Sore itu, Tama --ayah Dion-- meminta anak tunggalnya pulang lebih cepat, ia ingin membicarakan satu hal penting.
Sementara Dion sedang berpikir keras, menebak apa yang mungkin menjadi topik pembicaraan kali ini. Masalah kuliah, pekerjaan, atau ....
"Perjodohan?"
Dion menoleh pada Shielda.
Tama ingin menjodohkannya? Itu tak mungkin, 'kan? Tama tidak peduli pada putra tunggalnya ini, yang ada di pikiran pak tua itu hanyalah pekerjaan, tapi bagaimana kalau ini perjodohan untuk menyelamatkan bisnisnya? Dion jadi pusing sendiri.
"Kak Shielda jangan ngomong gitu, dong!" Anya merengut.
Saat ini Dion dan gadisnya sedang mengunjungi distro setelah puas mengelilingi kota untuk mencari rumah sewa. Ketiganya dibuat terkejut saat pesan dari Tama muncul di layar notifikasi.
"Pulang sekarang."
Dion bergegas, sebuah rencana sudah terpikirkan di kepalanya kalau-kalau Tama sungguh ingin menjodohkannya. Pemuda itu akan menolak dengan tegas. Enak saja! Ini 'kan hidup Dion.
Sampai di rumah ia menahan tangan Anya saat gadis itu berniat melewati pintu belakang. Tentu Anya sadar siapa dirinya di rumah ini.
"Masuk lewat pintu depan, bareng gue." Dion kembali menautkan jemarinya dan membuka pintu.
Rupanya ia sudah disambut oleh Tama, Carroline, dan Ratih di ruang tamu. Ketiganya kompak menatap aneh, perasaan ragu merambati hati dua orang di antara mereka saat melihat tangan Dion menggenggam erat gadis di sampingnya.
Dion sadar, ini saat yang tepat. "Dion gak mau dijodohin, Anya Aradhia adalah pacar Dion." ujarnya tegas.
Benar sudah, keraguan itu semakin menjadi. Ratih menatap putrinya lama seolah bertanya 'ini beneran?' yang dibalas dengan anggukan.
Sementara Anya sedang berusaha mengatur tubuhnya yang mendadak aneh, ini pertama kalinya Dion menyebutkan namanya, tidak tidak, nama lengkapnya. Kau akan merasakan hal yang sama jika seseorang menyebutkan nama lengkapmu.
Tama mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia menunda pembicaraan tadi setelah mendengar pengakuan dari anaknya. Pria setengah baya itu maju dan menepuk bahu Dion. "Jaga gadis ini baik-baik." Setelah mengatakan kalimat tadi Tama berjalan pelan menuju halaman belakang.
Tama tahu, Anya adalah gadis yang baik. Mereka akan cocok, tetapi ada sesuatu yang mengganjal. Katakan saja ini firasat seorang ayah, laki-laki itu merasa akan ada hal besar yang menjadi titik balik dari kehidupan mereka semua. Termasuk Ratih dan Anya.
Carroline juga melakukan apa yang suaminya lakukan. Ia mendekati Dion. "Saya rasa, hal yang buruk akan terjadi," ujarnya diakhirnya senyum aneh yang sulit diartikan. Wanita modis itu berbalik kemudian menyusul Tama.
Anya menghela napas, menegangkan sekali.
"Ibu mau ngomong sama kamu," ujar Ratih sambil menatap anaknya.
Anya mengangguk sebentar, berikutnya ia menoleh pada Dion yang nampak keberatan. Gadis itu tak mengucapkan apapun, tapi sorotnya seolah mengatakan 'nggak apa-apa.' Ia melepas genggaman Dion lalu merangkul Ratih untuk pergi dari sana.
Kini, tersisa Dion di ruang tengah. Sebenarnya apa yang terjadi, mengapa ayahnya yang sibuk itu tiba-tiba peduli padanya? Apa maksud ucapan Carroline tadi? Hal buruk seperti apa? Sungguh, kepala Dion bisa pecah jika semua pertanyaan ini tak segera mendapatkan jawaban.
Pemuda itu memutuskan pergi ke dapur, tenggorokannya terasa kering. Ia membeku sesaat kala melewati kamar Anya. Bukan maksudnya menguping, hanya saja telinganya terlalu peka pada suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion [TAMAT]
Teen Fiction#Pain1 Semesta yang menolak memberi senyum dan kisah yang hanya ingin berakhir dengan kepedihan. - - - - - Dion Revalino Adhitama, cowok dingin yang terbiasa berkata pedas. Namun, tiba-tiba meminta maaf atas ucapannya pada orang asing. Sebegitu besa...