35. Kenyataan

1.3K 74 0
                                    

"Jihan, nanti balik sekolah gue main kerumah lo boleh?" tanya Pricilla sesaat setelah Jihan mendaratkan pantatnya dibangku miliknya.

Jihan mengerjapkan matanya. Bahkan bibirnya kelu, ia bingung harus mengatakan apa. Harus setuju atau tidak.

"Boleh nggak?" Pricilla mengulang pertanyaannya lagi.

Jihan meneguk ludahnya dengan susah payah. Tapi tak urung ia tetap mengangguk. "B-boleh kok." Yasudahlah, nanti Jihan akan mampir ke rumah orang tuanya dulu lalu ia akan pulang setelah maghrib ataupun isya.

"Gue boleh ikut juga?" samber Julio yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan dua gadis itu.

"Nggak! Lo nggak usah ikut. Lo ngerepotin, banyak mau," tolak Jihan mentah-mentah yang membuat Julio mendelik tajam. "Dih pelit ya lu," cibir cowok itu.

Jihan sebenarnya takut jika ke rumah orangtuanya tanpa Julian, nanti orangtua akan bertanya keberadaan Julian dimana, atau kenapa Julian tak ikut bersamanya. Dan jika hal itu terjadi, ia takut jika Pricilla akan berpikiran yang macam-macam dan membuat rahasia pernikahannya terbongkar. Aduh, belum apa-apa Jihan udah negatif thingking saja.

Julio menyenggol siku Jihan pelan yang membuat gadis itu tersadar dari lamunannya dan menoleh pada Julio dengan tatapan bertanya "apa?"

"Lo napa ngelamun? Itu nama lo bentar lagi mau diabsen," ucap Julio dengan nada rendah.

"Hah? Emang udah bel?"

"Udah bego. Emang daritadi lo nggak dengerin?"

"Jihan Alina Putri," panggil seorang guru paruh baya yang membuat percakapan antara Jihan dan Julio terhenti.

"Hadir," ucap Jihan yang spontan binti kaget karena ternyata secepat itu namanya disebut. Setelah namanya, dua nama seterusnya adalah Julio. Sesuai abjad awal nama mereka.

"Lo jadi ngajakin Pricilla ke rumah ortu lo?" tanya Julio memecah keheningan lagi.

"Ya mau bagaimana lagi. Kalo kerumah Bunda Ayah kan lebih bahaya."

"Gue beneran nih nggak boleh ikut?"

"Beneran lah." Detik berikutnya, tak ada pembicaraan lagi diantara mereka. Mereka mulai fokus pada penjelasan guru didepan mereka.

***

Saat jam pulang sekolah. Tepat bel berbunyi, saat itu juga Pricilla menarik tangan Jihan dengan terburu-buru menuju parkiran.

Saat melewati koridor, ia dan Pricilla berpapasan dengan Julian yang mungkin saat itu ingin menuju ke kelas Jingga. Julian sempat menatap kearah bertanya kearah mereka, lebih tepatnya kearah Jihan. Jihan hanya meringis, sedangkan Pricilla tetap acuh dan terus menarik tangan Jihan.

Saat sampai di parkiran, tiba-tiba ponsel milik Jihan yang berada dikantong sakunya berbunyi sekali yang tandanya ada pesan masuk.

"Yuk masuk, Han," ajak Pricilla untuk gadis itu segera masuk kedalam mobil miliknya.

"Bentar-bentar." Jihan segera membuka pesan yang ia terima. Julian. Tumbenan nih cowok chat, begitu pikirnya. Memang mereka sudah bertukar nomor saat telepon sejak mereka ada di Ngawi. Itu juga Julio yang mengusulkan. Dengan alasan karena mereka disana pergi hanya bertiga, makanya harus punya nomor masing-masing biar bisa saling komunikasi dan menjaga.

Julian

Lo mau kemana? Kok tadi kek buru-buru gitu.

Julian Untuk Jihan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang