Part 15 || Perpisahan

74 6 1
                                    

"I'm gone, and you should be fine alone right now."

Alexa

🥂🥂🥂

Bandara internasional selalu ramai dengan hiruk pikuk para penumpang. Jadwal keberangkatan yang tinggal beberapa menit lagi pun membuat seorang penumpang bersiap dengan kopernya. Ia juga memeriksa tas jinjing yang dibawanya, takut ada yang tertinggal. Di sampingnya juga sudah ada dua orang pria. Dua orang yang sangat berarti di hidupnya. Penumpang itu, Alexa Glenys Rawnie Smitt, masih terlihat gelisah karena keluarga kandungnya tidak datang. Naufal dan Arga yang dari tadi menemaninya pun ikut cemas dengan perasaan sang nona.

Di balik topeng dan kekejamannya, Y'S hanyalah seorang Alexa yang memiliki sisi lemah. Sejak kejadian Hani menangis dan memohon padanya, Alexa jadi lebih mengerti arti kebersamaan keluarga. Dia sudah berusaha keras untuk mengumpulkan bukti kejahatan Rini dan mendiang Sani. Namun, tuan Smitt hanya mendengar mulut ular Rini. Entah video di flashdisk itu sudah ditonton atau belum. Yang jelas, Alexa hanya ingin papanya itu cepat sadar. Dibenci cinta pertama adalah hal yang menyakitkan. Ditambah lagi dengan sang mama yang enggan bertemu dengannya. Rasa sakit itu jadi semakin lengkap.

"Kak Sasa." Rain, pemuda itu datang. Alexa berdiri, dan langsung mendapat pelukan erat dari sang adik. "Kakak kenapa tiba-tiba mau pergi? Kenapa juga harus kak Arga yang bilang ke Rain? Setidaknya, Kak Sasa bisa kabarin Rain sendiri."

Alexa melepas pelukannya, "Rain, yang penting, 'kan, udah dikabarin."

"Iya, sih. Tapi, Kak Sasa yakin mau pergi?"

"Kakak pergi untuk kuliah. Nggak selamanya juga tinggal di sana, suatu saat, Kakak pasti kembali. Kamu harus bisa jaga mama sama papa, ya! Jaga diri kamu juga. Jangan bandel sama orang tua kita! Jangan buat ulah juga kalau di sekolah! Kalau pacaran, boleh, tapi ingat batasan! Mengerti?"

"Ngerti, Kak Sasa yang cantik. Kakak sekarang jadi bawel, ya? Dulu, aku pengen Kakak bersikap kayak gini. Tapi, sekarang, rasanya Kakak cukup bersikap kayak biasa aja. Datar dan dingin."

"Dasar adik!" kesal Alexa. Lengan kiri Rain jadi pendaratan kibasan telapaknya. Rain yang kebetulan sedang lebay pun mengaduh kesakitan. "Awas aja kalau kamu berulah! Anak buah Kakak ada di mana-mana buat ngawasin kamu."

Rain berdecak, "iya, iya! Aku akan lakukan yang terbaik dan sesuai perintah Kakak."

"Bagus!"

"Perhatian, para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan London dimohon untuk segera naik ke pesawat melewati pintu A12. Terima kasih."

"Itu pesawat Kakak. Kakak harus pergi sekarang. Titip salam aja buat mama sama papa." Wajah sendu Rain terlihat lagi. Pelukan singkat kembali diberikan untuk sang kakak. Perpisahan antar kakak-adik ini sangatlah haru. Hanya mereka, tak ada keluarga yang lain. Atensi Alexa beralih ke dua pria yang menemaninya. Ia juga memberikan pelukan perpisahan untuk dua pria itu bergantian.

"Mereka tanggung jawab kalian sekarang. Terutama lo, Alam. Axel hanya akan membantu, bukan menguasai. Jadi, bersikaplah seperti halnya kak Viko dan gue. Adil, tegas, dan berani!" peringat Alexa untuk saudara angkatnya.

"Gue akan lakukan yang terbaik untuk semuanya," ujar Naufal dengan penuh keyakinan.

"Axel, bantu Alam jaga semuanya, ya! Jangan ragu juga buat kabari aku kalau ada masalah. Entah masalah yang besar atau kecil, aku tetap harus tau. Okay?"

"Tentu, Alex. Semua akan terjadi sesuai perintah kamu. Sekarang, pergilah. Jaga diri di sana! Jangan sampai kelelahan, lalu sakit. Jangan terlalu memikirkan tentang kami di sini, karena kami akan baik-baik saja. Mengerti?" ujar Arga. Seperti biasa, sikap yang lembut dan halus. Penuh kasih sayang.

Behind The Darkness [#MG2]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang