B. Dua Puluh Enam - Reuni

58 16 0
                                    

| Chapter 26 |

Semuanya menatap Rajit tanpa berkedip. Ucapan Rajit barusan membuat mereka bergeming dengan isi kepala yang tak bisa diam. Hingga kemudian, mereka dikejutkan dengan suara ketukan pintu dari arah luar. Buru-buru Andar berdiri dan membuka pintu.

Sisanya hanya menunggu tanpa berminat untuk mengintip siapa yang datang. Dalam diamnya, Caya sibuk memikirkan banyak hal terkait kasus ini. Dia penasaran dengan alasan Yori atau ayah angkatnya Yori mencuri buku itu dari Istana. Kasus ini sungguh pelik, membuat kepala rasanya ingin meledak. Caya antara menyesal dan tidak telah ikut serta dalam memecahkan kasus ini.

“Saya mendapat pesan dari Pak Antonio, yang menyuruh kita untuk ke Istana lagi. Beliau ingin menyampaikan sesuatu di sana. Oh ya, saya tadi bertemu dengan—Cayara?!”

Kalimat yang berubah tiba-tiba itu membuat empat sosok yang duduk di sofa menatapnya kaget. Apalagi yang baru disebutkan namanya. Caya berusaha untuk tersenyum—walau sepertinya terlihat aneh.

Yang datang itu ternyata Hades. Kaki panjangnya langsung masuk menerobos pintu begitu Andar memberikannya izin. Ia tidak tahu kalau ada mereka berempat di ruang kerja Andar. Lalu, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas bersamaan dengan tangannya yang melambai singkat.

“Tidak apa-apa ‘kan kalau Hades ikut bergabung?” tanya Andar seraya kembali duduk di kursinya. “Saya percaya dengan Hades. Jangan khawatir, dia lumayan cerdas untuk menelan sebuah informasi baru.”

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Andar, yang mereka bisa lakukan hanya mengangguk setuju. Kalau Andar percaya dengan Hades, mungkin mereka juga akan mencoba untuk percaya. Namun, Gean agak tidak nyaman dengan kehadiran Hades. Apalagi saat pemuda tinggi itu menarik satu kursi dan meletakkannya di sebelah Caya. Emosi Gean seketika naik ke ubun-ubun.

“Mal, lo dapet dari mana kertas itu?” Rajit bertanya, mengutarakan kebingungannya yang muncul sejak awal Mala mengeluarkan kertas itu.

Mala menggaruk pipi dengan kekehan pelan. “Gue diem-diem ambil itu pas Yori lagi marah-marah ke elo. Sebenernya gue nggak tau yang gue ambil itu apa, gue cuma asal ambil dan langsung masukin ke kantong celana. Pas gue di rumah dan baca itu, gue kaget banget.”

Mata Caya memicing. “Terus, kenapa nggak kasih tau ke kita? Kenapa malah lo sembunyikan?”

“Gue lupa, hehehe. Kertasnya hampir aja hilang, tapi akhirnya gue temuin di sela buku modul.”

Tampak Andar memakai kembali kacamatanya. “Sebelumnya saya mau tanya, sudah berapa kali kalian bertemu dengan orang bernama Yoriagler itu?”

“Uhm... sekitar tiga atau empat—“

“Lo lebih dari itu, Ca,” potong Gean cepat. “Kita berempat memang baru bertemu Yori sekitar empat kali, tapi Caya sudah sering bertemu makhluk aneh itu. Caya bahkan sudah dua kali—eh, tiga kali—mengunjungi tempat Yori berasal.”

“Tempat Yori berasal? Memangnya dia berasal dari mana? Dari namanya, sepertinya dia berasal dari luar Indonesia.” Andar menatap iris biru itu lekat-lekat.

Mereka saling tukar tatap. Ah, mereka lupa mengatakan di awal kalau Yori berasal dari masa depan. Dengan sabar Andar menunggu jawaban, begitu juga dengan Hades. Pemuda tinggi itu sebenarnya tidak mengerti apa yang sedang mereka semua bicarakan, tapi dia mengangguk-angguk saja dari tadi. Mencoba mendengarkan dengan baik, baru nanti bertanya.

Rajit sedikit menegakkan punggungnya. “Yori berasal dari masa depan, Pak. Kartu hitam yang kita bicarakan tadi, itu adalah benda yang dipakai Yori untuk berpindah dimensi waktu.”

The Lost History; S-156 [Book 2]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang