CHAPTER 17

423 81 245
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya Kim Jiya bukanlah tipe perempuan yang suka mendetonasikan kuriositas secara berlebihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya Kim Jiya bukanlah tipe perempuan yang suka mendetonasikan kuriositas secara berlebihan. Ia acuh dan tidak terlalu peduli terhadap suatu perkara. Tetapi siang itu, tatkala ia sudah sampai di rumahnya sendiri, ia menemui anaknya sendiri yang akhir-akhir sering meninggalkan Jiya demi si papa durjana dan secara general Jiya juga sering menelantarkan Jisa.

Ia bertanya perihal insiden kemarin pada Jisa sebab bocah itu melihatnya. Katanya, sih, Taehyung yang memulai pergelutan.

Taehyung dan Jungkook itu tolol, ya? Bisa-bisanya gelut di depan anak kecil. Tetapi tidak apa-apa, sekali-kali anak tidak tahu diri itu mesti melihat hal pahit.

“Mama, Papa baik-baik saja, kan?”

Kemarin, bocah cantik itu sebetulnya merengek meminta ikut Jiya, namun Jiya melarang dengan alibi singkat: papa needs mama for a while. Sumpah, itu random sekali. Namun, memang adakalanya Taehyung itu suka melupakan eksistensi Jisa kalau sedang bersama Jiya. Jiya hanya meminimalisir resiko kalau tiba-tiba Taehyung lupa diri lagi. Meskipun sebetulnya tidak masalah, sih.

Selain insiden melebur bersama beberapa hari yang lalu. Papa durjana itu juga sering sekali menganggap bahwa dunia itu cuma terisi oleh dirinya dan Jiyaㅡpadahal ada eksistensi Jisa. Contohnya dulu, saat Jisa masih berumur satu bulan, Taehyung melupakan Jisa demi mencapai limit aksi yang sedap dengan Jiya, padahal Jisa tengah menangis dan Jiya sudah meminta Taehyung untuk berhenti.

Jiya berujar datar, “Iya. He’s okay.”

Visus menangkap air wajah Jisa yang menunjukkan ekspresi kelewat lega, meskipun masih ada warna-warna gelebah di sana. Lantas, Jiya mendaratkan bokongnya di samping Jisa yang tengah memeluk boneka kesayangan yang diberikan oleh papa durjana yang manis itu. “Kemana papa Jimin?”

“Papa Jimin pulang tadi pagi.” Ia menjeda. “He made me a sandwich before he left and it’s so delicious.”

Sepersekian sekon kemudian, nyenyat menghiasi atmosfer. Jiya tidak mengerti soal situasi yang tengah memeluk saat ini. Pikirannya mengawang pada Jimin yang memang akhir-akhir ini memenuhi serebrumnya, namun di sisi lain ia tengah mencoba melahap habis ekspresi wajah Jisa yang berubah absurd.

𝐌ㅡ𝐒𝐢𝐧𝐚𝐭𝐫𝐚 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang