004 : Sebuah Tanggung Jawab

17 3 9
                                    


Weekend. Dua hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh para pelajar, hari untuk mengistirahatkan diri dari ragam pelajaran yang harus dipelajari dari hari senin hingga jumat.

Namun, bagi siswa yang aktif di ekskul SMA Bina Bangsa, hanya hari minggulah satu-satunya hari untuk beristirahat tiap minggunya. Di hari sabtu, mereka seperti biasa datang ke sekolah dan melaksanakan kegiatan ekskulnya masing-masing.

Seperti Leo. Dia dengan kaos basketnya duduk di bangku tempat pemain, sedang mengikat tali sepatu basketnya. Beberapa anggota baru dari kelas sepuluh mulai berlatih dengan serius. Sedangkan yang lainnya berleha-leha saja hingga sang pelatih nanti tiba.

Leo berdiri, kemudian melompat kecil berkali-kali dan merenggangkan badannya. Dia berlari ke tengah lapangan, menerima bola dari Hyunjin yang sedari tadi bermain sendiri dengan memasukkan bola ke dalam ring.

Leo memantulkan bola, mencoba dengan melemparkan bola dari tengah lapang ke dalam ring.

Leo berlari untuk mengambil bola yang gagal masuk, diikuti Hyunjin di belakangnya.

"Le, lo gak bilang sama si Age, kan?"

Leo memeluk bola basket tersebut, "Enggak bang."

"Bagus," ucap Hyunjin, merebut bola basket dan mulai mendriblingnya.

Leo mengejar. Kini mereka saling berhadapan dengan Hyunjin yang masih memantulkan bola.

"Bilang aja kenapa si, bang. Cemen, lo."

Hyunjin berlari melewati Leo, melemparkan bola dan berhasil memasukkan bola. "Gapapa cemen, asal gak diajuhin si Age aja gue mah."

"Yeu, bulol."

Hyunjin hanya mengangkat kedua bahunya. "Sana, main sendiri. Capek gue," ucapnya yang langsung berlari ke pinggir lapang.

"Assalamualaikum eperibadeeehh!"

Nah, partner Hyunjin baru datang.

Haekal dengan kaos oblong putih dipadukan dengan bawahan seragam basket sekolah mereka, tiba dengan menenteng sepatu dan tas kecil yang terselempang di badannya.

Leo mendekat pada Haekal yang kini mengganti sandal dengan sepatu yang dibawa. Dia mendudukkan diri di samping cowok itu.

"Can, latihan buat pengibaran kapan?"

"Senin."

"Bukannya hari ini?"

Haekal menegapkan badan. "Tadinya, tapi banyak yang ngundurin diri jadi panitia ngadain seleksi kedua hari ini sama besok."

Leo mengangguk, "Lo gak paskib dulu?"

"Lah, ini gue baru pulang. Hari ini paskib cuma pengumuman doang siapa yang mau ikutan seleksi."

"Terus tadi si Ninda pulang bareng siapa?"

Haekal menumpukan badannya pada kedua tangan yang diletakkan pada bangku. "nggak pulang dia, gue suruh nganter dulu yang mau iku- Oasuuu! Urang baru nyadar, sat!"

Leo mengerutkan kening, "apaan?"

"Urang malah nyuruh si Ninda buat nganter si anak baru!"

"Hah? Jay?"

Haekal mengangguk. "Berdua doang?" tanya Leo, yang sekali lagi dibalas dengan anggukkan kepala. "Bodo anjir. Kan gua dah bilang mereka kayak ada something," ucap Leo yang kemudian mengambil tas miliknya yang berada dekat dengannya.

"Urang gak sadar sumpah, Le. Urang mikirnya ya karna mereka sekelas, jadi udah akrab gitu."

"Taulah." Leo beranjak dari duduknya. Dia berlari tak menghiraukan teriakan dari Haekal.

22 (On Hold) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang