Semilir angin malam itu tidak membuat Yuri berhenti dari kegiatannya menatap bintang yang bersinar begitu terang di langit. Menghabiskan waktu di balkon kamarnya nampaknya sudah menjadi rutinitas bagi sang Putri Mahkota dalam beberapa tahun terakhir.
Benar, Kwon Yuri adalah seorang Putri Makhota dari sebuah kerajaan di sebuah dataran luas dekat pantai yang begitu indah. Begitu banyak gadis di daerah yang berada di bawah kekuasaan Raja itu bermimpi menjadi dirinya dan berada di posisinya; tapi kalau ia boleh memilih, maka Yuri hanya ingin menjadi seorang rakyat biasa.
Bukan, bukan karena sang ayah kurang memberikan kasih sayang dan perhatian. Sebut saja memang ia yang kurang mensyukuri betapa baik kehidupannya. Sejak kematian sang ibunda dan kakak laki-lakinya, beban mahkota diturunkan kepada Yuri. Karenanya, gadis itu tidak lagi memiliki kebebasannya dan tidak lagi diizinkan menjadi dirinya sendiri.
. . .
Oh Sehun menghela napas panjang. Sebuah fakta yang ia dengar dari Kwon Yoona, adik dari sang Putri Mahkota, membuatnya gundah.
Meskipun Kwon Yuri tidak menolak perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka, ia tahu bahwa gadis itu tidak menerima berita itu sebaik dirinya; terlihat jelas dari sorot matanya.
Eonnie tidak selalu seperti ini, Wangjanim. Yuri Eonnie-ku adalah orang yang sangat enerjik dan menyenangkan. Ia banyak bicara, bercanda dan juga tidak memandang status siapa pun. Eonnie adalah seseorang yang organik. Semua tentang dirinya adalah hal yang benar dan nyata, tanpa kepalsuan. Ia bahkan tidak memperdulikan statusnya sebagai seorang Putri Kerajaan dan berteman dengan semua orang. Aku sangat mengagumi dan menyayanginya.
Tapi sejak kepergian Eomma dan Jiyong Oppa, aku benar-benar tidak lagi mengenalnya. Sepertinya beban Tahta Kerjaan begitu berat untuknya. Kami dibesarkan bukan untuk memimpin sebuah Kerajaan, Wangjanim. Jika secara mendadak beban itu jatuh padaku, aku rasa aku tidak akan sanggup menanggungnya. Tapi Eonnie adalah orang yang kuat. Aku tahu Eonnie akan bertahan.
Maaf jika aku melewati batasku, Wangjanim. Tapi aku benar-benar berharap kau bisa mendampingi Yuri Eonnie dan terus mendukungnya.
Kalimat-kalimat itu terus terngiang dalam kepalanya. Tapi ada sebuah fakta lainnya yang membuatnya benar-benar terkejut. Yoona memberitahunya bahwa Yuri sudah siap melepaskan mahkotanya sebelum Pangeran Jiyong meninggal.
Seorang pemuda kalangan biasa berhasil merebut hati sang Putri beberapa tahun yang lalu. Seorang pemuda yang menjadi pahlawan hati seorang Kwon Yuri. Yoona tidak terlalu tahu rinciannya, tapi ia tahu bahwa sang kakak benar-benar jatuh hati pada pria itu.
. . .
Suara pintu yang terketuk membuat Yuri tersadar dari lamunannya. Di sana berdiri seorang pemuda tampan dengan senyum menawan yang akan segera menjadi suaminya.
"Wangjanim," sapa Yuri dengan menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak bersikap formal seperti ini padaku? Kita akan segera menikah, Yuri. Akan lebih baik jika kau bersikap santai padaku. Kau bisa memulai dengan memanggilku Oppa sekarang."
"Baiklah, Oppa," balas Yuri dengan senyum tipis di wajahnya.
Sehun membalas senyuman tipis itu dengan senyuman teduh miliknya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya sang Pangeran.
Alih-alih langsung menjawab, Yuri malah kembali mengalihkan pandangannya pada langit malam berbintang di sana. Perlahan gadis itu kehilangan senyum di wajahnya. Ia memejamkan matanya erat, seiring dengan kedua tangannya yang mencengkeram pagar balkonnya, kemudian menarik napas panjang dan menjawab dengan lirih, "Tidak ada."