14 : Marah

261 54 2
                                    

Giyuu dan Shinobu melewati kelas Sabito. Memang untuk menuju ruang OSIS harus lewat kumpulan kelas 2 di lantai 2 gedung SMA.

Dahi mereka berkerut heran. Ada segerombolan murid menghalangi jalan masuk kelas Sabito. Shinobu menatap Giyuu. Yang ditatap hanya mengangkat bahu. Mana ia tahu apa yang terjadi di dalam sana.

Giyuu yang lebih tinggi dari Shinobu dapat melihat keributan di sudut kelas itu. Tepatnya di tempat [Name] berada. Gadis tersebut saling menjambak dengan Makomo di atas perutnya.

Giyuu yang terkejut pun tanpa sadar menarik lengan Shinobu untuk masuk ke dalam. Shinobu juga terkejut karena tiba-tiba tangannya ditarik sama Giyuu. Ada sengatan di hati Shinobu saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Giyuu.

"Apa-apaan kalian ini?! Kenapa kalian berkelahi?!" Tanya Giyuu dengan nada suara naik beberapa oktaf. Para gadis yang tadi membully [Name] terkejut melihat kedatangan Giyuu bersama Shinobu.

Pemuda itu memisahkan Makomo dari [Name]. Kemudian menarik [Name] berdiri setelah melepaskan genggamannya dari lengan Shinobu.

Nafas [Name] tidak beraturan. "Mereka-" Ucap [Name] terputus. Ia menunjuk satu persatu gadis yang membullynya. Terakhir [Name] menunjuk Makomo yang sedang mengusap darah dari sudut bibirnya yang robek akibat bogeman dari [Name].

'Sialan gadis itu.' Umpat Makomo.

Makomo tidak menyangka korban bully akan melakukan tindakan balasan. Balasannya malah sebuah bogem mentah yang biasa dilakukan anak laki-laki kalau sedang berkelahi.

'Kenapa juga harus ada anggota OSIS datang ke sini? Cih.' Kesalnya dalam hati. Makomo masih belum puas melampiaskan kekesalannya pada [Name]. Dan sudah diganggu saja.

"Mereka membullyku karena tidak suka aku membantu adik kelas."

[Name] mempertahankan jari telunjuknya pada Makomo. "Dan dia tidak suka aku dekat dengan Sabito. Mereka pun sama."

Manik zamrud [Name] menatap nyalang. Persis seperti tatapan ibunya ketika sedang marah. "Mereka juga bukan siapa-siapanya Sabito. Seharusnya mereka sadar diri. Mereka tidak punya hak untuk melarangku berdekatan dengan Sabito. Juga mereka bukan ibuku. Jadi mereka tidak berhak melayangkan tangan padaku." Ucap [Name] menekan setiap kata yang ia keluarkan.

[Name] menghentakkan tangan Giyuu yang memeganginya. "Mereka membuang semua barang-barangku. Padahal barang-barang itu tidak punya salah sama mereka."

Giyuu tersentak melihat raut marah terpasang jelas di wajah [Name]. Gadis itu, tidak pernah marah pada siapapun meski ia dibully dan disakiti oleh ibunya. Tapi kali ini, [Name] kelihatan sangat marah.

"Sekarang aku setuju dengan apa yang Sabito katakan." [Name] berjalan ke pintu tempat murid-murid yang menonton berkumpul. Sejenak [Name] berbalik. Menatap sekumpulan gadis-gadis yang terdiam di dalam kelasnya.

"Gadis yang terlalu terobsesi pada orang yang mereka kagumi, sampai nekat membully orang yang menghalangi mereka, hanya karena alasan tidak suka dan merasa tersaingi. Adalah orang gila yang lebih tidak waras daripada orang gila yang ada di rumah sakit jiwa."

Mereka yang ada di sana tidak bisa berkata-kata melihat ekspresi jijik sekaligus marah [Name].

•••••

Sabito baru kembali dari kantin. Ia tidak tahu jika ada keributan di kelasnya selama dirinya bercerita bersama adik kelasnya di kantin.

Tahu-tahu Sabito melihat [Name] berjalan di koridor kelas dengan keadaan yang berantakan. Wajah dan sebagian baju depan seragam [Name] basah. Beberapa murid menatap heran padanya.

"Apa yang terjadi pa-" Sabito berhenti bertanya. [Name] hanya melewati Sabito tanpa menoleh sedikit pun. Sabito baru sadar, raut wajah yang gadis itu pasang berbeda dari raut wajahnya yang biasa. Bukan raut datar, melainkan raut kemarahan.

Sabito pun berlari kecil menuju kelasnya. 'Sebenarnya apa yang terjadi saat aku di kantin?'

SECRET ; Sabito x Reader (Modern AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang