Chapter 10. Bernard dan Aswin

58 12 1
                                    

Pukul 12 siang.

Kematian Ibni menyisakan tanda tanya yang besar. Semua peserta yang mengenal atau pernah menjalin kerja sama dengannya mulai berspekulasi alasan terbunuhnya pria itu. Jika Reza digadang-gadang sebagai pemenang atas kepiawaiannya dalam melakukan perhitungan detil bangunan, maka Ibni bisa menjadi kandidat pemenang jika dilihat dari pengalamannya dalam dunia konstruksi. Di umurnya yang menginjak 52 tahun, ia sudah banyak memakan asam-garam mengenai bangunan dan sarana prasarana. Dunia yang dipenuhi ketidakjujuran dan rentan akan operasi tangkap tangan, namun hanya Ibni yang bisa lolos dengan mudahnya.

Kekayaannya berlimpah ruah. Dengan jumlah uang yang selangit, rasanya ia hanya bermain-main untuk mengikuti tender proyek yang tidak seberapa ini. Ia memiliki istri yang sakit-sakitan sejak 10 tahun yang lalu―sehingga untuk memuaskan hasratnya, ia sering menyewa pelacur atau memacari anak-anak ABG. Kejahatan itu tidak menjadi pelanggaran pidana, karena alibinya, semua dilakukan atas dasar suka sama suka. Namun, siapa yang tahu isi hati seseorang yang kepalang merasa sakit?

"Jadi, bisa saja semua terjadi karena dendam." Nordan akhirnya berspekulasi. Vira di hadapannya hanya manggut-manggut.

"Ah, sok tahu." Leo ikut bergabung dalam lingkaran yang berisikan Vira alias Gesi, Nordan, Elsa, Jessica, dan Kiki. Ia menggeser Nordan dengan kasar hingga ia bisa berhadapan langsung dengan gadis berambut ikal panjang. "Hei, Gesi."

Sapaan itu membuat empat orang lainnya illfeel. Sedangkan Vira sendiri hanya meringis tidak nyaman dan membalas lambaian tangannya. "Hm.., hai." Ia tekankan, kesopanan adalah hal utama saat berada di lingkungan baru.

"Kalian tahu, tidak baik membicarakan orang yang sudah tiada. Walaupun kematiannya cukup misterius. Dimana letak tubuh Ibni? Gara-gara misteri itu, Pak Aswin tidak bisa menyimpulkan kematian Ibni."

"Bicara tentang Pak Aswin," Nordan menoleh pada Leo yang memancing omongan. "Kenapa bisa bosmu―Pak Hilman―adalah seorang polisi? Kenapa ia menyamar ke dalam acara ini?"

Wajah Leo yang biasa ketara menampakkan santai dan tanpa beban, kini kusut untuk 2 detik. Pertanyaan pemuda cerdas di sampingnya cukup menjadi momok karena 'menceritakan tentang dirinya sendiri' terasa bukan stylenya. "Aku akan menjawab jika Gesi yang bertanya," katanya dengan centil.

Oh, diantara banyak wanita di sini, di gedung ini―bahkan ada wanita secantik Elsa―, kenapa Leo malah mengejar dirinya? Vira merasa risih. Tapi, sekali lagi. Ini lingkungan baru, dan ia harus beradaptasi sebaik mungkin. "Kenapa Pak Hilman harus menyamar menjadi direktur di acara ini?"

Kiki melirik Vira dengan tatapan penuh arti.

"Dipaksa sama Pak Tua itu," katanya acuh tak acuh dengan jempol mengarah ke belakang―tepat pada Hilman yang terlihat dari jauh sedang memperhatikan mereka. "Ia mendatangi perusahaan kami dan meminta tolong untuk ikut dalam acara ini dengan menyamar sebagai Pak Hilman, bos kami, yang tidak punya alasan untuk menolak. Sebagai jaga-jaga, istrinya juga ikut di acara ini demi menjaga nama baik perusahaannya―sekalipun Pak Bernard adalah polisi dan ada aku sebagai anak buah andalan Pak Hilman yang asli. Karena tidak ada jaminan bahwa nama baiknya tetap terjaga di sini."

"Anak buah andalan, hmm.., sombong juga." Nordan mengangguk-angguk. Mendapati tatapan tak senang dari Leo, ia pun mengangkat tangan. "Tenang, tenang. Hanya bercanda, Bro."

Dibanding terlibat dalam hubungan Leo – Nordan yang terlihat tidak akur, Vira memilih berdiam atas dua pemikiran. Pertama, ia mendapatkan jawaban atas kegundahan Rosa yang sebelumnya sempat bertanya-tanya alasan polisi harus berada di sini. Dan, yang kedua....

Bernard―polisi yang menyamar sebagai Hilman―duduk di sela antara Leo dan Nordan―membuat si malang Leo harus tergeser dan nyaris jatuh ke lapangan basah di sebelahnya. Koridor ini bukan tempat yang cocok untuk diskusi.

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang