1 - Bermula di Jakarta

10K 545 57
                                    

Karena semua ini hanya sebentar, nikmatilah sebelum waktu mengambilnya. Sementara dan sekejap saja.

Gue gak pernah masuk ke fase dimana hidup berjalan jadi sebahagia ini.

Bahkan saking gak pernahnya, setiap kali gue ketemu dengan dia, dalam hati gue pasti selalu berbicara, "Apakah gue pantas menerima semua ini?"

"Apakah gue yang belum baik ini pantas dipertemukan sama dia yang baik banget?"

Jadi insecure itu emang gak pernah enak. Tapi sama dia, entah kenapa ya? Gue bisa sedikit demi sedikit mencoba untuk sayang sama diri gue sendiri.

Bahkan mungkin di sini, di samping penjual bakso favorit gue di pinggiran jalan sudut Jakarta Selatan. Gue ngerasa bahagia banget meskipun cuma duduk di kursi plastik warna merah, memangku mangkok bakso lengkap dengan pangsit dan es teh manis yang gue letakan di kursi sebelahnya.

Bengong sambil makan dan lihatin langit berwarna jingga serta lalu lalang jalanan begini emang kesukaan gue. Lihat lalu lalang orang-orang yang baru pulang kerja, bagaimana hiruk pikuk wajah Ibu kota yang gak ada berhentinya.

Memang gitu ya? Saat dulunya gue kira sendiri itu adalah hal yang paling baik untuk gue. Hal yang sepertinya menenangkan untuk gue. Ternyata enggak. Ternyata gue salah besar.

Sama dia, gue jadi sadar bahwa...

Sendirian itu berat banget,

Dan manusia memang gak akan pernah bisa sendiri.

Gue kadang mikir, waktu gue masih melakukan semuanya sendirian, ternyata sekeras itu ya gue berusaha? Sekeras itu ya gue mencoba untuk terus terlihat baik-baik saja? Sekeras itu ya gue mencoba untuk memendam semuanya sendirian?

Gue cuma orang yang menjalani hidup untuk bisa bahagia aja dihari ini dan dihari-hari seterusnya. Gue sangat mengupayakan kebahagiaan karena dulu, gue terlalu sering menerima banyak rasa sakit. Rasa sakit yang datangnya entah dari orang lain atau juga dari diri gue sendiri. Atas kebencian yang sumbernya justru dari isi kepala dan isi hati gue sendiri.

Makanya waktu ada orang yang dateng dalam hidup gue, gue justru takut. Takut banget, makanya gue cenderung menutup diri akan hal itu, gue setrauma itu disakitin sama orang dan itu yang memilih gue untuk hidup tanpa siapa-siapa.

Hidup tanpa siapa-siapa membuat gue terbiasa tanpa ekspektasi. Gue jadi nggak terlalu bawa perasaan. Karena ya siapa lagi yang ada untuk gue selain diri gue sendiri?

Hidup sendirian itu menyedihkan.

Lo bakal selalu memenuhi isi kepala dengan ribuan penyangkalan. Bahwa lo kuat, bahwa lo tegar, bahwa lo bisa hadapi ini seorang diri. Iya lo bisa, tapi lo lagi bohong kan sama diri lo sendiri?

Tapi lagi-lagi sejak gue ketemu sama dia, gue sering banget untuk diajak jalan-jalan sama pikiran sendiri dan itu kadang bikin gue sedih. Sedih kenapa takdir hidup bisa sekeras ini ya ke gue? Sedih karena gue baru banget ketemu dia sekarang? Kenapa gak dari dulu aja? Sedih karena ternyata gue baru tau gue juga berhak ngerasain bahagia kayak orang-orang?

Memang benar, ya?

Ketemu sama orang baik itu ternyata life-changing banget. Hidup lo bakal berubah, lo bakal ngerasa kayak oh ternyata ada ya orang sebaik ini di bumi? Lo bakal ngerasain bahwa hidup jadi semudah ini. Lo bakal punya alasan untuk lo menyambut pagi. Lo bakal punya semangat juga kalau lo bisa untuk menjadi baik kayak dia. Karena bagi gue, berdiri di Jakarta dan bisa hidup untuk bertahan dari hari ke hari aja udah hebat banget dan itu jadi pencapaian diri gue sendiri.

SementaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang