Semua orang tidak bersuara, hanya ada denting bunyi sendok menyentuh piring. Aku melirik sebelahku, Reyhan tengah menyantap makanannya dengan tenang. Begitu juga bude Ajeng dan ayah, mereka semua menikmati makan malam selain aku.
Aku tidak bisa fokus makan seperti yang lain. Masih terngiang pertanyaan Reyhan yang mengajakku untuk tinggal bersamanya. Apakah jika sudah menikah, lantas harus selalu tinggal terpisah dari orang tua?
Walaupun aku dan ayahku tidak sering bertemu. Ayah sibuk, dia bekerja terus. Bude Ajeng pun begitu. Tapi rumah ini? Aku ragu bisa meninggalkan tempat yang sudah menjadi bagian dari hidupku selama dua puluh tiga tahun.
"Ay, kok dari tadi makanannya cuman di aduk aja?" tanya bude Ajeng padaku.
Aku memang sedang tidak berselera makan. Baru dua hari aku menikah. Kenapa suamiku sudah mengajakku pindah?
Ada-ada saja. Kalau begitu sama saja aku harus menyesuaikan diri di tempat baru lagi. Padahal tujuanku menerima perjodohan ini, demi agar ayah tidak mencabut fasilitas yang biasa diberi padaku. Termasuk rumah ini dan juga uang saku. Kalau aku tinggal bersama Reyhan, apa dia dapat menjamin hidupku akan bahagia nantinya?
"Ay gak selera makan, Bude," jawabku singkat.
Bude menghela napas. Padahal sangat jarang bisa makan bersama dalam satu meja makan. Biasanya kita sibuk dengan aktifitas masing-masing. Aku lebih sering makan dengan temanku di luar. Berkumpul bersama sambil mengobrol menikmati WiFi gratis di cafe.
Reyhan meletakkan sendoknya kemudian mengambil alih sendok dari tanganku. Dia mengambil sedikit nasi dan lauk pauk. Entah apa yang hendak dilakukannya.
"Buka mulutnya," titah Reyhan.
Aku refleks membuka mulut. Rupanya Reyhan hendak menyuapiku dan itu membuatku tersentak luar biasa.
"Uhuk!"
Aku sampai batuk saking terkejutnya.
"Kamu harus pelan-pelan."
Reyhan memberikanku segelas air dan aku mengambilnya.
"Pastikan yang kamu baca doa makan, bukan doa tidur seperti waktu itu," ujar Reyhan.
Bude Ajeng ikut batuk. Tak lama ayah juga menyusul batuk.
Dua orang itu saling menatap keheranan dan malu.
"Aysha, kamu baca doa tidur sewaktu mau makan?" tanya ayah kelihatan tidak percaya aku sebodoh itu.
Aku mencebikkan bibir. Kenapa Reyhan harus menceritakan hal memalukan itu, sih, kesal.
"Ya Allah, Nak Rey. Tolong maklumi dan bimbing Aysha ya. Dia kurang perhatian dari ayahnya, termasuk dari saya juga sebagai budenya," kata bude Ajeng.
Reyhan mengangguk. "InsyaAllah, Bude."
**
Aku sengaja menunggu Reyhan di depan pintu. Barusan dia sedang mengobrol dengan ayah, jadi aku biarkan saja dulu. Tapi kali ini aku harus memberinya pelajaran. Dia sudah membuatku malu di hadapan bude dan ayah tadi.
"Kamu ngapain di depan pintu?"
Akhirnya yang ditunggu datang juga. Aku langsung menarik tangannya, mendorong tubuhnya masuk kemudian menutup pintu dan menguncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan Dengan Santri (Gus Reyhan)
RomanceFOLLOW DULU SEBELUM BACA Rate 18+ Rumaysha terpaksa harus menerima perjodohan dengan seorang pemuda bernama Reyhan. Gus dari pondok pesantren Al-Faaz. Rumaysha awalnya menolak, tapi ayahnya mengancam akan memasukkan dirinya ke pesantren jika menola...