05 •• Kesatria Putih ••

27 10 3
                                    

Luna bilang, akar pohon raksasa selain bisa menghipnotis seseorang juga bisa bermanfaat untuk obat anestesi. Karena itu, dia sering memakainya sebagai pereda rasa sakit pada luka bengkak. Termasuk saat ini untuk luka kecil di pahanya.

Meskipun pendarahan yang tersisa hanya sebatas lecet kecil, namun setiap beberapa jam sekali rasa bengkaknya terasa tak nyaman untuk kakinya. Dan jadilah Luna mengompresnya untuk meredakan rasa sakit itu.

"Bagaimana sekarang?" Gadis itu memperhatikan tangan Arthur yang sedang mengompres lukanya dengan air rebusan akar.

"Lebih baik." Jawabnya.

"Baguslah..." Ia kembali duduk dengan tenang. Kemudian beralih menggunting daun-daun yang sebelumnya ia dapatkan hingga menjadi potongan halus.

Sebelumnya, ada dua bocah berusia sekitar 10 tahun datang dan meminta obat pada Luna. Gadis itu juga mengajarkan perihal obat-obatan herbal pada dua bocah itu. Mungkin Luna mempersiapkan mereka sebagai penerusnya nanti di masa depan.

"Bagaimana yang ini??? Apakah sudah cukup kering untuk dimasukkan ke toples?" Seorang bocah menunjukkan nampan berisi buah kering pada Luna.

Luna memperhatikan potongan-potongan kecil buah yang hampir mengering itu dengan seksama. Kemudian menyentuhnya sedikit.

"Bagian belakangnya masih lembab... Coba kau balik dan jemur lagi, ya?" Saran Luna.

"Baiklah."

"Luna! Luna!! Biji Zil ini obat diare, kan?" Seorang bocah lain bertanya padanya sambil menunjukkan toples berisi biji berwarna keunguan di tangannya.

"Eung. Kau butuh? Bawa kemari aku siapkan." Ia mengulurkan tangannya pada bocah itu. "Sampai diarenya sembuh... Minum air seduhan ini sambil makan sesuatu yang manis, ya? Permen buah yang sebelumnya aku belikan untuk anak-anak masih ada, tidak?"

"Masih! Dirumahku juga ada gula..."

"Nah, makan itu juga... Tapi jangan terlalu banyak..." Gadis itu mengatakan kalimatnya dengan lembut. Kemudian memasukkan potongan biji obatnya ke dalam wadah kertas kecil. "Luna memberi 6 potong, ya? Ini cukup untuk tiga hari... Minumlah begitu bangun tidur dan sebelum tidur."

"Ini untuk adik Uka! Tidak apa-apa, kan diminum anak-anak 8 tahun???"

"Eung. Untuk Ika, kan? Semoga cepat sembuh, ya?"

"Nanti Uka sampaikan!" Gadis kecil itu mengantongi obat yang Luna berikan. "Mama bilang... Mama baru saja membuat syal rajut sendiri... Warnanya sama seperti rambutmu! Luna mau?"

"Begitu? Boleh!" Luna memasang wajah cerianya.

"Luna mau yang ada pom pomnya? Atau yang biasa?"

"Pom pom!"

"Uka juga suka syal pom pom! Musim dingin akan datang sebentar lagi. Kalau musim dingin, kita boleh bermain di bawah, kan Luna? Aku mau bermain salju di bawah...! Hey... Izinkan pada Benedict, Luna... Biarkan anak-anak turun, ya?" Gadis kecil itu beralih merengek pada Luna.

Menggeleng, Luna kemudian membelai pelan puncak kepala gadis kecil bernama Uka itu.

"Kalian, kan tau... Berbagai aturan untuk menuruni pohon... Bagaimana kalau ada apa-apa yang terjadi nantinya?"

"Kami tidak akan sakit...!"

"Tidak. Kalian hanya akan membuatku kerja lembur nantinya." Luna menegaskan.

Suara keluhan terdengar setelah Luna mengatakan hal itu. Kemudian disusul rengekan.

"Luna benar... Bagaimana kalau ada beruang nanti? Kami tidak bisa menyelamatkan kalian selagi menanganinya." Suara seorang pria terdengar beberapa saat kemudian setelah rengekan anak-anak itu terdengar kian keras.

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang