Pisau Tak Kasat Mata

1 0 0
                                    

Pagi itu tepatnya jam 10, suasana sekolah jauh berbeda dari biasanya banyak murid, guru, dan kedua orang tua salah satu siswa berkumpul dilapangan olahraga sambil menatap bagian atas gedung sekolah. Disana berdiri seorang murid perempuan kelas 11 bernama Sasha yang melihat kebawah hendak bunuh diri sambil meneteskan air mata. Pintu menuju loteng sekolah dikunci rapat dan dihalangi oleh Sasha, sehingga tidak ada satupun orang yang dapat mencapai lokasi Sasha berdiri. Tanpa Sasha sadari ada seorang mahasiswa yang sedang melakukan sosialisasi kampus memanjat dinding dari lantai paling atas untuk tiba dilokasi Sasha berdiri.

"Jangan mendekat!" perintah Sasha ketika tahu ada seorang laki - laki yang menghampirinya dari belakang sambil membalik badan dan terus meneteskan air mata.

Laki - laki itu berhenti dan tersenyum sambil menatap Sasha, "Kenapa kakak tersenyum?" tanya Sasha yang kebingungan.

"Kakak tidak tahu masalah apa yang saat ini sedang kamu alami, hanya saja kamu mengingatkan kakak kepada salah satu teman kakak sewaktu SMA." jawab Naga ramah.

"Apakah dia bunuh diri juga?" tanya Sasha penasaran sambil berusaha mengontrol emosinya.

"Tidak, dia meninggal karena penyakit yang dideritanya. Sampai akhir hayatnya dia tidak pernah menyerah sedikitpun terhadap penyakitnya, bahkan dia enggan dikasihani karena penyakitnya tersebut. Dia seorang wanita yang hebat, dia jago menulis puisi dan dia juga hebat dalam menulis cerita, hingga suatu hari kelas kami ditugaskan membuat cerita sebagai ujian praktek dari pelajaran bahasa Indonesia dan kami bukan hanya harus membuat cerita saja, tapi juga harus membacakannya di depan kelas. Singkat cerita, giliran dia waktunya untuk bercerita." jawab Naga ramah sambil membayangkan kenangannya sewaktu SMA.

Aku tidak menyesal jika saat ini aku harus mati karena penyakitku, karena aku telah menghabiskan waktuku bersama teman - teman, belajar, bermain, bersenda gurau, dan melakukan banyak hal yang sangat menyenangkan lainnya. Ketika aku belajar fisika, terbesit dibenaku 'apakah kita bisa membuat mesin waktu?' 'apakah aku bisa kembali ke masa lalu, agar penyakitku bisa disembuhkan ketika belum separah saat ini?'. Saat itu juga aku tersenyum dan berbisik kepada diriku, 'Tidak' sekalipun hal itu bisa terjadi dan aku mendapatkan kesempatan itu, aku tidak akan mengulanginya lagi karena waktu yang kulalui sampai saat ini sangatlah berharga.

Aku pernah bertengkar dengan teman - temanku, tapi karena pertengkaran itu aku dapat memahami keadaan teman - temanku secara emosional. Aku pernah melakukan kesalahan, tapi karena kesalahan itu aku belajar dan tumbuh menjadi seseorang yang lebih dewasa. Aku pernah melakukan sesuatu yang sangat aku sesali, tapi karena hal itu aku belajar betapa beratnya rasa penyesalan sehingga aku menjadi lebih bijak dalam mengambil keputusan. Aku sadar banyak perkataanku selama ini kepada teman - temanku, kepada guruku, dan kepada orang - orang disekitarku terkadang membuat sakit hati, tapi dari hal itu aku paham bahwa perkataan seseorang bisa 'membunuh'orang lain, namun bisa juga 'menyelamatkan' orang lain. Maka sejak saat itu aku berjanji bahwa perkataanku akan aku gunakan untuk 'menyelamatkan orang lain.

Memang sangat menyakitkan membaca kebebasan berkomentar para netizen Indonesia di media sosial, tapi aku bersyukur karena aku bersama teman - teman dan guruku perlahan tapi pasti belajar bagaimana caranya berbicara, bersikap, dan berkomentar di media sosial. Aku bahagia ketika guru - guruku mendidik kami untuk menjadi seseorang yang cerdas, bukan hanya cerdas secara intelektual saja, tapi juga cerdas secara spiritual dan cerdas secara emosional. Aku bahagia ketika teman - temanku saling peka satu sama lain, saling bersandar satu sama lain, dan saling mengandalkan satu sama lain. Aku bahagia ketika senyuman dan uluran tangan teman - temanku saling menyemangati dan membangkitkan ketika orang lain terpuruk dan terjatuh. Aku bahagia ketika teman - temanku mengubah tangis kesedihan menjadi senyum tawa kebahagiaan.

Aku tidak mengharapkan penghargaan ataupun piala apapun untuk ikatan yang terjalin antara aku bersama teman - temanku, karena bagiku ikatan diantara kami jauh lebih berharga dibandingkan penghargaan ataupun piala yang bisa diberikan. Aku tidak menyesal jika aku harus mati saat ini karena penyakitkku, karena aku telah bertemu orang - orang yang sangat berharga dihidupku. Aku tau ikatan kami belum cukup untuk mengubah dunia menjadi lebih baik, tapi aku yakin ikatan kami dapat mengubah lingkungan kami masing - masing menjadi lebih baik karena perkataanku dan teman - temanku akan 'menyelamatkan' orang lain.

Aku, Kamu, dan Kita karya Dila

Sasha tertegun dan terharu mendengar cerita Naga, "Saat cerita itu selesai dibacakan, tidak ada satupun orang dikelas kakak yang bisa menahan air matanya, terlebih saat tahu bahwa cerita itu adalah cerita terakhir yang bisa kami dengar dari Dila. Bahkan ada salah satu teman kakak yang dicap sebagai pembuat onar di sekolah, tapi setelah dia mengenal lebih dekat Dila, orang itu berubah manjadi seseorang yang hangat dan dapat diandalkan." lanjut Naga sambil mengusap air matanya yang menetes tanpa ia sadari.

"Jika kamu ingin menangis, menangislah tapi ingat kamu harus segera bangkit. Sasha, kamu tidak salah, semua rasa kehilangan dan penderitaaan yang kamu alami kakak mengerti, jika kamu merasa tidak bisa melangkah maju, berbaliklah sekalipun itu menyakitkan lalu berjuanglah kembali dengan lebih keras. Semua orang pernah berbuat salah, tapi itu tidak masalah, tidak mengapa. Rasa malu yang kamu alami akan membuat kamu menjadi seseorang yang lebih kuat dan kamu tidak perlu merasa malu untuk menjadi orang yang lebih kuat. Jadi Sasha, mulai saat ini apapun yang dikatakan oleh orang lain kamu tidak bersalah dan tidak perlu malu." kata Naga menyemangati Sasha yang membuat Sasha terduduk sambil menangis menyesali niatannya yang hendak bunuh diri.

Naga berjalan perlahan menghampiri Sasha kemudian mengulurkan tangannya yang membuat Sasha mengusap air matanya dan menatap Naga begitu dalam sambil menggenggam tangan Naga untuk segera bangkit, "Kelak tangan kecil ini akan menyelamatkan hidup orang lain." kata Naga sambil tersenyum kepada Sasha.

Pisau Tak Kasat MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang