Bagian 15 : Favoritnya Jimin

619 103 2
                                    

Mungkin semuanya berlalu dengan normal setelah hari-hari penuh kejutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin semuanya berlalu dengan normal setelah hari-hari penuh kejutan. Akhirnya Jimin menghabiskan seminggu pertamanya di cafe dengan lancar. Bertemu banyak orang baru dan belajar banyak hal di sana. Selama itu, Jimin selalu menikmati pekerjaannya kendati tak mungkin semuanya berjalan mulus-mulus saja.

Namjoon dan Hoseok masih sering datang untuk sekadar mendapat camilan saat jam makan siang. Suga juga. Meskipun beberapa hari yang lalu dia mengaku sibuk bahkan untuk memikirkan jadwal makan. Tapi setelah menceritakan bahwa grup baru yang memakai lagunya sudah selesai rekaman, dia lebih sering datang bersama Namjoon dan Hoseok untuk mendapat segelas kopi.

Taehyung juga sempat datang dua hari yang lalu. Bahkan ikut membantu sampai cafe benar-benar tutup. Anak itu ternyata cukup mahir melakukan banyak hal. Jadi saat pulang, dia mengambil sepotong cake sebagai bayaran. Meskipun sebenarnya dia bisa mengambilnya tanpa harus bekerja terlebih dahulu, sih. Lagi pula ini kan cafe milik kakaknya sendiri.

Kemarin Jihoon mengajaknya saat akan mengajar anak-anak. Karena Jimin sedikit tertarik saat mendengar kata 'anak-anak', jadi dia menyetujuinya. Saat itu Jungkook memaksa ikut, jadi Jimin membawanya pergi. Bocah itu terlihat senang karena bertemu banyak anak-anak seumurannya di sana.

Sejauh ini semuanya berjalan dengan baik. Namjoon juga akan membantunya menemukan Min Yoongi. Mungkin semuanya akan menjadi jelas tak lama lagi. Akhir pekan ini Namjoon mengajak Jimin bertemu dengan 'teman' yang katanya bisa membantu. Semoga ini akan berhasil.

"Halo, Jimin-ah. Aku pesan kopi yang biasa, ya."

Suara yang familiar berhasil menarik atensi Jimin sepenuhnya. Itu Suga. Datang di jam biasanya untuk mendapat kopi sembari menikmati makan siangnya yang terlambat. Dia beberapa kali datang bersama Namjoon dan Hoseok. Tapi terkadang baru datang saat keduanya sudah kembali ke gedung agensi yang terletak di seberang jalan sana.

"Hyung terlambat makan siang lagi, ya?" balas Jimin dengan senyum khasnya. Dia segera menyiapkan pesanan Suga yang masih berdiri di depan kasir. Mungkin sedang memperhatikan menu spesial hari ini yang ditulis besar-besar pada papan di belakang Jimin.

"Ada deadline hari ini. Harus selesai sebelum jam pulang kantor. Jadi aku menyelesaikannya dulu sebelum makan siang." jelas Suga tanpa diminta. "Menu spesial hari ini sepertinya menarik. Beri aku dua."

"Ne."

Meskipun telah menyebutkan pesanannya, Suga tetap berdiri di sana sembari memperhatikan pekerjaan Jimin. Dia sudah lebih cekatan dari pada saat pertama datang. Jimin memang bisa dengan mudah menyerap pelajaran. "Ngomong-ngomong mau menemaniku makan siang? Aku membawa makanan dari luar? Tidak apa-apa, kan?" ujarnya sembari memperlihatkan kantong besar yang ia bawa.

"Eoh?" Jimin terdiam sejenak. Memperhatikan cafe yang nampak lebih sepi dari biasanya sebelum kemudian mengangguk singkat. "Jihoon-ah, aku istirahat sebentar, ya?" ucapnya setengah berteriak kepada Jihoon yang sedang memainkan ponsel di dapur.

Setelah mendapat persetujuan Jihoon, Jimin bergegas mengikuti Yoongi yang langsung duduk di meja biasa. Tentu sembari membawa kopi dan dessert yang dipesan laki-laki itu sebelumnya. Dia hanya memperhatikan saat Yoongi mengeluarkan dua porsi jajangmyeon lantas memberikan satu porsi kepadanya.

Bukan yang pertama kali sebenarnya. Setiap datang dengan alasan terlambat makan siang, Suga selalu mengajaknya untuk menemani makan. Bahkan dia pernah membelikan porsi untuk Jihoon juga. Katanya sih dia memang begitu. Dulu dia selalu mengajak Jihoon, tapi akhirnya menyerah karena pemuda itu alergi macam-macam.

"Kudengar hyung mendapat penghargaan, ya? Selamat, hyung. Aku belum pernah mendengar lagumu, sih. Tapi pasti bagus." Jimin membuka percakapan setelah mereka berdua sibuk mengaduk jajangmyeon masing-masing.

Suga memandang Jimin sejenak sebelum sibuk mengaduk jajangmyeon-nya lagi. Dia masih minim ekspresi meskipun sering bersikap manis terang-terangan. Terkadang itu membuat Jimin bingung. "Terima kasih. Tapi kupikir kau tidak tahu." sahutnya.

"Kenapa berpikir begitu?"

"Kau bukan tipe orang yang mengetahui hal-hal seperti itu. Bahkan kau tidak tahu trend sama sekali." jawab Suga dengan santai. Toh memang benar jika Jimin memang begitu. Dia tidak tahu banyak karena tidak pernah mendapat informasi. Televisi di rumah lebih sering digunakan untuk menonton kartun oleh Jungkook. Lalu Jimin tidak memiliki ponsel untuk mengakses berbagai informasi dari internet. Dia juga masih harus menghemat uang dari pada membeli beberapa majalah yang sebenarnya tidak berguna. Jimin tahu Suga mendapat penghargaan saja karena Jihoon bercerita.

"Kau tidak memiliki ponsel, ya?" Jimin tak memerlukan waktu untuk memikirkan jawaban dan langsung mengangguk. Untuk saat ini, ponsel bukan hal yang ia rasa harus dimiliki. Toh jika ada hal mendadak dia bisa meminjam kepada Jihoon atau Bibi Jeon saat di rumah. Ketinggalan berita begini bukan masalah besar.

"Aku kemarin membeli ponsel baru, jadi beberapa ponsel lamaku tidak terpakai. Kau bisa mengambilnya jika mau." Suga mengeluarkan sebuah ponsel dari balik jasnya. Dia bahkan sudah menyodorkannya kepada Jimin sebelum yang lebih muda menjawab. "Aku sudah memindahkan file yang penting, jadi kau tidak perlu khawatir. Aku juga bisa mengajarimu bagaimana cara menggunakannya jika kau tidak tahu."

Terlalu tiba-tiba hingga Jimin hanya bisa terpaku memandang benda tipis persegi yang kini sudah tergeletak di hadapannya. Tunggu, tunggu! Suga itu memang murah hati begini, ya? Jimin tidak merasa telah melakukan jasa besar seperti membunuh penyihir kegelapan untuk bisa mendapatkan sesuatu secara cuma-cuma begini. "Hyung, kau yakin? Apa hyung melakukan sesuatu yang membuatku rugi besar dan sedang merasa bersalah?"

Mendengar ucapan konyol Jimin, Suga tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Yang benar saja? Memang harus begitu ya jika ingin memberinya sesuatu? Dia hanya sedang merasa Jimin membutuhkan benda itu saat dirinya kelebihan. Memangnya salah memberikannya jika memang sudah tidak dipakai? "Memangnya apa yang mungkin kulakukan? Ambil saja dari pada kubuang. Kau membutuhkan itu, kan? Kurasa masih banyak file yang tidak kuhapus. Kau bisa menghapus yang menurutmu tidak penting."

"Ya Tuhan, hyung baik sekali. Terima kasih, hyung."

Suga hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. "Senangnya nanti saja. Habiskan makananmu terlebih dahulu." ujarnya sembari menunjuk porsi jajangmyeon milik Jimin yang masih utuh. Berbeda dengannya yang sudah hampir tandas setengah.

Lantas Jimin hanya tersenyum dan melakukan apa yang dikatakan oleh laki-laki yang lebih tua darinya itu. Entah ini bagus atau bagaimana. Tapi kesan Jimin kepada Suga selalu semakin baik dari hari ke hari. Mungkin karena awalnya dia terlalu dingin dan tidak bisa ditebak. Tapi semakin lama sisi manisnya jadi semakin jelas. Pemuda dua puluh tiga tahun itu jadi berkali-kali lipat lebih menarik karena sifat misteriusnya. Pokoknya sekarang Suga jadi favorit Jimin.

"Jimin-ah, kau bisa mengurus cafe sendiri?" Di antara suasana ringan Suga dan Jimin, tiba-tiba Jihoon datang dengan wajah luar biasa tegang. Sukses membuat Jimin yang sedang menyantap makan siangnya dengan bahagia kini segera meletakan sumpitnya di atas mangkuk lantas berdiri menghadap pemuda itu.

"Aku bisa. Tapi ada apa? Terjadi sesuatu yang buruk?" tanyanya khawatir. Pasalnya Jihoon tidak pernah sama sekali kehilangan binar cerianya. Dan sekarang dia malah kelihatan sebegitu panik seolah ingin berlari sekarang juga.

"Ibuku sakit. A-aku harus ke sana sekarang."

Dan Jimin cukup sadar diri untuk tidak menahan Jihoon lebih lama lagi.

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang