Oleh: Cholida Nastaini
Hari sudah mulai gelap, adzan magrib beberapa menit lagi akan berkumandang. Ramadhan kali ini terasa aneh bagi Bulan, gadis yang baru saja lulus SMA itu merasa sepi di tengah kemeriahan bulan penuh berkah itu. Pasalnya, ini baru pertama kalinya ia harus menjalani puasa jauh dari keluarga kecilnya di kampung.
Setelah pengumuman kelulusan kemarin, Bulan langsung pergi ke kota di pulau seberang untuk mewujudkan mimpinya. Ya, ia ingin sekali pergi jauh dari kampungnya, hidup di kota besar yang ramai dengan kehidupan yang jauh berbeda dengan kehidupan di kampung halamanya. Bulan ingin merubah nasih kehidupan keluarganya kelak, membahagian kedua orangtua dan adik-adik kembarnya meskipun resiko yang harus dihadapinya tidaklah mudah. Seperti sekarang, ia harus rela jauh dari kehangatan keluarga kecilnya yang sangat ia sayangi.
Tapi Bulan sudah memikirkan segalanya dengan matang. Lagipula, banyak motivasi yang membuatnya yakin untuk pergi ke pulau sebrang. "Setidaknya di sana banyak gunung yang bisa ngilangin streslah" pikirnya.
Bulan adalah gadis penyuka petualangan, bukan gadis manis yang pandai merias wajah. Dia lebih suka berpenampilan apa adanya. Tapi walaupun begitu ia tetap pandai berpenampilan. Bulan gadis yang supel, sehingga mudah berteman akrab.
Meski sifat cueknya terkesan kuat, tapi Bulan tak bisa menutupi kesedihanya saat ini. Ternyata jauh dari orangtua dan teman-temanya bukan hal yang mudah. Dulu setiap Ramadhan seperti ini, setiap sore ia akan membantu Bunda memasak untuk berbuka. Sekarang, ia harus rela memasak sendirian dan berbuka sendirian. Sesak rasanya jika harus dirasakan seperti ini."Halo." Ucap Bulan setelah menekan tombol hijau di layar handphonenya.
"Lagi apa sih kok baru diangkat?" tanya lelaki yang berada di ujung telepon.
"Males aja, ada apa?" balas Bulan dengan nada malas.
"Males? Hah." Tanya lelaki itu, suaranya terdengar tak suka.
"Iya, kenapa? Keberatan? Kita kan udah putus, kamu nggak perlu lah pakek sewot gitu."
Ya, yang meneleponnya adalah mantan kekasihnya, Reno.
"Ya tapi kan aku masih sayang sama kamu, Lan. Hargai perasaanku sedikit aja kenapa sih." Reno meninggikan nada Seriusnya membuat Bulan mengerutkan dahi.
"Apa? Hargai katamu? Untuk apa aku menghargai orang yang nggak menghargai aku? Udah lah, Ren. Aku udah nggak mau pusing sama masalah ini. Aku udah muak sama kata-katamu. Urus saja Anggi, nggak perlu pedulikan aku!." Bulan berkata dengan penuh penekan dan langsung menutup teleponnya setelah kata terakhirnya terucap tanpa menunggu Jawaban dari Reno.
Di lemparkannya kembali ke kasur. Pusing, Bulan memijat dahinya.
"Bisa-bisanya dia." Gumamnya.Reno dan Bulan dulu pernah menjalin hubungan kekasih, 3 tahun lebih mereka menjalin kasih namun hubungan mereka harus berakhir karena adanya orang ketiga yaitu teman semasa SMP nya dulu, Anggi. Reno dan Bulan bersekolah di SMA yang berbeda, sedangkan Anggi bersekolah di SMA yang sama dengan Reno dan lebih enak lagi mereka sekelas. Mungkin itu yang membuat Reno membagi hati.
Ah, sudah lah. Bulan malas mengingatnya. Sesak rasanya. Badanya lelah, hatinya lelah, pikirannya lelah. Sepertinya Bulan butuh refreshing. Andai ia masih di kampungnya, Bulan bisa mengajak sahabatnya untuk pergi ke tempat-tempat indah menghilangkan stres. Mengingat itu tambah membuatnya sedih.
"Huuuhhh." Bulan membuang napas lelah.
Bulan mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah ia lalui hari ini, kenapa lelah sekali pikirnya.Hari ini Bulan tidak pergi ke mana-mana, hanya pergi ke pasar tadi pagi, setelah itu ia pergi menghadiri acara pengajian di masjid dekat kostnya.
Seketika Bulan mengingat sedikit isi ceramah tadi siang. Tentang kewajiban dan larangan untuk umat Islam. Hatinya tiba-tiba terenyuh. Ia merasa telah lalai sebagai muslimah. Sering menunda sholat, bahkan lupa. Pernah ia ingin menerima Reno kembali, tetapi ia terus teringat akan pesan guru agamanya bahwa berpacaran adalah hal yang mendekati zinah. Maka diurungkannya niatnya itu. Bahkan sekarang Bulan tak ingin pacaran, bila nanti saatnya tiba jodohnya akan datang pikirnya.Tadi siang, ia kembali mendengar tentang keharusan seorang muslimah yang sering sekali ia dengar ketika menghadiri ceramah agama. Yaitu menutup auratnya dengan syar'i. Hatinya bimbang, ada keinginan untuk menutup aurat sesuai aturan syar'i, tapi ia takut itu akan mengahalangi hobinya yang suka berpetualang mendaki, traveling sana-sini. Tapi sekarang telah banyak wanita yang tetap dapat melanjutkan hobinya dengan tetap menaati aturan Allah.
Selama ini Bulan memang telah berjilbab, tapi sifatnya yang tomboy membuatnya sungkan jika harus berpenampilan syar'i. Tapi ternyata berada jauh dari orangtua membuatnya sedikit demi sedikit berubah. Yang dulunya jarang mengaji dan tak pernah sholat malam, sekarang menjadi rutin mengaji dan sering sholat malam.
Bulan selalu berdoa untuk kesuksesannya dan kesehatan keluarga yang jauh di sana. Dan sekarang, Bulan tersentuh dengan perkataan ustadz yang mengisi ceramah tadi siang.
Diambilnya kain kerudung yang panjang lalu dipakaikan ke kepalanya.
"Bagus." Gumamnya seraya tersenyum.
"Ya Allah, bimbing aku."Tak terasa hari demi hari ia lewati. Ia nyaman dengan perubahan yang sudah ia jalani kurang lebih dua minggu itu. Ternyata tak sesulit yang ia pikir.
Lebaran tinggal dua minggu lagi. Pengumuman tes masuk universitas adalah hari ini, tinggal beberapa jam lagi. Doa tak pernah lupa ia panjatkan sehabis sholat. Ia percaya Allah mendengar doa-doanya selama ini. Pukul 17.00 pengumumannya dapat dilihat di website resmi panitia tes. Sekarang pukul 16.45 artinya 15 menit lagi ia akan melihat hasil tes yang sudah ia jalani tempo hari.
Walaupun hatinya cemas, namun ia mencoba untuk tenang. Ia cemas karena saat tes ia kurang maksimal, ia tak pernah ikut bimbel karena terbatasnya dana. Bisa pergi ke sini saja sudah syukur sekali. Tekadnya yang besar yang membawanya ke sini, meski tanpa sanak saudara satupun. Ia ingin membuktikan pada mereka yang meremehkan kemampuan ayahnya.
"Yah, Bulan bakal bikin ayah bangga." Kalimat itu yang menjadi janjinya pada diri sendiri.Tak dipungkiri, soal-soal tesnya luar biasa sulit bagi Bulan. Bulan hanya belajar sendiri, hanya berbekal buku UN dan buku kumpulan soal yang ia beli dan buku catatannya semasa sekolah lah ia dapat belajar.
Bersaing dengan ribuan peserta tes dari daerah lokal bukan hal yang mudah. Namun semangatnya tak luntur. Niatnya untuk belajar lebih besar dari ketakutannya.
"Usaha udah. Doa juga udah. Ya Allah loloskan hamba Ya Allah." Ucap nya dengan penuh harapan.Lima belas menit berlalu, Bulan mencoba mengakses laman web yang akan menampilkan hasil usahanya. Dengan teliti di carinya namanya pada laman itu. Dan... Tap! Matanya menemukan namanya tertera di sana. Dibacanya berulang kali namun tetap sama. Nama BULAN WIDURI tetap di sana. Betapa bahagia hatinya. Rasa syukur berkali-kali ia panjtkan. Setelah perjuangannya yang panjang, akhirnya Allah mengabulkan doanya.
"Tak ada yang tak mungkin bagi Allah."
"Dekatkan diri pada-Nya niscaya Dia akan mendekatkan kamu dengan impianmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Ramadhan
ContoSesampai di masjid, ayah segera memarkirkan motornya begitu juga dengan Rendy, Kira dan Oliv turun dari motor dan segera masuk ke dalam masjid lewat pintu khusus wanita, sedangkan ayah dan Rendy masuk lewat pintu khusus pria. "kak, untung saja kita...