Chapter 1.0

748 111 33
                                    

Sepasang manik kelam milik Doyoung terbuka, menatap langit-langit polos kamarnya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali sebelum bangkit duduk sambil meringis pelan. Badannya masih terasa sakit, terutama kedua kakinya. Pikirannya melayang kembali pada momen sesaat sebelum ia kehilangan kesadaran di Hutan Dimensi. Ada rasa familiar pada nada bicara lelaki itu. Tak ada yang ia dapatkan setelah memutar ingatannya. Ia lebih gelisah memikirkan bagaimana caranya ia sampai di kamarnya ini.

Tenggorokannya sangat kering. Perlahan ia meraih gelas berisikan air minum di atas nakas dan meminumnya hingga tandas. Masih memikirkan berbagai macam hal, pendengarannya yang cukup sensitif menangkap suara langkah kaki dari lorong depan kamar. Sepertinya Doyoung akan mendapat tamu.

Benar saja.

Tak lama kemudian pintu kamarnya diketuk, lalu kepala dengan surai hitam tampak menyembul dari pintu yang dibuka sedikit.

"Oh? Doy sudah bangun?"

"Belum," Doyoung membalas sambil merotasikan kedua matanya.

Si penanya melemparkan cengiran kuda padanya. Ia membuka pintu sedikit lebih lebar, membiarkan seekor kucing masuk ke dalam kamar Doyoung. Kucing itu melompat dengan girang ke atas kasur, menduselkan wajahnya pada tangan Doyoung. Pemuda itu menyambutnya dengan senyuman.

"Leon panik semalaman gara-gara kau, "

Doyoung menelan ludahnya dengan sedikit kasar. Ia memang tidak mengabari siapa-siapa soal kepergiannya ke Hutan Dimensi sendirian. Toh pada akhirnya Hendery akan memaksa ikut, dan itu adalah hal terakhir yang diinginkannya untuk terjadi.

"Oh.."

Pemuda itu mendengus, jelas gemas dan menahan emosi terhadap lawan bicaranya.

"Pulang dipapah orang asing, kedua tangan dan kaki terjerat mantra energi dan kehilangan kontak dengan familiarnya lagi," ia menjeda sebentar demi memberi kesan dramatis,"lalu kau hanya bilang 'oh'? Luar biasa sekali dirimu Doy."

"Aku tak apa-apa,"

Tak sepenuhnya bohong. Selain kedua kakinya yang masih terasa kebas akibat berlarian, tangan dan badannya sudah berada dalam kondisi jauh lebih baik.

Malas berdebat, pemuda bersurai hitam itu berjalan menuju kasur pemilik kamar, lantas menghempaskan dirinya di samping Doyoung. Mencari posisi yang nyaman untuk berbaring. Namun belum sempat ia bergerak, sebuah dorongan telapak kaki membuatnya terjatuh ke samping tempat tidur.

"Jangan naik kalau belum mandi," ujar Doyoung sebelum Hendery sempat melempar protesan.

"Sembarangan nuduh-"

"Ujung celanamu kotor, punggungmu lumayan basah entah karena apa," Potong Doyoung tanpa menoleh ke arah yang lebih muda,"ciri-ciri khas orang belum mandi."

Tangannya sibuk membelai anak Leon, kucing yang ia pangku. Sesekali mengacak gemas bulu kecoklatan miliknya.

Pemuda yang kini terduduk di lantai menghelakan napas dengan kesal. Menyipitkan mata tak suka pada pemandangan yang disuguhkan di hadapannya ini. Bagaimana tidak, Leon yang merupakan familiar nya lebih memilih Doyoung ketimbang dirinya sendiri.

"Setidaknya biarkan aku rebahan dulu sebentar," ia mengusap-usap bokongnya yang sedikit sakit akibat berbenturan dengan lantai, "asal kau tahu aku baru saja kembali dari kantor asrama."

Once Upon a Bunny [JaeDo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang