Sore itu, ditempat yang sama, bersama orang yang sama, dengan perasaan yang berbeda.
Ingatkah kau di sore itu? Disaat kau berkata ada hal yang mengganjal di pikiran mu dan ingin segera kau ungkapkan. Kau bilang kau akan jujur dengan perasaanmu, dengan apa yang kau rasakan saat itu.
Aku menunggu dengan hati yang cemas, mencoba menduga-duga apa yang akan kamu katakan. Entah kenapa hatiku merasa ada yang sedang tidak beres, yang kau katakan mungkin bukanlah sesuatu yang baik yang selama ini telah ku nanti.
Perasaan ku benar, sore itu kau bilang seseorang dari masa lalu mu datang lagi, dia hadir dikehidupan mu yang sekarang, dan kalian akhirnya bertemu lagi.
Kau bilang, hatimu merasakan bahwa ada sesuatu yang belum selesai diantara kalian, atau mungkin hanya padamu . Ada perasaan yang masih tersisa dan perasaan itu berhasil mengalihkan atensimu dariku. Kau berkata kau merasakan ketulusan ku terhadapmu dan kau tidak ingin mengotori itu. Jadi sebelum semuanya terlambat, kau memilih jujur dan berterus terang.
Aku selalu berkata bahwa aku tidak ingin bersama seseorang yang masih memiliki unfished business dengan masa lalunya, dan kau selalu bilang bahwa kau bukan orang seperti itu. Kau selalu menyakinkanku akan masa lalu yang tidak akan menjadikanmu ragu. Sepertinya, saat itu kau mengatakannya bukan untuk meyakinkanku tapi untuk meyakinkan dirimu sendiri.
Sore itu, harapan ku jatuh, ekspektasi ku terhadapmu hancur, gambaran masa depanku bersamamu hilang. Bagaimana bisa aku menjalin masa kini dan bermimpi akan masa depan dengan seseorang yang masih terjebak dengan masa lalunya. Bagaimana bisa aku menatap seseorang yang sedang menatap perempuan lain. Bagaimana bisa aku memikirkan seseorang yang nyatanya masih memikirkan perempuan lain.
Aku ingin menjadi satu-satunya perempuan yang ada dipikiran dan dihatimu. Ku ingin menjadi satu-satunya yang berjalan bersamamu menuju masa depan. Ku ingin hatimu seutuhnya hanya untukku. Tapi ku sadar, harapan tidak selamanya menjadi kenyataan. Ada saatnya harapan hanya menjadi harapan dan akan tergantikan dengan harapan yang lain.
Pada akhirnya, kita mungkin bukan orang yang tepat untuk satu sama lain atau mungkin saja kita bertemu di waktu yang kurang pas. Pada akhirnya, tidak ada "aku" pada "kita", atau mungkin memang tidak pernah ada "kita" sama sekali.
Sore itu, semesta seolah menolak harapan yang selama ini ku panjatkan. Tapi tak apa, perjalan masih panjang. Kali ini, ku biarkan kita melanjutkan perjalanan masing-masing dengan arah dan tujuan yang berbeda. Telah ku lepaskan harapan-harapan ku, harapan tentang kau dan aku.
Terima kasih kamu, terima kasih aku.