Chapter 9. Blok G

75 13 0
                                    

Dua bus mewah mengantarkan 25 orang peserta dan panitia kegiatan lelang. Jalan yang mereka lalui tidaklah mudah. Setelah melewati jalan besar, mereka berbelok ke jalan tanah kuning yang sedikit lembek. Di sanalah kesulitannya terjadi. Bus besar memang unggul untuk mengangkut banyak penumpang dan memberikan fasilitas memadai. Tapi, untuk melewati jalan perkebunan sawit yang didominasi tanah kuning, agaknya menghambat kenyamanan yang diinginkan. Benturan-benturan kecil terjadi dan sebagian besar dari penumpang mengeluh akan hal tersebut.

"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Ini jalan terbaik yang sudah kami pilihkan menuju lokasi presentasi." Wanita berpakaian blazer hitam dengan rok span selutut itu menunduk hormat.

"Banyak hotel di kota, kenapa harus dilakukan di tempat seperti ini?" Seorang wanita dengan bibir tebal berwarna merah menyala berpegangan erat pada kursi. Ia yang mendominasi keluhan penumpang karena perjalanan ini merusak tatanan rambut dan dikhawatirkan pegangannya yang terlalu erat bisa merusak cat kuku terbarunya.

Gadis berambut panjang sepunggung dengan sweter turqoise juga ingin mengungkapkan keluhan. Tapi, bukan karena bus yang melewati jalanan rusak, melainkan omelan wanita di belakangnya yang tidak pernah berhenti barang satu guncangan sekalipun. Mengalihkan perhatiannya, gadis itu pun mengeluarkan ponsel. Sinyal masih terlihat aman, namun selama beberapa hari belakangan ia masih belum mendapatkan pesan dari orang yang ia harapkan.

Fery tidak memberinya pesan apapun, padahal pemuda itu pasti sempat mendapatkan sinyal pada beberapa pemberhentiannya di pulau-pulau. Vira yang menyamar menjadi Gesi ini pun berkesimpulan bahwa Fery belum mengetahui perihal kepergiannya saat ini. Ia mengetik pesan dalam room chat Fery.

'Jangan lupa baca suratku.'

"Wanita di belakang kita berisik sekali. Bahkan gerutuannya pun terdengar keras." Elsa mengeratkan bantal lehernya dan menekankan ipods sedalam-dalam daun telinganya agar suara di belakang tidak lagi terdengar. Ia duduk di samping Vira dan memiringkan kepala untuk melihat sisi jendela. "Tapi polisi itu sudah cukup membantu untuk menenangkan wanita di belakang kita. Ia sepertinya penyayang orangtua."

Polisi yang dimaksud adalah pria berjambang tipis dengan pakaian kaos V-Neck warna dongker dan memilih berdiri di tengah sambil bergantung pada pegangan. Dalihnya untuk mengendalikan kondisi terutama menenangkan wanita di sampingnya yang masih tidak merasa nyaman dengan perjalanan ini.

Dari wajah hingga postur tubuh, Vira merasa tidak asing. Ia mulai menyadarinya saat polisi itu berinteraksi dengan orang lain. Pria itu salah satu yang pernah ikut dalam operasi penangkapan penyeludupan narkoba pada tugboat di tepi sungai. Sekalipun dari kejauhan menggunakan teropong, namun daya ingatnya tidak bisa diragukan. Vira mengeluarkan ponsel lagi dan mengetikkan pesan―sekalipun pesan sebelumnya belum terkirim akibat sulitnya sinyal dari penerima.

'Fer, aku melihat atasanmu di sini. Sepertinya seorang Inspektur juga. Ia memperkenalkan diri sebagai Aswin.'

Vira mengirimkannya, namun tidak berhasil karena sinyal disekitarnya sudah tidak ada. Ikon penundaan terpampang di sana sehingga ia hanya bisa memaku diri sembari melihat jendela. Ada perasaan berkecamuk yang membuatnya kembali membuka ponsel dan mengetikkan sebaris kalimat tanda penyampaian resahnya.

Seorang pemuda bertubuh pendek melewati barisan duduk Vira dan Elsa. Ia memperhatikan gadis yang berada di dekat jendela dan tengah mengirimkan sebuah pesan. Seharusnya pencahayaan yang terang di siang hari akan sangat kontras dengan pencahayaan ponsel yang tidak seberapa. Namun, pemuda itu cukup berada dalam posisi berdiri untuk mengintip isi pesan dari kejauhan, hanya mengandalkan matanya saja.

"Hmm.., menarik."

***

Aku butuh liburan, sementara kau dengan enaknya berlayar dengan kapal pesiar selama seminggu. Karena itu, ketika mendapat tawaran dari Gesi untuk menggantikannya memaparkan penawaran tender, aku pun menyetujuinya. Kegiatan dilaksanakan di wilayah Gunung Tamang, kawasan perkebunan kelapa sawit blok G. PT Purnabawa sudah menyiapkan bangunan khusus untuk mempresentasikan semuanya. Aku akan berangkat tanggal 5 Juli nanti dan acara selesai tanggal 12 Juli. Mungkin sehari setelahnya aku sudah kembali ke kota. Wilayah Gunung Tamang memang didominasi perkebunan kelapa sawit, tapi katanya pemandangannya sangat indah. Kawasannya lebih mudah dicapai dengan jalur air. Kapal tongkang pengangkut hasil perkebunan akan berlayar dua kali dalam seminggu yaitu hari Selasa dan Jumat. Kalau menggunakan jalur darat, membutuhkan waktu 6 jam perjalanan bagus dan 3 jam melewati kawasan hutan lindung yang kondisi jalannya rusak parah. Jika hujan, jalan ini akan lembut seperti bubur dan mengeras kembali paling cepat 2 hari. Kata temanku, sinyal mulai menghilang dalam jarak 2 jam sebelum sampai ke lokasi. Mungkin akan sulit menghubungi, kecuali jika aku memiliki jalan pintas menuju desa terdekat. Aku akan memberi kabar lagi jika memungkinkan.

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang