The First Day (1)

3.2K 158 0
                                    

Lo tahu senja? Senja itu sama seperti pertemuan kita. Indah.

-Devano Matteo Adhitama-

"Hiks, mama, papa," lirih seorang cewek yang sedang ketakutan dibawah guyuran air hujan.

Cewek itu terlihat sangat ketakutan, bisa dipastikan dikedua mata coklatnya. Tatapan was-was, takut bercampur menjadi satu.

Jddyaarrrr!!!

Tiba-tiba terdengar suara petir yang menggelegar. Dengan cepat dia menutup kedua telinganya. Memejamkan mata, saat kilat tertangkap indra penglihatannya.

"Mama, papa."

Si cewek itu terus berjalan tak tentu arah. Dia tetap berjalan karena dia takut jika hanya berdiam. Suasanalah yang membuatnya takut. Tiba-tiba dia sampai disebuah rumah yang terbakar. Kobaran api menjalar sampai diatap rumah. Tubuhnya yang dingin, seketika merasakan panas yang luar biasa.

Sesaat si cewek  melihat  dua orang yang terperangkap dirumah yang terbakar. Dan dia yakin jika mereka adalah orang tuanya. Meskipun wajahnya tidak terlihat dengan jelas, tapi pakaian yang mereka kenakan sama persis seperti milik orang tuanya. Terlihat dua orang itu berjalan semakin dalam, masuk ke dalam rumah.

"Mama! Papa!" teriak dia yang ditujukan kepada dua orang itu.

Cewek itu akan mengejar mereka. Tapi langkahnya terhenti karena runtuhan bangunan yang menghalangi pintu. Vani tak bisa mengejar mereka.

"Mama, papa!" panggilnya lagi.

Dia akan mencari bantuan orang lain. Dengan langakh cepat, si cewek itu berlari ke arah jalan yang tak jauh dari rumah itu. Saat itu sedang berusaha mencari bantuan, tiba-tiba terdengar klakson mobil dari arah samping.

Tin! Tin!

Dia menoleh, seketika kedua matanya membulat. Kejadiannya sangat cepat. Hingga yang dia rasakan adalah tubuhnya yang terlempar ke depan dengan sangat keras. Jatuh ke jalan,  dan pada akhirnya cairan merah kental keluar dari kepalanya.

Cewek itu menoleh ke arah rumah dengan gerakan perlahan, karena kepalanya yang terasa berputar hebat. Tangannya mengarah ke arah rumah itu.

"Ma-mama. Papa," lirih cewek itu untuk yang terakhir kalinya. Dan semuanya gelap.

Tit. Tit. Tit. Tit.

Vani terbangun dengan peluh keringat membasahi pelipisnya. Menggapai jam wekernya yang berbunyi, mengganggu mimpinya. Menekan tombol off.

'Mimpi  itu lagi,'  batin Vani.

Vani bangun dari tidur malamnya. Mencoba mengumpulkan kesadarannya yang sempat hilang. Melakukan perenggangan pada otot-otot tubuhnya. Duduk sebentar diatas tempat tidur, mencoba mengingat kembali mimpi yang akhir-akhir ini sering dialaminya.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Karena tak mendapat jawaban dari si pemilik kamar, seseorang berkata.

"Pita, bangun sayang. Hari ini kamu berangkat sekolah kan?" ternyata si mama yang betkata.

"Iya ma. Pita sudah bangun kok."

"Ya sudah. Sekarang kamu mandi dulu ya. Mama buatin sarapan dulu. Nanti kamu langsung turun ke bawah," teriak mamanya lagi.

"Iya ma."

Terdengar suara langkah kaki menjauh, tapi Vani tak segera beranjak dari tempat tidurnya. Dia masih memikirkan akan mimpi yang baru saja terjadi.

"Apa bener dua orang yang ada dimimpi gue itu ortu gue? Tapi, kenapa bisa. Jelas-jelas orang tua gue masih ada. Kenapa mimpi itu selalu menghantui setiap malam?"

I Love You MY PAWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang