sampai engkau tiba di rumah kediaman Gubernur Hok Thian Ki yang saya tahu adalah seorang pembesar budiman dan bijaksana."

"Akan tetapi aku... aku tidak suka menjadi gadis bangsawan terhormat..."

"Kau akan tinggal di rumah seperti istana dan menjadi puteri..."

"Akan tetapi aku tidak suka tinggal di istana..., aku... aku..." Gadis itu memejamkan mata dan air matanya berlinang-linang.

Kembali Kian Bu menarik napas panjang. Menghadapi dara yang sudah demikian parah tenggelam ke dalam jurang cinta, harus menggunakan tindakan yang berani dan terus terang. "Phang-sumoi, memang dalam hidup banyak terjadi hal-hal yang jauh dari pada yang kita harapkan. Segala sesuatu telah diatur oleh Thian dan kita tidak mungkin dapat memaksakan kehendak kita, betapa pun kita akan menjadi berduka dan menderita batin karenanya. Maafkan aku, Sumoi, percayalah, bukan maksudku untuk menyakiti hatimu, akan tetapi... ah, bagaimana aku dapat memaksa hati sendiri? Terimalah kenyataannya, Sumoi, dan sekali lagi, kau maafkanlah Suheng-mu yang mengecewakan hatimu dan tidak memenui harapan hidupmu ini. Ibu, maafkan, aku pergi dulu!"

Setelah berkata demikian, sekali berkelebat pemuda itu lenyap dari situ, meninggalkan Cui Lan yang menutupi muka dengan kedua tangan dan air matanya bercucuran melalui celah-celah jari tangannya, sedangkan Kim Sim Nikouw hanya menggeleng kepala berulang-ulang sambil menarik napas panjang.

Nikouw tua itu merangkulnya dan berkata lembut, "Cui Lan, apa yang sudah dikatakan suheng-mu itu memang benar. Dia adalah seorang laki-laki yang jujur. Apakah engkau menghendaki dia itu berpura-pura membalas cintamu padahal sebenarnya tidak ada rasa cinta di hatinya kepadamu? Dan, lupakah engkau bahwa cinta kasih yang murni itu mendorong kita untuk melihat orang yang kita cinta berbahagia? Apakah engkau tidak ingin melihat dia berbahagia, Cui Lan? Dan dia akan bahagia melihat engkau memenuhi permintaannya, yaitu agar engkau tinggal bersama ayah angkatmu, Gubernur Hok Thian Ki. Mari kita lanjutkan perjalanan kita."

Dara itu hanya mengangguk, kemudian mengikuti gurunya melanjutkan perjalanan, menahan tangisnya dan hanya kadang-kadang kedua pundaknya bergoyang, tanda bahwa dia masih menahan isaknya.....

JODOH RAJAWALI (seri ke 9 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang