Hari ini Celine berangkat ke kampus sendirian karena Melati sedang libur. Katanya, dosennya hari ini sedang menghadiri acara pernikahan di luar kota. Sebenarnya, saat hari libur dadakannya ini, Melati sempat menawarkan untuk mengantar Celine sampai gerbang, hingga memintanya berangkat dengan Lisa, tetapi Celine menolak, karena dia tak ingin merepotkan. Selain itu, dia juga ingin mencoba berangkat ke kampus sendirian, walau hanya sekali saja.
Saat berjalan sendiri menuju kampus, Celine merasakan hawa dingin. Itu bukan dinginnya udara pagi hari, melainkan dingin dari dalam tubuhnya. Rasa dingin karena ia gugup, mengingat ini pertama kalinya dia berangkat sendiri ke kampus. Tanpa siapa pun yang mendampinginya. Entah mengapa tiba-tiba dia jadi menyesal karena tidak menerima tawaran Melati. Namun, apa boleh buat? Dia juga sudah telanjur sampai di kampus.
Celine memasuki kampus yang saat masih sepi. Sepertinya dia berangkat terlalu pagi. Namun, tak apa, setidaknya suasana jadi tidak ramai dan dia tidak akan gugup saat berjalan ke gedungnya, begitu pikirnya.
Saat dalam perjalanan menuju ke gedung, dia melihat-lihat lingkungan sekitar kampus yang hanya dihadiri beberapa mahasiswa, membuatnya tersenyum kecil. Namun, senyumannya memudar ketika ia tak sengaja menangkap bayang sosok gadis berkacamata yang berada di gedung seni yang terlihat tidak asing. Membuatnya langsung menghentikan langkah kakinya dan menatap gadis itu.
Gadis berambut hitam panjang dengan mata kecil teduh yang indah. Hidung tegak yang tak terlalu mancung dan bibir cupid's bow berwarna merah muda, sama seperti gadis yang ada di rumah makan empek-empek Sabtu itu. Celine terdiam. Tidak. Dia tidak sama seperti gadis yang waktu itu di warung, tetapi dia benar-benar gadis itu-berdasarkan firasatnya.
Tapi ....
Kenapa kita bisa se-kampus?!
Celine memegangi kepalanya dengan kedua telapak tangan sembari mengigit bibir bawahnya. Mengapa dia harus satu kampus dengan gadis yang berada dalam mimpinya? Yang bahkan wajahnya masih teringat jelas. Dan sialnya, memberikan rasa panas di dadanya setiap saat-atau didatangi.
"Pagi, Celine," sapa Lala membuat lamunannya buyar seraya menolehkan kepala.
"Selamat pagi juga, Lala," sahut Celine membuat Lala tersenyum.
"Tumben berangkat sendiri, Meme mana?"
"Hari ini Meme libur."
Lala mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ngomong-ngomong, mau ke kelas bareng?"
Celine tersenyum kecil, lalu mengangguk.
"Yuk!"
Setelah itu, mereka berjalan beriringan ke gedung mereka. Lalu, berbelok ke kelas yang masih sepi dan masih diisi oleh kehadiran mereka.
><
Veranda menghela napas. Sesekali menengok ke belakang. Memastikan apakah cowok itu sudah pergi—berhenti mencarinya. Ketika memastikan cowok itu sudah tidak ada di sana, barulah ia menghela napas lega, lalu keluar dari tempat persembunyian. Berjalan dengan tenang ke kelasnya dengan senyuman lebar.
Namun, senyuman itu langsung pudar ketika melihat cowok itu berada di depan kelasnya. Membuatnya mendengkus kesal sambil menyipitkan matanya, memandang tajam.
"Ngapain kamu di sini?!" tanya Veranda tak ramah.
Cowok dengan kelopak mata ganda di mata kiri, sedang kanannya monolid itu tersenyum, membuat Veranda makin jengkel.
"Nunggu kamu," jawabnya membuat Veranda memutar bola matanya.
"Pergi," —Veranda menatap tajam— "atau—"
"Atau apa?"
Veranda mendengkus kesal. "Atau aku bakal pukul kamu."
Cowok itu tertawa kecil. "Pukul aja. Kapan lagi dipukul sama Vedadari?"
Mendengar si cowok yang malah makin menantangnya, membuat Veranda tanpa basa-basi melepas tabung gambar yang dicangklongnya, membuat cowok itu langsung mendelik. Ia tak menyangka jika maksud Veranda memukulnya itu adalah memukul dengan tabung gambarnya, bukan dengan tangannya.
"Kenapa? Takut?" tanyanya menimang-nimang tabung gambarnya yang cukup berat itu sambil melayangkan seringai.
Cowok itu tertawa kecut—menyiratkan ketakutan. "A-anu, aku harus ke kelas sebelum dimarahin Pak Broto, dadah!"
Tanpa basa-basi cowok itu langsung pergi dari hadapan Veranda, membuatnya menghela napas lega. Lalu kembali mencangklong tabung gambarnya dan masuk ke kelasnya. Namun, langkahnya terhenti karena seseorang yang tiba-tiba berada di depan matanya.
Sesosok cowok pendek berkulit sawo matang sedikit gelap berada di depannya. Mata besarnya mendelik ketika melihat sosok Veranda—terkejut, sama seperti gadis itu.
"Ah, sorry, gue mau lewat," ujar Gamaliel tersenyum canggung.
Veranda mengerjapkan mata, lalu memundurkan badan, memberi jalan pada cowok yang nyaris setingginya. Mungkin hanya berbeda 5 cm.
Bentar, 5 cm itu nyaris kan?
Veranda menepuk dahinya. Kenapa dia harus memikirkan hal tak penting itu? Dan yang terpenting kenapa jantungnya berdetak kencang? Veranda melihat ke belakang. Arah cowok itu pergi.
Apa aku kena pelet ya?
Veranda menggelengkan kepalanya. Tidak. Tidak mungkin itu pelet—seharusnya. Namun, walaupun begitu entah mengapa dia masih merasa aneh. Aneh karena tertarik pada Gamaliel. Seolah cowok itu menyimpan hal yang penting. Hal penting yang dia tak tahu apa.
Namun, entah mengapa membuatnya menjadi penasaran. Sangat penasaran.
25 April 2021
Untuk saat ini, author note libur dulu, brow. Otak saya mampet.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lovely Princess
Fanfiction[TAMAT] (16+) Bijaklah mencari bacaan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Peringatan: Semua yang tertulis merupakan fiksi belaka. _________ Hampir tiap malam, mimpi itu selalu menghantui Celine. Bukan sekedar mimpi buruk, tetapi juga me...