Bukan hanya Yu Hwi saja yang dapat terserang semacam 'penyakit', yaitu kehilangan kebebasan dan kewajaran begitu dia 'menempel' kepada sesuatu yang lebih besar atau yang dianggap lebih besar dari pada dirinya sendiri. Yu Hwi tadinya adalah seorang dara yang bebas dan wajar, polos dan tidak berpura-pura, hidup lincah gembira tanpa adanya penghalang apa pun. Akan tetapi, begitu dia merasa bahwa dia adalah keturunan keluarga yang 'besar', maka dia menyamakan diri dengan kebesaran nama keluarga itu dan merasa dirinya besar pula, dan begitu dia merasa dirinya besar, lenyaplah kewajaran dan kebebasannya karena yang besar itu tentu mempunyai sifat sifat besar tersendiri pula! Bukan hanya Yu Hwi yang terserang penyakit itu, melainkan kita pada umumnya pun demikian!
Dapat kita lihat di dalam kehidupan kita sehari-hari kalau kita mau membuka mata melihat kanan kiri, depan belakang dan terutama sekali melihat ke dalam diri sendiri, melihat batin sendiri. Betapa kita hidup dalam alam kepalsuan! Betapa kita memaksa diri untuk berpura-pura, berpalsu-palsu, semua itu hanya karena ingin 'menyesuaikan diri' dengan kesopanan, dengan kebudayaan, dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya. Padahal, apa yang dinamakan kesopanan itu sesungguhnya tidak sopan lagi kalau dilakukan dengan pura-pura, dengan paksaan. Apakah artinya senyum di bibir kalau di dalam hati kita mencibir atau menangis? Apakah artinya sikap sopan di lahir kalau di batin kita memandang rendah? Apakah gunanya sikap ramah dan suka kalau di dalam hati kita membenci?
Dan semua keadaan yang bertentangan ini terjadi setiap hari, setiap saat, di dalam kehidupan manusia di seluruh dunia! Kita kehilangan kewajaran, kehilangan kebebasan, karena kita INGIN DIANGGAP BAIK, kita ingin dianggap sopan, dianggap ramah, maka kita mengejar anggapan itu dengan menggunakan kedok palsu bernama kesopanan, keramahan, kebaikan dan selanjutnya! Betapa menyedihkan hal ini! Betapa munafik dan palsunya kita ini. Dapatkah kita hidup tanpa kepalsuan ini, dengan kesopanan yang tidak dibuat-buat, keramahan yang wajar dan tulus, senyum yang memancarkan cahaya kegembiraan dari hati, bukan sekedar usaha agar kita dianggap baik belaka? Dapatkah? Pertanyaan ini amat penting artinya bagi kita kalau kita ingin mengenal dan menyelidiki diri sendiri.
Biar pun sepasang mata Yu Hwi tidak menoleh, namun pendengaran telinganya dapat menangkap setiap gerakan dari orang yang memasuki ruangan itu. Langkah-langkah yang halus dan tetap, tidak tergesa-gesa, gerakan yang lembut.
"Suhu! Teecu girang sekali melihat kedatangan Suhu, dan teecu menghaturkan hormat kepada Suhu!" terdengar suara seorang pria dan hati dara itu tersentak kaget karena dia merasa seperti sudah mengenal suara itu dengan baik sekali.
Akan tetapi 'kesopanan' masih membuat dia memaksa diri menundukkan muka, sama sekali tidak berani mengerling ke arah pria yang kini berlutut tidak jauh di sebelah kiri bangku yang didudukinya itu. Dia hanya dapat melihat baju yang sederhana di pundak yang lebar.
Sai-cu Kai-ong cepat berdiri dari duduknya, menyentuh pundak pemuda itu untuk ditarik berdiri sambil tertawa. "Ha-ha-ha! Anak baik, bangkitlah dan perkenalkan calon isterimu yang sudah hilang selama belasan tahun..."
Mula-mula Yu Hwi hanya melirik dengan ujung matanya ketika melihat bayangan tubuh pemuda itu membalik dan menghadap kepadanya, tetapi tiba-tiba matanya terbelalak ketika dia sudah mulai dapat memandang wajahnya.
"Kau...?!"
"Ahhhh...."
Walau pun dengan kata-kata yang berbeda, akan tetapi kedua orang ini berseru pada waktu yang bersamaan. Tidak mengherankan apabila dua orang ini sama-sama terkejut bukan main karena mereka sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa orang yang akan ditemuinya adalah yang kini sedang berada di hadapannya. Sejenak mereka hanya saling menatap dengan mata terbelalak, dan akhirnya Yu Hwi yang lebih dahulu mengeluarkan suara setengah berteriak.
"Ternyata kau adanya... laki-laki kurang ajar...!"
Setelah berkata demikian, gadis itu langsung membalikkan badan dan lari ke arah pintu, meninggalkan suara isak bercampur kemarahan. Dua orang kakek dan pemuda yang ternyata Kam Hong adanya, sekejap hanya bengong terlongong, tidak menduga bahwa kejadian akan berlangsung demikian.
Sai-cu Kai-ong yang sadar lebih dahulu kemudian berseru, "Siauw Hong, cepat kejar anak itu...!"
Seruan Sai-cu Kai-ong ini menyadarkan Sin-siauw Sengjin dan Kam Hong, dan bagai kuda dipecut, tanpa membuang waktu segera Kam Hong berkelebat ke arah pintu pula mengejar bayangan Yu Hwi yang sudah tidak nampak itu. Di dalam ruangan itu kini hanya tersisa dua orang kakek, Sai-cu Kai-ong dan Sin-siauw Sengjin.
Sai-cu Kai-ong menarik napas, lalu dia berkata, "Aihhh, anak itu... dengan maksud baik kuajak ke sini untuk memperkenalkannya kepada Kam Hong. Eh, tidak tahunya mereka sudah saling mengenal, dan malah ada rahasia di antara mereka!" Kakek ini menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, lebih baik lagi," kata Sin-siauw Sengjin. "Biarlah mereka saling berkenalan agar kelak mereka tidak menyalahkan kita kalau dalam perjodohan mereka terjadi ketegangan-ketegangan. Dan sebaiknya kalau Kam-kongcu yang mencari sendiri, karena dia telah menguasai ilmu-ilmu nenek moyangnya secara hampir sempurna. Sungguh hebat anak itu, ilmu-ilmu aneh yang selama puluhan tahun tak dapat aku kuasai, kini dia kuasai intinya. Agaknya dia mendapat petunjuk langsung dari arwah leluhur-leluhurnya."
Ke manakah perginya Yu Hwi? Dan mengapa Kam Hong yang mengejarnya belum juga kembali setelah ditunggu selama semalam suntuk oleh dua orang kakek itu?
Pertanyaan ini juga mengganggu hati Kam Hong yang mencari sampai semalam suntuk tanpa hasil. Pemuda ini merasa khawatir bukan main. Padahal dia telah menggunakan ilmu ginkang-nya yang membuat dia dapat berlari seperti terbang cepatnya. Sudah dijelajahinya seluruh daerah itu, sudah dikejarnya ke empat penjuru, namun dia tidak berhasil menemukan jejak dara yang telah menggerakkan hatinya semenjak peristiwa pembukaan rahasia itu, dara yang ternyata adalah tunangannya, calon isterinya sendiri!
Berbagai perasaan mengaduk di hati Kam Hong. Diam-diam ada perasaan bahagia yang luar biasa oleh kenyataan bahwa tunangannya, calon isterinya yang dipilihkan oleh Sin-siauw Sengjin dan Sai-cu Kai-ong, adalah justeru gadis yang selama ini tak pernah dapat dilupakannya itu! Akan tetapi, perasaan bahagia ini mulai berubah menjadi perasaan gelisah ketika dia tidak berhasil menyusul dan menemukan Yu Hwi. Padahal, dalam hal ilmu berlari cepat, dia menang jauh dibandingkan dengan dara itu. Tidak mungkin rasanya dara itu dapat berlari sedemikian cepatnya sehingga dia tidak mampu menyusulnya. Dia merasa cemas sekali karena menduga tentu telah terjadi sesuatu atas diri tunangannya itu.
Maka, Kam Hong kemudian mengambil keputusan untuk mencari terus sampai dia dapat menemukan Yu Hwi dan tidak akan pulang ke tempat tinggal Sin-siauw Sengjin sebelum dia dapat menemukan Yu Hwi.
Dan mengingat bahwa cerita ini masih panjang, dan akan terlalu panjang kalau harus mengikuti perjalanan Yu Hwi dan Kam Hong, maka terpaksa dua orang muda ini kita tinggalkan, dan cerita tentang mereka akan dapat diketahui dalam sebuah cerita terpisah yang akan terbit kemudian, merupakan sambungan atau juga cabang dari cerita Jodoh Sepasang Rajawali ini. Cerita tentang Kam Hong dan Yu Hwi akan merupakan sebuah cerita sendiri, karena keturunan terakhir dari Pendekar Suling Emas dan dari keluarga Raja Pengemis Yu itu akan mengalami hal-hal yang amat hebat. Dan kini kita mengikuti perjalanan tokoh-tokoh lainnya dari cerita ini, yaitu tokoh-tokoh utamanya. Sabar.....
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RAJAWALI (seri ke 9 Bu Kek Siansu)
Action(seri ke 7 Bu Kek Siansu) Jilid 1-62 Tamat