(pretend) not to care

54 7 1
                                    

"Lo yang bakar distro temen gue?!" Panto bertanya dengan amarah yang siap meledak.

"Buat apa? Gak guna banget!"

"Lo pasti ada dendam!" ujar Abam.

"Buang-buang uang! Lagi pula, kalau gue mau," Reynand menjeda kalimatnya, ia menunjuk Dion. "Gue bisa langsung bunuh dia sekarang juga."

Rafael mulai terpancing. "Gila! Lo ada masalah apa sih sama Dion?!"

Reynand mendekat lalu mengulurkan tangannya, mengelus pipi Anya. "Dia udah berani merebut bidadari cantik ini dari hidup gue." katanya dengan sorot mata sayu.

Pemuda apatis itu mendecih, tak pernah percaya pada penuturan Reynand. "Lepasin tangan lo dari pacar gue! Manusia gila!" Dion memutar tangan musuhnya hingga terdengar suara seperti ranting patah.

Semua terkejut --sekolah sudah sepi, hanya ada mereka bertujuh di sana. Anya menjadi orang yang paling kaget. Matanya hampir melompat keluar.

"Gue gak ada hubungannya sama distro jelek itu!" Kata Reynand membela diri.

"Lepasin, Yon!" pekik Gita sambil berlari dari belakang. "Ini semua gak membuahkan hasil!"

Cowok penyuka kimia itu mendorong Reynand hingga tersungkur. Dion melewati musuhnya dengan angkuh, tak lupa ia meraih jemari Anya lalu menautkannya dengan tangan kanannya.

Abam dan Rafael ikut melangkah. Sementara Gita menatap Reynand dengan iba, ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, tapi tertahan di ujung lidah. Gadis itu memilih mengikuti langkah seniornya.

Reynand menahan langkah Gita. "Lo percaya 'kan kalau bukan gue pelakunya?" tanya pemuda itu. Tergambar kesedihan dari sorotnya, raut kelelahan itu .... Sungguh, Gita tak tega.

Gadis itu mendekat pada Reynand yang masih terduduk di ubin. "Gue per--"

"Ngapain di sini? Jangan deket-deket sama dia!" Panto menarik Gita menjauh dan Reynand tampak seperti orang yang kehilangan harapan.

Gita mengentakkan tangannya. "Apaan, sih?! Dia gak salah!"

"Tapi dia jahat, Git!"

"Sakit lo." Gadis itu memilih pergi.

Keenam remaja tadi memutuskan untuk berkumpul di rumah Dion. Rafael, Abam, dan Panto sebenarnya percaya pada Reynand, tetapi pemuda itu manipulatif, ekspresi wajahnya bisa saja dibuat-buat.

"Gue yakin, bukan Reynand pelakunya!"

"Dari mana lo tau? Dia bisa aja nipu!" ujar Abam membantah.

Anya menggigit pipi bagian dalamnya sebelum berbicara. "Gimana kalau ternyata kak Reynand bicara yang sebenarnya?"

Hening. Kemungkinan itu bisa saja terjadi, tetapi Reynand adalah pemuda yang sulit dipercaya.

Dion angkat suara. "Kalau bukan dia terus siapa?"

"Ukiran itu. Kenapa pelakunya sengaja ninggalin barang bukti?" tanya Gita penuh selidik.

"Mungkin orang itu mau ngasih peringatan," jawab Rafael.

"Gue gak bisa mikir, butuh asupan. Ada makanan apa, Yon?"

Panto meringis saat merasakan denyutan di keningnya, Gita baru saja menyentilnya. "Makan mulu!"

"Ambilin makanan buat mereka," titah Dion.

Anya mengangguk lalu berdiri, tetapi sesuatu menahannya. Jari-jari Dion masih berada di sana, selama hampir dua jam.

Abam bersidekap. "Protektif banget, sih!"

"Padahal gak ada hubungan apa-apa," lanjut Panto.

Gita mendelik. "Gandengan mulu kayak orang pacaran."

Dion [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang