Yak halo..
Enjoy!
.
Hujan tengah deras malam ini. Entah kenapa. Bukan musim panas pun hujan badai bisa terjadi. Cuaca memang sulit sekali di prediksi dengan akurat. Petir sesekali menyambar, entah mengenai pohon atau sekitarnya. Benar-benar ganas.
Netra semerah api yang berkobar itu mengerjap pelan, mengabaikan secangkir coklat hangat yang masih mengepul di sudut meja, mebiarkannya mendingin tanpa sentuhan sedikitpun.Helaian rambut seterang cahaya mentari itu bergerak kala siempu mengacaknya pelan. Parasnya begitu sempurna, bagai peri hutan yang tersesat didunia manusia.
"Kau senggang?" suara dalam menginterupsi kegiatannya. Sementara si surai blonde hanya diam, tangannya yang sibuk mengusap sebilah pedang itu ikut terhenti.
Helaan napas terdengar, "Kau bisa melihatnya"
Terkekeh. Pemuda tinggi dengan suara yang dalam itu terkekeh pelan, tungkainya mendekat. Suaranya begitu gamang mengisi seisi ruangan yang dilapisi kayu.
"Bahkan setelah apa yang kulakukan, kau masih saja tidak bersahabat"
Si surai blonde hanya diam. Tatapannya teralih pada secangkir cokelat panas di sudut meja. Tangannya terulur menyentuh cangkir tersebut. Kehangatan menyelimuti punggung tangannya spontan.
"Liam" panggilnya pada pemuda tinggi bernetra emerald itu pelan.
Ya, Liam. Penyihir bermanik emerald itu menjadi salah satu penghuni disana. Jubahnya tak ia pakai hingga saat ini ia hanya memakai kaus berkerah tinggi berwarna hitam, menyandar tepat didepan pintu seraya menyilangkan tangan.
"Kenapa? Kau berubah pikiran?"
Mereka terdiam. Liam masih betah memandangi sosok bersurai terang dengan manik semerah darah itu tanpa kata. Sementara yang ditanya hanya menyesap pelan cokelat hangatnya.
"Tidak. Aku cukup puas dengan ini"
Liam terkekeh singkat. Menyugar rambut hitamnya lalu menatap si lawan bicara dengan tatapan remeh.
"Jadi.." tungkainya bergerak mendekat pada pria blonde yang sedaritadi tak mampu mengalihkan atensinya.
"Kau puas dengan aksimu ini?" Liam berbisik, netra emerald nya berkilat, menatap sayu objek indah didepan matanya.
Pria blonde itu menatap Liam dengan tatapan tak terbaca. Ia cukup terkejut kala jemari Liam perlahan membelai lembut rambut di dekat telinganya. Manik bagai permata api menatap pemuda tinggi itu, sedikit banyak merasa takut karena ia belum tahu tentang sosok Liam sepenuhnya.
Ia menepis tangan Liam yang mulai meraba sisi lehernya dengan gerakan sensual, ia merasa aneh. Jantungnya seolah tersendat dan membuat dadanya sakit untuk beberapa detik.
Entah kenapa.
"Aku tidak tahu. Berhenti mengungkit itu. Lebih baik sekarang kau bantu aku menemukan pekerjaan" elaknya lalu kembali menggenggam sepotong kain yang ia jadikan lap untuk membersihkan pedang platina nya.
Liam tersenyum samar, "Hm.. Dengan identitasmu, kau bisa mendapatkan pekerjaan apapun yang kau ingin一"
"Bodoh. Lalu untuk apa kau susah payah melakukan ini pada diriku jika aku bisa menggunakan identitas untuk mencari pekerjaan?!" jengahnya ketara, sedikitnya kesal karena pemuda tinggi itu seolah-olah mengoloknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNAL [ON HOLD]
Fantasy[Romance-Fantasy] [Slow-plot] [BXB] Dewa senang sekali bermain-main dengan takdir keduanya. Memutar-mutar skenario dan membuat salah satunya putus asa. Penuh liku dan luka. "Aku akan melakukan apapun, kumohon. Kembalikan dia dalam pelukku" ©2021