50 ~ Hancur

1.2K 172 15
                                    

Semua berjalan lancar tanpa hambatan. Resepsi akad Bambam Lisa yang cuma di hadiri rombongan Gang, baik orang tua, anak Gang season 1, juga anak Gang season 2 yang kompak membawa pasangan masing-masing. Akhirnya dua pasang itu resmi menjadi sepasang suami istri yang sah, yang siap menyambut anak pertama mereka beberapa bulan lagi. Sedangkan resepsi, katanya Bambam nanti aja. Dia masih menabung, dan Lisa masih hamil. Dia gak mau buat Lisa lelah. Sekalian nanti aja setelah lahiran, biar Lisa bisa ikut pesta di hari pernikahan mereka nanti.

Juga acara tunangannya June dan Rose yang menyusul seminggu kemudian. Baik Rose sama June berhasil meyakinkan diri mereka masing-masing, bahwa keduanya masih saling membutuhkan, dan menginginkan untuk bisa terus bersama.

Semua berakhir bahagia, akhirnya dua masalah utama yang lalu telah selesai, dan berakhir dua pasang itu sama-sama bisa pamer cincin resmi mereka.

Jiho mencolek tangan Mingyu yang sedang bercengkrama dengan Mina di sudut kolam ikan yang ada di halaman belakang rumah June.

"Ikut bentar a'a. Gue mau ngomong."

Setelah berbasa-basi sebentar, lalu menitipkan Mina ke pada Rose agar tidak hilang tenggelam di lautan tamu undangan yang turut hadir memeriahkan malam tukar cincin Rose dan June, Mingyu mengikuti adiknya yang berjalan menjauhi keramaian.

"Kenapa teh?" tanya Mingyu mendudukan dirinya di tangga pendopo, tepat disebelah Jiho.

"Lo serius habis ini ngelamar Mina?" tanya Jiho setelah meminum seteguk es jeruknya.

Mingyu mengangguk tegas, "Seriuslah, ya kali udah di terima, udah dapat restu, gak langsung di resmiin. Takut Abah Ambu ngiranya gue mainin anak mereka doang."

"Cuma ngelamar doang? Gak langsung akad?"

"Enggak. Jangan dulu deh, gue sama dia masih sama-sama mau fokus kuliah dulu. Gue gak mau kita terikat, yang buat kita gak bisa bebas kaya biasanya. Minimal dua tahun lagi lah, habis wisuda gue baru coba omongin tentang akad."

Jiho ngangguk. Dia minum lagi minumannya, lalu menoleh ke depan menatap teman-temannya yang sama sekali gak bisa diam. Bahkan di depan banyak orang masih bisa berbuat ulah tanpa tahu malu.

Jaehyun Jungkook baru saja berhasil menceburkan June ke dalam kolam renang, membuat June mengumpat keras, jas nya basah, tatanan rambut yang sudah ia atur sedemikian rupa hancur seketika dalam hitungan detik.

"A'a. Dosis obat-obatan lo...udah di kurangin?"

Mingyu gak jawab apa-apa. Tapi Jiho tau bahwa kembarannya baru saja tersentsak, terbukti dengan tangga kayu yang mereka duduki bergetar tiba-tiba.

"Lo.. Lo tau dari mana?" tanya Mingyu ragu tanpa menoleh, gak berani menatap adiknya.

"Berapa bulan yang lalu, gue pulang tengah malam, lo, gue panggil gak nyaut-nyaut. Terpaksa gue buka kamar lo pake kunci cadangan. Di dalam, gue nemuin banyak minuman keras, termasuk obat tidur sama obat pereda sakit kepala yang bertebaran di mana-mana. Lo gak ngobat kan a'a?"

Mingyu tersentak, dia reflek noleh sambil menggeleng, "Gue gak ngobat yang aneh-aneh teh. Cuma minum dua obat itu doang, tapi efeknya gak kerasa, makanya gue naikin dosisnya."

Jiho ngangguk paham, walau dalam hati dia tetap mengatakan Mingyu telah melakukan penyalahgunaan dalam meminum obat tanpa resep Dokter, dan itu bisa bahaya buat kesehatan Mingyu sendiri.

"Kenapa? Stres sama masalah mamah papah?" tanya Jiho lagi.

"Lo tau?" tanya Mingyu kaget. Jiho ngangguk.

"Pasti tau. Gue kan anak mereka juga. Bahkan Junkyu juga tau. Tapi kenapa lo gak bilang apa-apa sama kita? Malah ngelampiasin ke obat-obatan?"

Mingyu menghela nafasnya pasrah. Dalam 4 bulan terakhir ini, Mingyu bersama dua adiknya udah jarang berbicara serius, bahkan berkumpul pun bisa di hitung jari.

"Gue stres begitu tau bokap main sama perempuan lain, ngeliat nyokap frustasi, gue marah Ho, marah banget. Tapi gue bisa apa? Gue cuma gak mau buat lo sama Junkyu tertekan."

"Tapi buktinya kita bertiga sama-sama tertekan. Bodohnya kita gak bisa saling rangkul untuk ngeredain rasa kecewa kita. Lo fokus dengan fikiran lo sendiri, Junkyu minggat ke rumah nenek, dan gue yang coba bodo amat dengan nyibukin diri sendiri dengan lembur di rumah sakit. Tapi apa hasilnya? Gak ada kan? Kita sama-sama terpuruk, bahkan gak ada yang tau gimana sekarang kondisi nyokap yang harusnya saat ini kita ada di samping dia. Nyokap butuh kita kan Gyu?"

Jiho ngeluarin semua rasa kecewa juga marahnya yang ia pendam sendiri beberapa bulan terakhir belakangan ini. Kabar retaknya rumah tangga milik dua orang tua mereka benar-benar menghancurkannya. Dua puluh tahun Jiho menjadikan sang papa panutannya, tapi dalam sehari berhasil meruntuhkan semuanya. Keadaan berbalik, Jiho benci sama orang yang ia panggil papa tersebut kini berhasil menghianati keluarga kecil mereka. Dan Jiho juga benci sama mamanya yang berhasil menutupi perselingkuhan papanya setahun terakhir, membuat Jiho seperti orang bodoh yang gak tau apa-apa tentang orang tuanya.

"Pantes mama sama papa gak pernah balik ke Bandung lagi. Pantesan mereka beli apart baru di Bogor. Ternyata mereka udah pisah rumah tanpa kita tau. Ini mereka yang sukses besar udah ngelabuhi kita, atau kita yang durhaka karena gak peka sama hancurnya hubungan mereka?"

Mingyu gak bisa jawab. Karena dia sebenarnya masih gak percaya dengan cerita perselingkuhan itu. Bisa di bilang, ia malah curiga orang tua perempuannya lah yang duluan bermain di belakang.

Tapi faktanya dia merasakan hal yang sama seperti yang Jiho rasakan. Hancur! Sehancur-hancurnya. Dia ngerasa gak becus dalam menjaga dua adiknya. Dia ngerasa gak pantas di panggil anak sulung saat ia tak bisa mengayomi, merangkul, juga menenangkan dua adiknya. Mingyu ngerasa bersalah udah egois bermain perasaan sendirian di belakang adik-adiknya yang juga sama sakitnya.

"Junkyu katanya mau lanjut kuliah ke Jakarta. Dia mau nemenin nyokap."

Mingyu tersentak kaget, "Kok? Lo tau dari mana?"

"Gue kemaren ke rumah nenek, niatnya mau jemput dia balik, soalnya gak enak kelamaan nginap di sana. Tapi ternyata dia udah buat keputusan sendiri untuk ikut nyokap—

—Minggu depan gue yang antar dia ke Jakarta. Lo kalau mau ikut bokap silahkan, gue sama Junkyu gak akan ngelarang."

Mingyu mengumpat dalam hati. Ternyata Jiho lebih dulu peka dengan perasaannya. Tapi bukan ini yang Mingyu maksud. Dia cuma mau tau dari mana asal muasal hancurnya hubungan kedua orang tuanya. Dia memang gak percaya papanya selingkuh, tapi bukan berarti dia menuduh mamanya yang selingkuh. Mingyu berdiam diri selama ini cuma lagi ngumpulin bukti, bukan menyiapkan strategi untuk berpisah dengan dua adiknya dalam memilih ingin ikut siapa.

"Satu lagi Gyu. Habis dari nyokap, gue ke bokap juga. Gue sekalian mau minta izin."

Mingyu menoleh dengan alis terangkat sebelah.

"Izin apa?"

"Beasiswa. Gue dapat beasiwa nerusin semester depan ke Singapore. Dan untuk yang ini, gue berniat ambil..."

Anak Gang - Kisah Klasik || 97LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang